Kinerja sektor jasa keuangan yang terdiri dari pasar modal, industri perbankan, dan industri keuangan relatif stabil selama triwulan I-2022.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja industri jasa keuangan pada triwulan I-2022 menunjukkan pemulihan yang kuat. Namun, pelaku industri jasa keuangan tetap harus mewaspadai sejumlah faktor global yang berpotensi menimbulkan gejolak pasar keuangan di dalam negeri.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menjelaskan, membaiknya sektor jasa keuangan terindikasi dari terus menguatnya indeks pasar modal, meningkatnya fungsi intermediasi sektor perbankan, dan pulihnya industri keuangan nonbank.
”Hal tersebut tak terlepas dari terkendalinya pandemi sehingga meningkatkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional,” ujar Anto, pertengahan pekan ini.
Dari sektor pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah bertumbuh 6,04 persen sejak awal tahun. IHSG bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada perdagangan 24 Maret 2022 di level 7.049,68.
Penghimpunan dana di pasar modal juga terus menggeliat. Dana yang dihimpun dari penawaran umum saham, obligasi, dan sukuk hingga 29 Maret 2022 telah mencapai nilai Rp 47,6 triliun dengan penambahan sebanyak 15 emiten baru.
”Hal ini menunjukkan optimisme investor domestik dan global atas perekonomian Indonesia yang terus pulih,” ujar Anto.
Pengamat Pasar Modal yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Budi Frensidy, mengapresiasi kinerja sektor pasar modal selama tiga bulan pertama tahun ini.
”Pasar modal Indonesia terus bertumbuh beberapa tahun terakhir,” ujar Budi yang dihubungi pada hari Kamis (31/3/2022).
Ia memperkirakan IHSG bisa tumbuh 12 persen sepanjang tahun ini atau berada pada kisaran 7.300-7.500 pada akhir tahun 2022.
Optimisme tersebut didasari berbagai indikator ekonomi Indonesia yang relatif bagus selama ini, seperti pertumbuhan ekonomi yang positif, nilai tukar rupiah yang terjaga, dan tingkat inflasi yang terkendali. Tiga indikator ini, lanjut Budi, ikut menentukan kinerja bisnis dan performa keuangan emiten. Dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, emiten bisa meningkatkan laba dan mendorong pertumbuhan IHSG.
Terus bertumbuhnya pasar modal juga menjadi alternatif menarik bagi perusahaan untuk memperoleh pendanaan dari lantai bursa. Dengan tiga bulan pertama saja, sudah ada 15 emiten baru. Budi memprediksi bisa saja jumlah emiten baru hingga akhir tahun bisa mencapai 50 emiten.
Kendati demikian, Budi mengingatkan para pelaku industri keuangan tetap perlu mewaspadai ketegangan geopolitik dunia yang bisa memicu kenaikan inflasi. ”Ancaman inflasi itu bisa menciptakan ketidakstabilan sehingga berpotensi memicu gejolak di pasar modal,” ujar Budi.
Bank dan nonbank
Kinerja positif juga ditunjukkan oleh industri perbankan. Fungsi intermediasi perbankan pada Februari 2022 kembali mencatatkan tren positif dengan pertumbuhan kredit sebesar 6,33 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) per Februari 2022 tumbuh 11,11 persen secara tahunan.
Selain itu, kualitas dan risiko kredit perbankan yang tetap terjaga berkat kebijakan restrukturisasi kredit yang meringankan sektor riil juga menjaga kualitas kredit perbankan tetap positif. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) cenderung menurun menjadi 3,08 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengapresiasi kinerja sektor jasa keuangan yang relatif stabil. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang cukup efektif mengawal industri jasa keuangan melewati pandemi Covid-19.
”Kebijakan yang tepat ini membuat industri keuangan ini stabil kala pandemi. Ketika perekonomian sudah pulih, kebangkitannya bisa cepat terjadi,” ujar Piter, Kamis.
Namun, Piter mengatakan, OJK masih memiliki pekerjaan rumah di industri keuangan nonbank khususnya asuransi. Berbagai kasus dan skandal asuransi membuat kepercayaan masyarakat terhadap industri ini merosot.
Premi asuransi umum kembali terkontraksi pada Februari 2022 sebesar 3,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, premi asuransi jiwa juga masih terkontraksi 22,02 persen secara tahunan.
Kendati demikian, industri asuransi jiwa dan umum masih memiliki ketahanan permodalan yang mencukupi. Industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan rasio solvabilitas (risk based capital/RBC) masing-masing sebesar 535,72 persen dan 323,11 persen, jauh di atas ambang batas 120 persen.