Tak Soal Belum Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Meski belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri, gim-gim besutan anak bangsa telah mendapatkan sebagian ceruk pasar gim global. Dua pertiga ulasan gim lokal berasal dari ”gamer” internasional.
Akmal Alfarezi (20) mengunduh gim bergenre adventure point-and-click puzzle berjudul When The Past Was Around pada telepon pintar berbasis android miliknya. Akmal berniat memainkan gim ini untuk membunuh waktu sembari menunggu saat berbuka puasa pada hari-hari akhir bulan Ramadhan tahun 2022.
Ia terpapar sebuah ulasan gim di media sosial yang menyebut gim garapan dua studio lokal, yakni Toge Productions dan Mojiken Studio, ini menyampaikan alur cerita melalui sebuah narasi yang amat menyentuh, dipadu dengan visualisasi yang memanjakan mata para pemainnya.
Namun, di luar ekspektasinya sebagai orang yang terbiasa bermain gim bergenre battle royale, seperti PUBG Mobile, atau multiplayer online battle arena (MOBA), seperti Mobile Legends, Akmal merasa jenuh ketika baru menyelesaikan babak prolog dari gim When The Past Was Around.
Pada akhirnya, Akmal kembali mabar (main bareng) bersama teman-temannya secara daring. Mereka memainkan gim populer Mobile Legends garapan pengembang gim raksasa yang berbasis di Shanghai, China, Moonton Games, hingga waktu berbuka puasa tiba.
Cerita Akmal merupakan sebuah gambaran mikro dari sebuah ekosiitem pasar gim lokal yang masih didominasi oleh produk gim asing. Asosiasi Game Indonesia (AGI) mencatat, produsen gim lokal hanya menikmati 2 persen dari total peredaran gim di Tanah Air. Adapun 98 persen ceruk pasar gim nasional diambil oleh produsen gim asing.
Disrupsi digital pada industri gim membuat industri ini tidak punya batasan ( borderless) dari sisi distribusi ataupun pemasaran produk. Artinya, seluruh produsen gim di belahan bumi mana pun dapat menjual produknya di setiap pasar gim yang ada di dunia. (Asosiasi Game Indonesia)
Wakil Presiden AGI Adam Ardisasmita, saat berbincang bersama Kompas, Sabtu (2/4/2022), mengatakan bahwa disrupsi digital pada industri gim membuat industri ini tidak punya batasan (borderless) dari sisi distribusi ataupun pemasaran produk. Artinya, seluruh produsen gim di belahan bumi mana pun dapat menjual produknya di setiap pasar gim yang ada di dunia.
Satu platform penjualan gim digital, baik untuk PC (komputer personal), konsol, maupun mobile, memfasilitasi penjualan seluruh gim garapan pengembang di seluruh dunia. Ekosistem ini membuat para pengembang gim lokal yang masih ”seumur jagung” mesti bersaing secara terbuka dengan para pengembang gim raksasa yang sudah ada di industri gim selama puluhan tahun.
”Analoginya adalah tim bola dari kompetisi RT/RW harus bertanding melawan tim-tim yang sudah langganan bermain di Liga Champions Eropa. Jadi untuk bisa bersaing, industri gim kita masih butuh waktu untuk pengembangan talenta dan pematangan ekosistem,” kata Adam.
Terkait industri gim dan kompetensi pengembang dalam negeri, Indonesia baru mulai mengembangkan industri ini sekitar 15 tahun belakangan. Situasi ini jauh berbeda apabila dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang yang telah memulai industri gim sejak 1970-an dan Amerika Serikat (AS) yang memulainya dari 1960-an.
Berdasarkan data Newzoo, perusahaan penyedia data terkait industri gim dan e-sport yang bermarkas di Belanda, nilai pangsa pasar gim Indonesia pada 2021 mencapai 1,92 miliar dollar AS, atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar dollar AS. Angka ini diproyeksikan akan terus merangkak naik dan menembus 2,5 miliar dollar AS pada tahun 2025.
Adapun secara global, nilai perputaran uang di pasar gim dunia di tahun yang sama mencapai 175,8 miliar dollar AS. Nilai tersebut didominasi pasar regional Amerika Utara yang nilainya mencapai 88,2 miliar dollar AS.
Tuan rumah
Dari sudut pandang pelaku industri, Adam yang juga menjabat sebagai CEO Arsanesia, studio gim lokal yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, menilai ceruk pasar gim nasional yang baru dinikmati 2 persen oleh para pembuat konten lokal bukan hal yang sepenuhnya buruk dari sisi bisnis.
