Perdalam Pasar Keuangan untuk Dorong Pemulihan Ekonomi
Pasar keuangan Indonesia yang relatif dangkal membuat alternatif sumber pendanaan jangka panjang masih amat terbatas. Selain itu, sektor keuangan juga rentan terhadap risiko global.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pendalaman pasar keuangan dipandang perlu terus dilakukan untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia dari potensi guncangan global dan meneruskan pemulihan ekonomi dalam negeri. Pasar keuangan Indonesia masih dangkal sehingga reformasi di sektor keuangan krusial untuk meningkatkan kedalamannya.
Hal tersebut mengemuka dalam laporan Bank Dunia berjudul ”Indonesia Economic Prospects (IEP), Financial Deepening for Stronger Growth and Sustainable Recovery” yang dirilis Rabu (22/6/2022). Laporan itu menyebutkan, sektor keuangan memainkan peranan penting dalam mempertahankan momentum pemulihan dari pandemi Covid-19 dan menciptakan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Country Director World Bank Indonesia & Timor Leste Satu Kahkonen mengatakan. berbagai respons kebijakan ekonomi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi Covid-19 perlu diapresiasi. Salah satunya adalah kebijakan fiskal yang responsif dialokasikan untuk kesehatan, bantuan sosial, serta kebijakan moneter yang longgar untuk merangsang pemulihan ekonomi.
Namun, masih ada aspek pembenahan yang perlu dilakukan agar menciptakan pemulihan ekonomi berkelanjutan, yakni pendalaman pasar keuangan. ”Dalam ekonomi modern, keuangan jadi tulang punggung ekspansi kegiatan ekonomi. Pendalaman pasar keuangan bisa menjaga stabilitas dari risiko global dan mendorong pemulihan serta pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” ujar Kahkonen dalam peluncuran laporan itu, Rabu.
Pendalaman pasar keuangan bisa menjaga stabilitas dari risiko global dan mendorong pemulihan serta pertumbuhan ekonomi jangka panjang,
Sektor keuangan Indonesia masih tergolong dangkal. Mengutip laporan ini, total aset industri keuangan Indonesia baru setara dengan 77 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan aset sektor keuangan di negara tetangga, seperti Filipina, yang sebesar 121 persen terhadap PDB, Thailand 259 persen, dan Malaysia 284 persen.
Indikator lain, sebanyak 95 juta orang atau dua per tiga orang dewasa di Indonesia tidak memiliki akun atau rekening pada lembaga jasa keuangan. Hal ini juga menunjukkan penetrasi sektor keuangan masih sangat rendah.
Pasar keuangan yang dangkal ini membuat pemangku kebijakan tidak memiliki banyak alternatif sumber pendanaan. Padahal, kebutuhan dana tidaklah sedikit untuk membawa Indonesia mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDG’s).
Sebagian besar pendanaan di Indonesia masih mengandalkan perbankan. Padahal, kemampuan perbankan juga terbatas. Lembaga keuangan nonbank, seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi, juga belum berkontribusi besar terhadap penyediaan pembiayaan.
Hingga saat ini, seperti disebutkan dalam laporan itu, sektor keuangan Indonesia masih terlalu kecil, terlalu mahal dan rentan terpapar risiko global untuk mendanai kebutuhan pembangunan dan tujuan keberlanjutan Indonesia secara memadai. Karena basis investor dalam negeri tidak mampu menyediakan pembiayaan jangka panjang, pendanaan asing cenderung memainkan peranan penting. Hal ini membuat Indonesia rentan terhadap guncangan eksternal.
Karena basis investor dalam negeri tidak mampu menyediakan pembiayaan jangka panjang, pendanaan asing cenderung memainkan peranan penting. Hal ini membuat Indonesia rentan terhadap guncangan eksternal.
Lead Financial Sector Economist World Bank Indonesia dan Timor Leste Francesco Strobbe mengatakan, untuk memperdalam sektor keuangan di Indonesia, perlu dilakukan reformasi di sektor ini. Laporan ini menyebutkan tiga pilar reformasi keuangan yang dapat dilakukan. Tiga pilar itu adalah meningkatkan permintaan dan penawaran pembiayaan, meningkatkan alokasi sumber daya melalui sektor keuangan, dan meningkatkan kapasitas untuk menahan guncangan finansial dan nonfinansial.
Laporan ini juga memberikan target sasaran reformasi, baik dalam jangka pendek, yakni sampai dengan 1 tahun, maupun jangka menengah, yakni 1-3 tahun. Pembenahan antara lain memperluas literasi dan inklusi keuangan serta pengembangan layanan jasa keuangan digital sehingga bisa menjangkau segmen-segmen yang sebelumnya tidak bisa mengakses keuangan. Selain itu, juga ada aspek penguatan perlindungan konsumen serta penguatan efektivitas pengawasan sektor jasa keuangan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sepakat, pendalaman sektor keuangan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Langkah yang sudah dan akan terus dilakukan BI adalah membangun infrastruktur pasar uang agar saling terintegrasi dengan sistem pembayaran terus mendorong inovasi sistem pembayaran agar terbangun interoperabilitas dan saling terkoneksi.
”Kami akan terus-menerus berupaya memperdalam sektor keuangan dan mengembangkan infrastruktur pendukung pendalaman sistem keuangan ini,” ujar Perry.
Literasi dan kredibilitas
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman mengatakan, kedangkalan pasar keuangan Indonesia terjadi lantaran masih rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. ”Pemahaman yang rendah ini membuat kesadaran dan dorongan untuk mengakses layanan jasa keuangan masih rendah. Pada skala luas, ini membuat pasar keuangan Indonesia menjadi dangkal,” ujar Abdurohman.
Senada dengan Abdurohman, Penasihat Khusus Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Reza Siregar mengatakan, literasi keuangan harus terus diperluas ke segmen-segmen umum, seperti ibu rumah tangga, pelajar, bahkan pelaku industri keuangan itu sendiri.
Tak hanya soal literasi, Reza menjelaskan, masih dangkalnya sektor keuangan juga disebabkan lunturnya kredibilitas lembaga jasa keuangan di mata publik. Berbagai kasus yang mendera lembaga jasa keuangan mencederai kepercayaan publik akan lembaga keuangan. Ia mengatakan, solusinya tak lain adalah meningkatkan efektivitas pengawasan dan juga memperluas literasi dan edukasi keuangan.
”Bila mereka sudah terliterasi, mereka akan tahu manfaat sekaligus risiko layanan jasa keuangan. Maka, muncul kesadaran dan kebutuhan untuk mengakses layanan jasa keuangan,” ujar Reza yang juga merupakan Senior Executive Vice President Indonesia Financial Group (IFG) Progress. Adapun IFG Progress adalah lembaga riset industri keuangan yang berada di bawah induk usaha lembaga keuangan BUMN, yakni IFG.