BI Gelar Lomba Pengembangan Mata Uang Digital Bank Sentral
TechSprint adalah ajang kompetensi inovasi teknologi yang merupakan bagian dari kegiatan G20. Tema perlombaan kali ini mengenai pengembangan mata uang digital bank sentral (CBDC).
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia dan Bank International Settlement atau BIS Innovation Hub menggelar G20 Techsprint Initiative 2022. Ajang yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan G20 presidensi Indonesia ini merupakan kompetisi untuk menggali inovasi pengembangan solusi teknologi termutakhir. Lomba ini mengangkat tema terkait mata uang digital bank sentral (central bank digital currencies/CBDC).
Pada acara peluncuran TechSprint CBDC, secara virtual, Senin (25/4/2022), Kepala Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendrata menjelaskan, ajang ini merupakan implementasi dari salah satu agenda utama presidensi Indonesia di G20, yakni pengembangan sistem pembayaran era digital.
Ajang TechSprint ini adalah yang ketiga dilakukan dalam rangkaian kegiatan G20. Dua ajang sebelumnya diinisiasi bank sentral Arab Saudi pada 2020 dan bank sentral Italia pada 2021.
Ia menjelaskan, total hadiah lomba ini 369.000 dollar AS atau sekitar Rp 5,35 miliar. Selain mendapatkan hadiah uang, Filianingsih menjelaskan, pemenang lomba akan mendapatkan keistimewaan dapat ikut terlibat dan berinteraksi dengan para pengambil kebijakan terkait CBDC.
Para peserta lomba terbuka bagi praktisi teknologi, ekonom, praktisi keuangan digital, dan semua kalangan tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga seluruh dunia. Hasil inovasi dari ajang ini dan para pemenang lomba akan diumumkan dalam salah satu rangkaian acara G20 dalam beberapa bulan ke depan.
Urgensi
Filianingsih menjelaskan, pemilihan subyek lomba pengembangan CBDC ini tak lepas dari perhatian bank sentral dan pegiat teknologi di seluruh dunia yang tengah menjadikan hal ini sebagai salah satu prioritas pengembangan. Ini masih terkait dengan makin berkembangnya teknologi sehingga memunculkan alternatif baru sistem pembayaran digital.
”Hal ini berangkat dari munculnya kebutuhan akan sebuah instrumen keuangan atau kelas aset yang bisa melindungi aset dari sisi privasi dan keamanan data,” ujar Filianingsih.
CBDC atau mata uang digital bank sentral adalah jenis mata uang baru yang masih dalam pengembangan oleh berbagai pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia. Yang membedakan CBDC dari mata uang biasa adalah CBDC dapat menggunakan teknologi sistem pembayaran baru, biasanya menggunakan blockchain, untuk meningkatkan potensi efisiensi pembayaran dan menurunkan biaya.
Sebagian besar negara baru mulai mengeksplorasi gagasan, seperti bentuk dollar digital AS atau rupiah digital milik Pemerintah Indonesia. Beberapa negara ambisius, seperti China dengan yuan digital dan Korea Selatan, telah menyelesaikan tahap demo dan sedang menguji coba teknologinya. Namun, CBDC belum diterapkan dalam skala besar.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, bank sentral di seluruh dunia tengah berdiskusi menciptakan bagaimana konsep ideal dari CBDC. Diskusi yang berkembang, antara lain, teknologi seperti apa yang akan digunakan, apakah menggunakan teknologi blockchain atau seperti apa. Pembahasan yang tak kalah adalah bagaimana kelak dampaknya pada kebijakan moneter dunia ketika CBDC sudah beredar untuk publik.
Perry menjelaskan, CBDC kelak harus memenuhi kaidah 3I, yaitu integration, interoperability, dan interconnectivity. CBDC harus menjadi alternatif sistem pembayaran yang terintegrasi dengan sistem lainnya, bisa digunakan di berbagai saluran, dan tersambung dengan instrumen pembayaran lainnya.
Selain itu, Perry mengatakan, kemunculan CBDC kelak diharapkan menghadirkan solusi dari berbagai permasalahan saat ini, seperti menghilangkan risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dengan penggunaan teknologi digital, kata Perry, diharapkan CBDC bisa dilacak melalui sistem tertentu sehingga mencegah berbagai tindak kejahatan itu.
”Melalui G20 TechSprint 2022, kami bermaksud mendorong dan mengajak komunitas tingkat internasional untuk menyampaikan solusi yang paling praktis dalam merancang dan mengimplementasikan CBDC,” ujar Perry.
General Manager BIS Agustin Carsten menjelaskan, terdapat keniscayaan bahwa CBDC memiliki banyak potensi untuk mendukung kepentingan publik di era uang digital ini. Kepercayaan masyarakat pada uang merupakan perekat sistem keuangan.
”Karena itu, seiring kemajuan teknologi, bank sentral harus memastikan bahwa sistem moneter secara fundamental tetap berlaku sebagai barang publik, termasuk harus menjaga stabilitasnya,” ujar Agustin.