Lima Pabrik Gula Bentuk Gapgindo, Genjot Produksi Gula Nasional
Lima perusahaan gula yang beroperasi kurang dalam lima tahun terakhir bergabung dan membentuk Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo). Produksi gula konsumsi nasional diharapkan meningkat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lima perusahaan produsen gula yang beroperasi kurang dari lima tahun di sejumlah daerah membentuk Gabungan Produsen Gula Indonesia atau Gapgindo. Dengan pabrik dan peralatan baru serta orientasi pada teknologi, kelima pabrik tersebut berupaya memberi kontribusi pada produksi gula nasional dan mengembalikan kejayaan gula Nusantara.
Kelima pabrik tersebut adalah PT Rejoso Manis Indo di Kabupaten Blitar dan PT Kebun Tebu Mas di Lamongan, Jawa Timur, serta PT Pratama Nusantara Sakti di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan; PT Muria Sumba Manis di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur; dan PT Prima Alam Gemilang di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Total investasi kelima pabrik gula tersebut Rp 20 triliun. Adapun kelima pabrik gula itu memiliki kapasitas giling tebu terpasang berkisar 8.000-12.000 ton per hari selama musim panen atau musim tebang tebu setiap tahunnya.
Kelima pabrik gula tersebut bakal beroperasi maksimal sesuai kapasitas giling terpasang pada tahun 2024 dengan tingkat rendemen 8-9 persen. Kelima pabrik itu juga disebut mampu memberi kontribusi produksi gula kristal putih sekitar 600.000 ton atau 20 persen dari produksi gula nasional. Sejauh ini, kelima pabrik itu menyerap tenaga kerja 40.000 orang.
Koordinator Musyawarah Nasional (Muas) I Gapgindo, Syukur Iwantoro, dalam jumpa pers yang digelar hibrida, di Jakarta, Kamis (9/6/2022), mengatakan, pendirian pabrik-pabrik gula berbasis tebu itu dalam upaya merespons imbauan Presiden Joko Widodo, beberapa tahun lalu, yakni mengenai pentingnya investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
”Salah satunya investasi pabrik gula berbasis tebu dan modern. Kelima pabrik ini sangat agresif pada teknologi. Kesamaan usia kami dan kesamaan berbagai permasalahan mulai dari membangun hingga produksi, hingga membentuk Gapgindo. Kami memandang wadah ini perlu bagi perusahaan-perusahaan gula baru ini,” kata Syukur.
Ia menambahkan, kelima pabrik Gapgindo memiliki pandangan yang sama akan pentingnya sumber daya. Mereka pun mendekati sentra-sentra kawasan tebu yang potensial dan tersebar. Kelimanya juga berada di daerah remote, baik di Indonesia bagian barat, tengah, hingga timur.
”Kelimanya memiliki pandangan sama dan obsesi yang sama, yakni menjadi mitra strategis pemerintah dalam rangka mengembalikan kejayaan gula Nusantara, terutama untuk mendukung program pemerintah memenuhi kebutuhan gula nasional dari produksi domestik,” kata Syukur.
Ia menambahkan, upaya itu dapat dilakukan melalui berbagai inovasi teknologi, baik di tingkat on farm maupun off farm. Upaya di level on farm, antara lain, penataan sistem irigasi, perbenihan, teknologi budidaya, dan penanganan panen tebu. Sementara upaya di off farm ditempuh melalui diversifikasi produk secara vertikal dan proses produksi yang aman serta ramah lingkungan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengemukakan, pemerintah mendukung terus membaiknya industri gula nasional. Bagaimanapun pertumbuhan ekonomi dikerjakan oleh semua pihak dan semua lini, termasuk melalui industri gula.
Efisiensi
Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengatakan, salah satu tantangan dan hambatan perkembangan pabrik gula nasional ialah efisiensi, terutama pada pabrik gula BUMN yang rendah. Selain itu, ada inefisiensi pada on farm karena kepras berulang, bibit serta pupuk tak memadai, serta tenaga kerja yang kian sulit dan mahal.
Tantangan lainnya ialah rasio antara luas areal tebu dan kapasitas terpasang jauh di bawah normal, yakni hanya 1,7 atau jauh di bawah ideal yang 2,5. ”Implikasinya terjadi perebutan tebu rakyat. Perluasan lahan yang bersih juga sulit,” ujar Khudori.
Ia menambahkan, gula menjadi bahan baku penting bagi industri makanan dan minuman yang memberi lapangan kerja lebih besar ketimbang usaha tani tebu rakyat. Oleh karena itu, ia menilai industri gula mestinya dijamin oleh kebijakan bahan baku yang murah dan mudah. Selain itu, perlu dijajaki pendirian clearing house (badan usaha) yang dapat mengintegrasikan kebijakan agar tak tercecer di kementerian/lembaga.