”Coffee Talk” dan Asa Industri Gim Lokal
Kesuksesan ”Coffee Talk” menembus pasar internasional dan dimainkan secara global bisa jadi bukti bahwa pengembang gim Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia. Ada peluang besar pengembangan industri gim nasional.
Pengalaman menjadi barista yang lihai meracik minuman sembari mendengarkan dan sesekali menanggapi keluh kesah pelanggan di sebuah dunia fantasi modern pasti pernah dirasakan mereka yang sempat memainkan gim ”Coffee Talk”. Meski minim aksi, gim yang dirilis awal 2020 ini punya kedalaman di sisi alur cerita.
Di luar jalan cerita yang menarik, detail suara gilingan biji kopi dan desis air panas yang mengucur dari mesin kopi otomatis, pintu yang terbuka, kursi yang bergeser, hingga dentingan gelas yang diangkat dari meja memperkuat atmosfer gerai kopi yang dibangun di gim ini.
Lewat amplifikasi tersebut, meski gim ini hanya menggunakan grafik 16 bit, pemain tetap akan mendalami peran sebagai barista di sebuah gerai kopi di Seattle, Amerika Serikat (AS), yang dalam dunia Coffee Talk tak hanya dihuni ras manusia, tetapi juga makhluk lain mulai dari vampir, orka, elf, hingga duyung.
Tak heran jika Coffee Talk masuk dalam nominasi DICE (Design, Innovate, Communicate, Entertain) Awards 2021 untuk kategori Outstanding Achievement for Independent Game. DICE Awards adalah sebuah penghargaan tahunan untuk industri gim yang diinisiasi The Academy of Interactive Arts & Sciences yang berbasis di Los Angeles, AS.
Baca juga: Industri Gim Resisten di Tengah Pandemi
Selain bisa dimainkan di komputer pribadi (PC) lewat layanan distribusi gim digital Steam, gim ini juga hadir di berbagai konsol, seperti Playstation 4, Xbox One, dan Nintendo Switch. Namun, di tengah capaian dan popularitas itu, tidak banyak orang menyadari bahwa gim ini dikembangkan oleh pengembang gim nasional bernama Toge Productions.
Sejak dipasarkan pada 29 Januari 2020, Coffee Talk telah terjual lebih dari 200.000 kopi di seluruh platform penjualan. Sebagai gambaran, pada Juli 2021, harga gim ini di Steam Rp 83.999. Adapun di konsol premium harganya 13,99 dollar AS (Playstation Store dan Microsoft Store) serta 12,99 dollar AS (Nintendo Game Store).
Ide awal
Saat berbincang secara virtual dengan Kompas pada akhir Juni 2021, CEO Toge Productions Kris Antoni Hadiputra bercerita, Coffee Talk lahir dari sebuah sesi internal game jams, di mana dalam 48 jam para karyawan atau anggota Toge Productions berkolaborasi dalam menyumbangkan ide bagi konsep sebuah gim. Ini berarti ide membangun gim tak hanya dari divisi pengembangan.
”Konsep awal Coffee Talk cukup abstrak. Ide awalnya adalah sebuah gim yang menyimulasikan rasanya kalau lagi hujan, terus memegang gelas berisi minuman panas, sambil merasakan atmosfer hujan, mendengar lagu, sambil mengobrol bersama teman,” ujarnya.
Dari ide awal yang abstrak itu, tim artis dan pemograman mengembangkan mekanisme permainan dan alur cerita yang akan disematkan pada prototipe Coffee Talk. Hal serupa berlaku di gim yang dikembangkan Toge Productions.
Selain mengembangkan gim sendiri, Toge Productions juga menjalin kerja sama dengan berbagai studio, baik dalam pemasaran maupun pengembangan gim. Toge sedikitnya bermitra dengan tujuh studio gim lokal, di antaranya Mojiken Studio dari Surabaya, Tahoe Games dari Kediri, dan Rolling Glory Jam asal Bandung.
Baca juga : Potensi Industri Gim Video Indonesia bagi Sektor Pariwisata
Menurut Kris, saat ini banyak pengembang gim lokal Indonesia yang memiliki talenta, tetapi masih kesulitan mengembangkan dan memasarkan produknya. Koalisi dan jejaring antarpengembang diyakini akan mempermudah jalan industri gim lokal mengembangkan produk gim berkualitas.
Sejak mulai fokus memproduksi gim untuk PC pada 2014 serta konsol premium pada 2017, Toge Productions telah menjual sedikitnya 10 judul gim yang sudah menembus pasar internasional dan dimainkan secara global.
