Ekonom: Konsumsi Lebih Dominan dalam Pembentukan Inflasi
Inflasi Mei 2022 dinilai para ekonom lebih dipengaruhi oleh kenaikan konsumsi rumah tangga. Inflasi merupakan gejala alami kenaikan konsumsi rumah tangga, buah dari aktivitas ekonomi yang menggeliat kembali.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena kenaikan konsumsi rumah tangga dinilai lebih dominan terjadi dalam pembentukan inflasi umum Mei 2022. Inflasi menjadi gejala alami hasil dari kenaikan konsumsi rumah tangga, buah dari aktivitas ekonomi yang menggeliat kembali.
Pada Kamis (2/6/2022), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, tingkat inflasi umum Mei 2022 mencapai 0,4 persen secara bulanan dan 3,55 persen secara tahunan. Adapun inflasi umum pada kalender tahun berjalan atau periode Januari-Mei 2022 mencapai 2,56 persen. Tingkat inflasi tersebut berada di kisaran target inflasi tahunan oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang 2-4 persen.
Komoditas yang berkontribusi besar terhadap inflasi bulanan itu, antara lain, tarif angkutan udara dengan andil 0,07 persen, telur ayam ras 0,05 persen, ikan segar 0,04 persen, dan bawang merah 0,04 persen. Sementara minyak goreng, yang berkontribusi terhadap inflasi April 2022 sebesar 0,19 persen, justru mengalami deflasi 0,01 persen pada Mei 2022.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, saat dihubungi Jumat (3/6/2022), mengatakan, kenaikan konsumsi rumah tangga (demand pull inflation) menjadi unsur yang lebih dominan dalam membentuk inflasi pada Mei 2022 ketimbang unsur kenaikan harga barang (cost push inflation). ”Dari data BPS bisa dilihat bahwa unsur pembentukan inflasi ini lebih condong didorong dari kenaikan konsumsi rumah tangga,” ujar Riefky.
Selain itu, tingkat inflasi inti tahun berjalan atau pada periode Januari-Mei 2022 telah mencapai 1,63 persen. Tingkat inflasi inti tahun berjalan ini bahkan sudah lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, yakni Januari-Mei 2019, yang mencapai 1,16 persen. Inflasi inti sering kali menjadi acuan untuk menggambarkan daya beli masyarakat. Sebab, perhitungannya menggunakan komponen fundamental, yakni penawaran dan permintaan.
Riefky menambahkan, inflasi pada dasarnya adalah cerminan kegiatan ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sudah mulai kembali ke level normalnya seperti sebelum pandemi, yakni di atas 5 persen. Hal ini tecermin pada pertumbuhan ekonomi triwulan I-2022 yang mencapai 5,01 persen secara tahunan. ”Semakin pulih ekonomi, maka inflasi juga akan naik dengan sendirinya,” ujar Riefky.
Ia menjelaskan, memang ada juga kontribusi kenaikan harga barang pada inflasi Mei 2022. Kenaikan harga barang terjadi pada komoditas pangan dan energi yang merupakan dampak dari ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang mengganggu rantai pasok global. Gangguan rantai pasok global membuat ketidakseimbangan permintaan dan penawaran yang menyebabkan kenaikan harga, khususnya komoditas energi dan pangan.
Namun, lanjut Riefky, inflasi yang dipicu kenaikan harga barang itu mencoba ditahan oleh pemerintah agar tidak bertambah tinggi. Secara khusus, kenaikan harga komoditas energi ditahan dengan kebijakan pemerintah memberikan subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk bahan bakar minyak (BBM). Dengan subsidi ini, masyarakat masih bisa membeli BBM di bawah harga keekonomiannya sehingga menahan laju inflasi.
”Secara sederhana, ini seperti pemerintah ’membeli inflasi’. Instrumen fiskal digerakkan untuk menahan laju inflasi dengan memberikan subsidi ke komoditas energi melalui APBN,” ujar Riefky.
Periode ke depan
Meski mengapresiasi kreativitas pemerintah untuk menahan inflasi kenaikan harga barang agar tidak terus bertambah dengan cara memberikan subsidi komoditas energi, Riefky mengatakan, hal itu tidak bisa dilakukan terus-menerus. Sebab, ruang fiskal tidak bisa terus tersedia untuk subsidi.
Ia menjelaskan, inflasi kini telah menjadi tren global dan melanda sejumlah negara dunia. Cepat atau lambat, pemerintah perlu melepas subsidi itu dan membiarkan inflasi berjalan sebagaimana mestinya. ”Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar inflasi itu tidak melaju begitu cepat sehingga overheating,” ujar Riefky.
Saat dihubungi secara terpisah, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman meyakini, inflasi akan terus melaju pada semester kedua hingga akhir tahun ini. Seperti halnya Riefy, Faisal berpendapat bahwa inflasi akan lebih didorong oleh kenaikan permintaan atau konsumsi rumah tangga masyarakat.
”Permintaan masyarakat meningkat seiring dengan makin terbukanya mobilitas, aktivitas ekonomi, serta peredaran uang di masyarakat,” ujar Faisal.
Ia mengatakan, selain memberikan subsidi pada komoditas energi, pemerintah juga bisa menahan laju inflasi dengan tidak menaikkan harga-harga seperti harga gas dan tarif listrik. Sebab, hal itu mendongkrak inflasi dari unsur harga yang ditentukan pemerintah atau administered price. Sampai akhir tahun, pihaknya memprediksi inflasi pada level 4,6 persen.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (31/5/2022), Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, sampai akhir tahun, inflasi diperkirakan sedikit lebih tinggi dari batas atas. Ia menjelaskan, potensi inflasi yang melebihi perkiraan ini didorong oleh kenaikan harga-harga energi dan pangan akibat ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan terganggunya rantai pasok perdagangan, memberikan tekanan inflasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
”Jadi, memang kecenderungan inflasi ini akan meningkat. Untuk perkiraan kami, ke depan, di akhir tahun ini kemungkinan inflasi sedikit di atas sasaran, yaitu 4,2 persen secara tahunan (yoy),” kata Perry.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai asumsi inflasi dalam rentang 2 hingga 4 persen masih cukup realistis.
”APBN akan tetap menjalankan fungsinya sebagai shock absorber (peredam gejolak) di sepanjang tahun ini hingga tahun depan. Upaya ini telah ditempuh melalui usulan penambahan anggaran subsidi dan kompensasi yang ditujukan agar pemulihan ekonomi tetap terjaga dan inflasi dapat dikendalikan,” ujar Sri Mulyani.