Mata Uang Digital Bank Sentral Kian Dinanti untuk Imbangi Perdagangan Aset Kripto
Makin pesatnya perdagangan aset kripto yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran di dunia digital membuat publik menantikan bank sentral mengeluarkan mata uang digital bank sentral.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demam pengembangan dunia digital dan perdagangan aset kripto melanda tak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Bank sentral, sebagai otoritas pengendali peredaran uang, perlu berinovasi dan merilis mata uang digital untuk mengimbangi peredaran mata uang digital dan aset kripto yang telah lebih dahulu menyebar.
Hal tersebut mengemuka dalam seminar virtual bertajuk ”Sistem Pembayaran Digital Lintas Negara dan Pengembangan Mata Uang Digital Bank Sentral” yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Kamis (19/5/2022).
Hadir sebagai pembicara Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Ryan Rizaldy, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi, peneliti yang juga Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, dan Direktur Utama LPPI Mirza Adityaswara.
Esther Sri Astuti menjelaskan, perdagangan aset kripto dan mata uang digital lainnya terus berkembang pesat. Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada 2020 sebesar Rp 64,9 triliun dan meningkat menjadi Rp 859 triliun pada 2021.
Mengutip Global Crypto Adaptation Index 2021, Indonesia menduduki posisi ke-25 dari 154 negara yang diteliti. Indeks ini memberi gambaran sejauh mana penggunaan ataupun transaksi perdagangan aset kripto di suatu negara. Adapun indeksi dihitung berdasarkan total nominal dan volume perdagangan dan aktivitas kripto.
Di sisi lain, BI bersikap bahwa aset kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Adapun alat pembayaran yang sah di Indonesia hanyalah rupiah. Aset kripto dipandang sebagai aset yang diperjualbelikan dan bukan sebagai alat pembayaran.
Berbagai kondisi ini, kata Esther, memberi tekanan pada bank sentral di seluruh Indonesia, termasuk BI, untuk berinovasi dan merilis mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC).
Ia menjelaskan, jika suatu bank sentral suatu negara menerbitkan mata uang digital, pemerintah negara itu akan menganggapnya sebagai alat pembayaran yang sah seperti halnya mata uang fiat atau mata uang resmi yang kita ketahui saat ini seperti rupiah, dollar AS, dan lain-lain.
Selain itu, bila suatu negara ini mewujudkan cita-cita sebagai negara yang warganya bertransaksi tanpa uang tunai (cashless society), uang digital resmi dari bank sentral bisa menjadi alternatif yang kredibel.
”Tekanan bagi pemerintah untuk mengadopsi mata uang digital bank sentral kuat karena pasar mata uang digital ini sedang meningkat pesat. Dengan menerbitkan mata yang digital bank sentral, akan memberi pemerintah keunggulan dalam persaingan di dunia ini,” ujar Esther.
Pengertian mata uang digital bank sentral secara sederhana adalah bentuk elektronik dari uang yang dirilis bank sentral secara resmi dan dapat digunakan warga untuk melakukan pembayaran dan menyimpan nilai di dunia digital.
Ryan menjelaskan, saat ini ada sekitar 100 bank sentral di seluruh dunia yang tengah mempelajari teknologi, metode, hingga potensi manfaat dan risiko dari mengadopsi mata uang digital bank sentral. Semua bank sentral itu baru pada tahap penataan konsep hingga eksperimen sederhana penggunaan mata uang digital bank sentral.
Baru hanya ada satu negara saja di dunia, yakni Bahama, kata Ryan, yang sudah menggunakan mata uang digital bank sentral, yakni sand dollar, sebagai mata uang yang sah di negara tersebut.
Ryan menambahkan, pihaknya sadar betul bahwa tekanan kebutuhan akan mata uang digital akan terus meningkat seiring makin berkembangnya dunia digital. ”Desakan kepada bank sentral untuk merilis mata uang digital bank sentral itu sama halnya dengan pertanyaan kepada produsen mobil untuk merilis mobil listrik,” ujarnya.
Penggunaan CBDC
Ryan menganologikan, saat ini dunia tengah terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah dunia fisik/tradisional seperti yang kita ketahui saat ini dan yang kedua adalah dunia digital. Adapun yang dimaksud dunia digital adalah dunia rekaan atau maya, seperti metaverse, yang mana di dalamnya terdapat fungsi-fungsi dunia tradisional yang diadopsi ke dunia digital, seperti pembayaran mata uang. Di dalam dunia digital, transaksi pembayaran tidak bisa lagi menggunakan uang kertas, logam, ataupun transfer dari perbankan umum, teta[i harus menggunakan uang digital.
”Di sinilah mata uang digital bank sentral bisa mengambil peran,” ujar Ryan.
Ia menjelaskan, mata uang bank sentral yang akan dikembangkan BI bernama digital rupiah. Adapun pengembangan digital rupiah ini masih terus digodok konsep dan pemanfaatannya sehingga belum bisa dibeberkan seperti apa kelak bentuk mata uang digital Indonesia ini.
Namun, ia menjelaskan kerangka kerja pengembangan mata uang digital rupiah ini memiliki tiga tujuan atau obyektif. Yang pertama adalah menjadikan digital rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Adapun tujuan kedua adalah menjadikan digital rupiah mendukung pelaksanaan tugas BI di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran era digital. Tujuan ketiga adalah menjadikan digital rupiah sebagai pendukung pengembangan inovasi keuangan digital.
Dedy menjelaskan, pengembangan dan pemanfaatan mata uang digital bank sentral itu kelak harus diimbangi pembangunan infrastruktur teknologi yang menyeluruh di seluruh penjuru Tanah Air. Ini agar seluruh warga masyarakat kelak bisa memanfaatkannya.