Petani Sawit Terimpit, Pemerintah Diminta Intervensi
Menurut laporan Apkasindo, Kamis (23/6/2022), harga tandan buah segar petani swadaya anjlok 72 persen dibandingkan sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO. Pembenahan hulu-hilir sawit mendesak dilakukan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga tandan buah segar kelapa sawit petani dilaporkan anjlok hingga lebih dari 70 persen di 22 provinsi dengan kawasan kebun sawit. Pemerintah diminta bergerak cepat dengan melakukan intervensi. Tidak hanya dalam jangka pendek untuk meringankan beban di tingkat hulu, tetapi juga memperbaiki tata kelola industri sawit agar lebih berpihak kepada petani.
Berdasarkan laporan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Kamis (23/6/2022), harga tandan buah segar (TBS) petani swadaya anjlok 72 persen dibandingkan sebelum adanya kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO). Per Kamis, harga rata-rata TBS di 22 provinsi adalah Rp 1.050 per kilogram (kg).
Di Jambi, harga TBS bahkan melorot hingga menyentuh Rp 700 per kilogram akibat banyak pabrik kelapa sawit berhenti beroperasi lantaran ekspor CPO tersendat. Di wilayah Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, sejumlah pabrik tutup sejak awal pekan ini sehingga menyebabkan petani tidak bisa memanen dan menjual buah sawitnya (Kompas.id, 23/6/2022).
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hermanto, yang ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, mengatakan, jatuhnya harga TBS tak dapat dilepaskan dari struktur industri sawit yang oligopolistik. Saat harga CPO tinggi, seharusnya harga TBS pun ikut naik. Namun, dengan dinamika yang ada saat ini, yang terjadi sebaliknya.
Jatuhnya harga TBS tak dapat dilepaskan dari struktur industri sawit yang oligopolistik. Saat harga CPO tinggi, seharusnya harga TBS pun ikut naik. Namun, dengan dinamika yang ada saat ini, yang terjadi sebaliknya.
”Pemerintah harus mengintervensi dengan menstabilkan harga TBS agar perkebunan sawit rakyat ini tetap memiliki harapan untuk hidup. Jadi, tidak putus harapan. Pemerintah tidak punya stok maupun tempat pengolahan. Tak ada buffer stock. Hal itu membuat posisi pemerintah sangat lemah terhadap pelaku usaha,” ujar Hermanto.
Hermanto menuturkan, dalam beberapa kali kesempatan, pihaknya menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya memiliki tempat pengolahan CPO. Dengan demikian, jika harga TBS jatuh, pemerintah dapat langsung membelinya dan menjadi buffer stock. Hal tersebut dapat diwujudkan, antara lain, dengan memberi penugasan kepada BUMN.
Dikutip dari situs Kementerian Koperasi dan UKM, Kamis (26/5/2022), pemerintah tengah menyiapkan sejumlah koperasi petani sawit di seluruh Indonesia untuk membangun pabrik minyak sawit mentah. Hal itu sebagai upaya mengambil bagian dalam rantai pasok minyak sawit dalam negeri, yang juga inisiatif dari kelompok petani sawit swadaya.
Pembenahan tata kelola industri sawit dari hulu ke hilir, kata Hermanto, perlu dilakukan. Selain agar pemerintah memiliki kendali dalam menentukan harga minyak sawit dan turunannya, upaya itu juga untuk menjaga harga TBS di tingkat petani.
Pemerintah seharusnya memiliki tempat pengolahan CPO. Dengan demikian, jika harga TBS jatuh, pemerintah dapat langsung membelinya dan menjadi buffer stock.
Berkaitan dengan tata kelola sawit, ia menyoroti posisi Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian yang masih diisi oleh pelaksana tugas (plt). ”Seharusnya pemerintah bisa membaca itu. Apabila sifatnya sementara, tidak ada kewenangan absolut, dalam arti seorang plt tidak bisa menjalankaan tupoksi yang diamanatkan padanya dengan leluasa,” katanya.
Beban
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung, saat dihubungi pada Kamis, mengatakan, pihaknya berharap pemerintah bergerak cepat atas situasi yang menimpa petani sawit. Anjloknya harga TBS petani swadaya hingga 72 persen dibandingkan sebelum ada larangan ekspor CPO itu merupakan pukulan berat.
Sementara itu, harga TBS petani bermitra saat ini Rp 2.010 per kg atau anjlok 52 persen dibandingkan harga sebelum adanya larangan ekspor CPO. Harga ini juga 24 persen di bawah harga yang ditetapkan dinas perkebunan. Adapun harga pokok produksi TBS petani saat ini Rp 2.000-Rp 2.250 per kg.
”Yang menjadi masalah utama adalah terlampau besar dan beratnya beban ekspor CPO Indonesia, seperti bea keluar, pungutan ekspor, DMO, DPO, dan terakhir adalah flush out. Pihak perusahaan CPO melemparkan beban tersebut ke harga TBS petani,” ujar Gulat.
Oleh karena itu, Apkasindo bersama 146 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki perkebunan sawit memohon kepada Presiden Joko Widodo dan para menteri terkait untuk mencabut sejumlah peraturan yang membebani ekspor CPO. Hal itu khususnya terkait kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (DMO), harga yang ditetapkan (DPO), dan flush out atau program percepatan ekspor. Sementara terkait bea keluar dan pungutan ekspor, pihaknya sepakat agar hal itu dipertahankan.
Pasalnya, beban-beban yang diberikan pemerintah untuk ekspor CPO tersebut pada akhirnya ditanggung para petani. ”Saya kira itu berlaku umum untuk semua produk, apa pun. Bahwa sektor hululah yang akan mengemban beban semua biaya yang keluar di tingkat hilir,” ucapnya.
Yang menjadi masalah utama adalah terlampau besar dan beratnya beban ekspor CPO Indonesia, seperti bea keluar, pungutan ekspor, DMO, DPO, dan terakhir adalah flush out. Pihak perusahaan CPO melemparkan beban tersebut ke harga TBS petani.
Menurut Gulat, pihaknya memahami tujuan sejumlah persyaratan yang ditetapkan terkait ekspor CPO, bahwa negara memerlukan dana dari kegiatan ekspor komoditas kelapa sawit untuk mengisi kas APBN. Namun, pihaknya berharap ada kelonggaran dulu untuk saat ini karena situasi tidak sedang baik-baik saja. Para petani sawit rakyat amat terdampak dengan kebijakan itu.
Apkasindo juga sepakat bahwa petani sawit harus segera masuk ke hilirisasi. ”Baik itu pabrik kelapa sawit maupun minyak goreng, khususnya di sentral perkebunan sawit. Kami juga akan lebih intens bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu koperasi sawit dalam mendirikan pabrik minyak sawit merah,” katanya.
Saat dikonfirmasi soal upaya Kementerian Pertanian terkait situasi yang tengah mengimpit petani sawit akibat jatuhnya harga TBS, Plt Dirjen Perkebunan Kementan Ali Jamil dan Sekretaris Ditjen Perkebunan Kementan Heru Triwidarto, hingga Kamis malam, belum memberi respons.
Sebelumnya, pemerintah menggulirkan program percepatan ekspor CPO dan produk turunannya dengan memberikan insentif. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, Jumat (10/6/2022), menyatakan, program itu juga bertujuan mengangkat harga tandan buah segar sawit di tingkat petani (Kompas, 11/6/2022).