Pembangunan Pipa Gas Cirebon-Semarang Dimulai Tahun Ini
Pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang tahap I ditargetkan dimulai tahun ini dengan dana dari APBN. Proyek yang dilelang tahun 2006 itu dikembalikan ke pemerintah tahun 2020 karena dinilai tidak ekonomis.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah melalui pengembalian dari pemenang lelang kepada pemerintah, pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang tahap I atau ruas Semarang-Batang ditargetkan bakal dimulai tahun ini dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Gas yang dialirkan bakal dimanfaatkan, antara lain, untuk memenuhi kebutuhan kawasan industri di Jawa Tengah.
Koordinator Pembangunan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sugiarto mengatakan, pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) akan menyambungkan gas bumi Jawa Tengah-Jawa Barat. Saat ini Sumatera-Jabar tersambung, begitu juga Jawa Timur hingga Semarang. Namun, Jateng-Jabar belum.
Menurut Sugiarto, sejumlah kawasan industri di Jateng, seperti Kawasan Industri (KI) Kendal dan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, yang sedang dibangun sudah berkomitmen menyerap gas. Ke depan, sejumlah kawasan industri di Jateng, termasuk Kawasan Industri Brebes, akan membutuhkan gas 163 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
”Tahap I, Semarang-Batang, sepanjang 62 kilometer dengan pipa diameter 20 inci, insya Allah kami bangun tahun ini dengan dana APBN tahun jamak 2022-2023. Selain KI Kendal dan KIT Batang, juga untuk jaringan gas,” ujarnya dalam Migas Goes to Campus Special Edition G20 ”Gas Bumi untuk Indonesia” yang disiarkan pada Senin (9/5/2022).
Sementara untuk tahap II, ruas Batang-Cirebon dengan panjang 181 km, belum diputuskan, apakah dengan APBN atau skema lain, seperti kerja sama pemerintah dan badan usaha atau lelang badan usaha. Pemerintah fokus pada tahap I yang lebih mendesak ketimbang Cisem tahap II. Adapun total panjang Cisem 243 km.
Menurut Sugiarto, proyek itu sudah dilelang oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas sejak 2006 dan telah ditentukan pemenangnya. Namun, pada akhir 2020, dikembalikan lagi ke pemerintah karena, berdasarkan perhitungan oleh badan usaha, proyek itu dinilai tidak ekonomis. ”Maka, pemerintah mengambil alih pembangunannya dengan APBN,” ujarnya.
Berdasarkan analisis permintaan, ujarnya, pada 2038-2050 atau periode puncak, akan dibutuhkan pasokan gas 235,4 MMSCFD di ruas tersebut. Jumlah itu terdiri dari 163 MMSCFD untuk kawasan industri di Jateng; 45 MMSCFD untuk Refinery Development Master Plan (RDMP) Balongan, Indramayu; dan 27,4 MMSCFD untuk jaringan gas rumah tangga.
Koordinator Penyiapan Program Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Rizal Rizal Fajar Muttaqin menuturkan, neraca gas Indonesia 2022-2030 terbagi ke beberapa region. Region I mencakup Aceh-Sumut, sementara region II Sumatera bagian selatan tengah-Kepulauan Riau-Jabar, region III-IV Jateng dan Jatim, region V Kalimantan-Bali, dan region VI Sulawesi-Maluku-Papua.
Dalam 10 tahun ke depan, neraca gas Indonesia diperkirakan surplus sekitar 1.715 MMSCFD. ”Secara nasional, perkiraan kebutuhan gas Indonesia hingga 2030 dapat dipenuhi dengan pemanfaatan proyek dan suplai potensial,” kata Rizal.
Adapun pada 2021, pemanfaatan gas bumi untuk domestik mencapai 64,3 persen dari total produksi. ”Sebagian besar untuk pupuk, industri, dan kelistrikan,” ujarnya.