Perjalanan bisnis
Di awal perjalanan bisnis Toge Productions tahun 2009, model gim daring gratis (free online games) berbasis flash sedang digandrungi pengguna media sosial. Kala itu, kata Kris, dari sebuah gim saja, perusahaannya bisa mendapatkan untung hingga ribuan dollar AS.
Selain Toge Productions, di era itu, studio-studio gim lokal bermunculan. Sayangnya, ikatan antar-pengembang belum sekuat ekosistem saat ini. Imbasnya, satu per satu studio gugur saat gim berbasis flash ditinggalkan pemainnya. ”Saat 2014, gim flash pelan-pelan menghilang, peluang easy money ikut hilang. Akhirnya, pada 2014-2015, pertumbuhan pengembang gim di Indonesia stagnan. Banyak studio tutup, gim yang dikembangkan tak sebanyak sebelumnya,” ujarnya.
Menurut Kris, di era keemasan gim flash di rentang 2009-2012, para pengembang gim lokal memiliki jaring pengaman (safety net) karena para pengguna jasa tidak segan membayar di muka. ”Pengembang bisa bikin 20 gim, tapi setiap gim bisa dibayar 1.000 dollar AS,” ujar Kris.
Baca juga: Arief Widhiyasa, Inovasi Industri Gim
Model bisnis gim yang dihadapi para pengembang gim lokal saat ini tidak jauh berbeda dengan model bisnis di industri perfilman. Besar-kecilnya keuntungan sebuah proyek gim bergantung pada angka penjualan.
”Saat gim flash mulai ditinggalkan, generasi pengembang saat ini tidak punya jaring pengaman itu lagi. Jadi, akhirnya saat mereka coba bikin gim dan gagal dipasarkan, banyak pengembang bubar,” ujarnya.
Toge Productions adalah satu dari segelintir pengembang gim lokal yang mampu bertahan dalam disrupsi pasar gim global. Pada 2014, Toge Productions menghentikan pengembangan gim flash dan mulai merilis gim untuk PC yang berjudul Infectonator: Survivor.
Pengelolaan arus kas serta suntikan dana dari investor sejak 2017 membuat Toge Productions memiliki modal yang cukup sebagai jaring pengaman untuk mulai mengembangkan pasar dengan menjamah pangsa konsol premium.
Inisiatif pendanaan
Becermin dari perjalanan bisnisnya, Kris menilai banyak talenta di Indonesia yang potensial mengembangkan sebuah gim yang dapat diterima pasar global dari segala aspek. Sayangnya, tidak semua dari talenta yang ada punya jaring pengaman dan modal untuk bisa mengaplikasikan ide ke dalam sebuah proyek pengembangan gim secara matang.
Dari sanalah Toge Production membuat inisiatif pendanaan bertajuk ”Toge Game Fund Initiative” (TGIF). Secara garis besar, Toge menyediakan hibah hingga 10.000 dollar AS bagi para pengembang gim indie, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara, yang punya ide pengembangan gim, tetapi terkendala modal untuk mengeksekusinya.
Baca juga: Pengembang Gim Lokal Butuh Dukungan Ekosistem Industri
Para pengembang gim di kawasan Asia Tenggara dapat mengirimkan proposal mereka dengan mengikuti petunjuk yang ada pada situs resmi pada link https://www.togeproductions.com/tgfi/. Perlu diketahui bahwa pendanaan yang diberikan ini tidak bersifat mengikat, yang berarti hak intelektual properti dari gim yang akan dikembangkan nantinya tetaplah milik pengembang.
Penyaluran pendanaan akan diberikan secara angsuran, sesuai dengan tahapan pengembangan proyek. Tidak hanya menyalurkan pendanaan, Toge Productions juga berencana memberikan pendampingan dan mentoring.
Kris berharap dengan inisiatif pendanaan itu ekosistem gim Indonesia serta Asia Tenggara ke depan tidak hanya menjadi pasar bagi industri gim dunia. ”Kami akan berikan seluruh pengalaman Toge Productions, tidak hanya dalam membuat gim, tetapi juga bagaimana cara pemasarannya,” kata Kris.
Langkah ”kecil” ini ia percaya akan menjadi tonggak lahirnya gim-gim berkualitas dari tangan-tangan talenta kreatif asal Indonesia yang diakui oleh pasar gim global serta tampil di ajang-ajang penghargaan gim dunia.