Walaupun para pelaku industri gim nasional belum menjadi tuan rumah di rumah sendiri, para pengembang gim dalam negeri pada dasarnya memang memiliki perspektif pengembangan gim yang ditujukan untuk ceruk pasar global, yang belum tersentuh oleh para pengembang gim raksasa.
Industri gim yang borderless, lanjut Adam, membuat pengembang gim lokal bisa mengandalkan pasar internasional sebagai target pasar produk mereka. ”Secara hitung-hitungan bisnis, menggarap pasar dengan potensi lebih dari 170 miliar dollar AS akan lebih menguntungkan ketimbang fokus untuk menggarap pangsa pasar senilai 1,7 miliar dollar AS,” ujarnya.
Baca juga: "Coffee Talk” dan Asa Industri Gim Lokal
Pengembang gim dalam negeri umumnya memiliki perspektif pembuatan gim yang memiliki target khalayak yang lebih spesifik. Adam mengatakan, gim-gim buatan pengembang gim lokal yang laku di pasar global umumnya punya kelebihan utama dari sisi artistik, baik secara visual maupun alur cerita, sambil menyisipkan kearifan lokal.
”Hal yang harus dipahami para developer gim lokal adalah mereka harus fokus untuk mencari niche market (ceruk pasar) mereka masing-masing. Developer lokal harus mengetahui pasar yang tepat yang bisa mereka masuki,” ujarnya.
Di sisi lain, karakteristik gamers di Indonesia cenderung bersifat komunal sehingga lebih menyukai gim yang dapat dimainkan secara bersama-sama atau multiplayer. Gim jenis ini memerlukan pengelolaan secara berkelanjutan sehingga lebih banyak dikembangkan oleh pengembang gim dengan modal raksasa.
Adapun dari sisi platform, pemain gim di Indonesia didominasi pengguna mobile, berbanding terbalik kebiasaan para pengembang gim lokal yang lebih nyaman menyalurkan gim mereka untuk platform PC ataupun konsol.
Dengan begitu, bukanlah hal bijaksana dari segi bisnis apabila para pengembang gim lokal memaksakan diri membuat produk yang bisa diterima di pasar lokal pada saat terdapat ceruk permintaan di pasar global yang potensinya masih sangat besar.
”Saat ini kecenderungan gim lokal sangat jarang dimainkan oleh para pemain dari Indonesia. Bahkan berdasarkan data dari AGI, reviewer pengembang gim lokal dua pertiga di antaranya justru datang dari pengguna luar negeri,” kata Adam.
Hal yang harus dipahami para developer gim lokal adalah mereka harus fokus untuk mencari niche market (ceruk pasar) mereka masing-masing. Developer lokal harus mengetahui pasar yang tepat yg bisa mereka masuki. (Adam Ardisasmita)
Tren dominasi segmen pasar gim mobile di atas segmen PC dan konsol yang terjadi di Indonesia sebenarnya juga terjadi di dunia. Kembali ke data Newzoo, dari 175,8 miliar dollar AS nilai pangsa pasar gim dunia, 52 persen atau 90,6 miliar dollar AS beredar di segmen gim telepon pintar atau sabak digital (tablet).
Baru setelah itu, 28 persen atau 49,2 miliar dollar AS beredar di segmen konsol. Sementara kue terkecil sebanyak 20 persen atau 35,9 miliar dollar AS dinikmati segmen PC.
Kearifan lokal
Digital Happiness merupakan salah satu pengembang gim lokal yang berhasil memopulerkan karyanya di pasar global. Beberapa judul gim yang berhasil dikembangkan sejak 2014 dan sukses mencuri perhatian, yaitu gim bertema horor DreadOut series : DreadOut, DreadOut: Keepers of The Dark, DreadEyeVR, dan DreadOut 2. Bahkan pada 2019, DreadOut berhasil menjadi gim lokal pertama yang diadaptasi ke layar lebar dan tayang di Netflix SEA.
CEO Digital Happiness Rachmad Imron mengatakan, dalam proses pengembangan gim, perusahaannya lebih mengedepankan kearifan lokal sebagai nilai tambah produk. Ia mengakui kalau dibandingkan dengan para pengembang gim asing global, kompetensi para pengembang gim lokal masih jauh tertinggal, baik dari sisi investasi, pemasaran, pengalaman, talenta, maupun teknologi.
