Tingginya harga komoditas tambang, seperti batubara, berkontribusi positif terhadap kinerja perusahaan di sektor tersebut.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga komoditas seperti batubara masih memengaruhi kinerja saham-saham perusahaan yang mengelola pertambangan batubara. Emiten yang baru masuk bursa awal tahun ini, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk, turut merasakan kinerja yang memuaskan. Sementara perusahaan induknya, PT Adaro Energy Tbk, membagikan dividen sebesar Rp 9,3 triliun atau Rp 290 per saham.
Menurut keterbukaan informasi yang disampaikan, Kamis (28/4/2022), pada triwulan I-2022, Adaro Minerals membukukan pendapatan 182,14 juta dollar AS. Pendapatan ini naik pesat 63,37 persen dibandingkan dengan pendapatan pada periode sama tahun sebelumnya. Sebagian besar pendapatan diperoleh dari penjualan batubara ke pihak terafiliasi senilai 137 juta dollar AS dan jasa lainnya 142,3 juta dollar AS. Sementaran penjualan batubara kepada pihak ketiga sebesar 44,9 juta dollar AS.
Dengan penjualan tersebut, laba bersih Adaro Minerals naik hampir 900 persen dari 8,91 juta dollar AS pada triwulan I-2021 menjadi 62,3 juta dollar AS pada triwulan I-2022 ini. Total aset Adaro Minerals juga naik dari 965,7 juta pada triwulan I-2021 menjadi 979,8 juta pada triwulan I-2022.
Adaro Minerals merupakan emiten pertama yang masuk bursa pada awal Januari 2022. Dari awal pencatatan saham, harga saham Adaro Minerals sudah naik sebanyak 2.630 persen. Pada penutupan perdagangan Kamis (28/4/2022), harga saham Adaro Minerals naik 2,25 persen menjadi Rp 2.730 per saham.
Cetak rekor
Induk perusahaan Adaro Minerals, yaitu PT Adaro Energy Indonesia Tbk, mengumumkan pembagian dividen yang telah disepakati pada rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST). Dividen yang dibagikan ini mencapai rekor, sebesar 650 juta dollar AS sekitar Rp 9,3 triliun. Satu saham mendapatkan Rp 290.
”Kami juga bersyukur karena industri batubara menutup tahun 2021 dengan sangat baik. Pemulihan ekonomi global telah mendorong permintaan listrik. Demikian juga permintaan terhadap batubara. Melalui fokus yang konsisten pada keunggulan operasional dan pengendalian biaya, kami berhasil melampaui panduan dan mempertahankan margin yang sehat,” ujar Presiden Direktur Adaro Enery Garibaldi Thohir dalam keterangan tertulisnya seusai RUPST.
Terkait dengan aturan baru tentang tarif pajak royalti batubara yang lebih tinggi dari 13,5 persen menjadi 14-28 persen dan tarif pajak turun dari 45 persen menjadi 22 persen, analis Mirae Aset Sekuritas, Juan Harahap, dalam risetnya menyebutkan, Adaro Energy merupakan emiten batubara yang paling terpengaruh aturan tersebut.
”Karena kontrak karya batubara generasi pertama yang dimiliki akan berakhir pada Oktober 2022. Dengan situasi harga batubara yang tinggi saat ini, yang berkisar 200-400 dollar AS per ton, dalam dua bulan terakhir, kami melihat dampak skema baru ini berdampak positif bagi Adaro. Laba bersih Adaro akan naik 1-3 persen di bawah harga batubara acuan (HBA) Indonesia dengan asumsi 150-130 dollar AS per ton,” ujar Juan.
Di sisi lain, kata Juan, pihaknya mencatat skema baru tersebut akan membawa dampak negatif terhadap pendapatan Adaro jika HBA berada di kisaran 81-120 dollar AS per ton. Selain itu, dengan asumsi harga batubara sebesar 61-71 dollar AS per ton, akan ada dampak positif terhadap pendapatan Adaro karena tarif pajak efektif yang lebih rendah mengompensasi tarif royalti lebih tinggi.