Baca juga: Ketahanan Industri Gim dan Esport yang Kian Berkesinambungan
Meski demikian, hal tersebut bukan penghalang bagi para pengembang gim lokal untuk berkarya. Bahkan dengan makin terbukanya akses dan kemudahan dalam membuat gim, peningkatan kualitas dari para pengembang lokal kian terlihat. ”Dalam situasi ini, pengembang gim lokal akan terus belajar, dan mengatasi ketertinggalan sehingga dapat menghasilkan karya-karya gim berkualitas dan siap bersaing dengan produk-produk asing lainnya,” kata Rachmad.
Senada dengan Rachmad dan Adam, CEO Toge Productions, Kris Antoni Hadiputra menilai kehadiran gim-gim lokal mampu mengisi bagian ceruk pasar global yang meminta gim dengan grafik dan gameplay sederhana, tetapi tetap artistik secara audio dan visual, dengan daya tarik kearifan lokal yang memperkuat pesan yang ingin disampaikan pengembang terhadap para pemain gim.
Sejak mulai fokus memproduksi gim untuk PC pada 2014 serta konsol premium pada 2017, Toge Productions telah menjual sedikitnya 10 judul gim yang sudah menembus pasar internasional dan dimainkan secara global, antara lain, Coffee Talk, Rising Hell, dan When The Past Was Around.
Kris menilai banyak talenta di Indonesia mampu mengembangkan sebuah gim yang dapat diterima pasar global dari segala aspek. Sayangnya, tidak semua dari talenta yang ada punya jaring pengaman dan modal untuk bisa mengaplikasikan ide ke dalam sebuah proyek pengembangan gim secara matang.
”Saat ini banyak pengembang gim lokal Indonesia yang memiliki talenta, tetapi masih kesulitan mengembangkan dan memasarkan produknya. Koalisi dan jejaring antarpengembang diyakini akan mempermudah jalan industri gim lokal mengembangkan produk gim berkualitas,” ujarnya.
Dari sanalah Toge Production membuat inisiatif pendanaan bertajuk Toge Game Fund Initiative (TGFI). Secara garis besar, Toge menyediakan hibah hingga 10.000 dollar AS bagi para pengembang gim lokal rintisan yang punya ide pengembangan gim, tetapi terkendala modal untuk mengeksekusinya. Pengembang pertama yang resmi lolos dari TGFI adalah pengembang gim lokal bernama Uniqx Studio, dengan judul gim garapannya Ngopi, Yuk!.
Pematangan ekosistem
Jika ditelusuri, populasi gamer di Indonesia baru meledak pada medio 2015-2016 sejalan dengan kehadiran Mobile Legends di Indonesia. Adam mengatakan, hal ini turut berperan pada terbentuknya karakteristik gamer Indonesia saat ini yang bersifat komunal dan menggandrungi gim bergenre MOBA ataupun battle royal.
Adam optimistis, seiring berjalannya waktu, ekosistem gim di Indonesia akan semakin matang. Sejalan dengan perkembangan industri ini, kapasitas pengembang gim lokal akan meningkat dari sisi teknologi, talenta, pengalaman, pemasaran, dan pendanaan.
Di sisi lain, para gamers Tanah Air juga akan semakin matang dalam menerima bermacam genre gim sehingga di saat itu gim-gim karya pengembang gim nasional perlahan akan mulai memenuhi ceruk pasar dalam negeri.
Baca juga: Potensi Industri Video Gim Indonesia Bagi Sektor Pariwisata
Akan tetapi, menunggu saat itu tiba, para pelaku industri gim dan pemangku kebijakan ekonomi kreatif tidak berpangku tangan dalam memperkenalkan gim-gim karya anak bangsa kepada para gamers lokal.
Adam mengatakan, pada Desember 2022, AGI bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggandeng para pelaku industri gim untuk membuat peta jalan agar pemerintah bisa lebih berkontribusi dalam hal pemasaran dan pengembangan ekosistem gim nasional.
Saat ini pemerintah masih menggodok peraturan presiden mengenai industri gim lokal yang utamanya membahas tentang pengembangan ekosistem, mulai dari talenta, permodalan, hingga pemasaran. (Neil El Himam)
”Potensi pasar gim lokal hingga 1,7 miliar dollar AS kalau semuanya lari ke luar negeri hanya akan menjadi potential loss bagi pemerintah,” kata Adam.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Neil El Himam mengungkapkan, isu terkait pengembangan industri gim lokal bahkan telah menjadi pokok bahasan di sidang kabinet.
”Saat ini pemerintah masih menggodok peraturan presiden mengenai industri gim lokal yang utamanya membahas tentang pengembangan ekosistem, mulai dari talenta, permodalan, hingga pemasaran,” ujarnya.