Investor Semakin Mempertimbangkan Kejelasan Strategi Meraup Untung
Persaingan perusahaan rintisan bidang teknologi atau ”startup” memperoleh dana investor semakin ketat. Mereka harus untung atau setidaknya mempunyai kejelasan rencana dan peta jalan meraih profit.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Adanya rencana strategis untuk menggaet keuntungan semakin menjadi pertimbangan utama investor untuk menyuntikkan penyertaan modal kepada perusahaan rintisan bidang teknologi atau startup. Fenomena ini akan mendorong startup semakin bersaing ketat untuk urusan inovasi dan kebaruan model bisnis demi meraih pendanaan.
”Tahun-tahun sebelumnya, investor startup, seperti perusahaan modal ventura, lebih menaruh perhatian kepada bagaimana startup memiliki cara menggaet konsumen, pasar, dan model usaha. Sementara untuk sekarang, mereka amat menimbang perjalanan menuju untung. Ini bukan berarti startup harus untung dulu (baru perusahaan modal ventura masuk menyertakan pendanaan), tetapi startup harus memiliki rencana profit yang jelas dan bagaimana mewujudkannya,” ujar Anugrah Pratama, EY-Parthenon Associate Partner, Strategy and Transactions, PT Ernst & Young Indonesia, dalam acara Founders Meetup and Onboarding bagian dari Nexticorn International Summit 2022, Sabtu (23/4/2022), di Jakarta.
Nexticorn International Summit merupakan kegiatan yang mempertemukan startup dan investor global ataupun nasional. Kegiatan ini pertama kali diselenggarakan tahun 2018.
Investasi global untuk startup telah menurun sejak awal pandemi Covid-19. Penurunan paling tajam terjadi di China dan Asia. Berdasarkan studi yang dilakukan Chief Innovation Officer Startup Genome Arnobio Morelix, jumlah kesepakatan penyertaan pendanaan seri A di China dan Asia turun sekitar 50 persen per Februari 2020. Hal ini menunjukkan sumber daya dan investasi di dunia semakin terbatas. Startup perlu lebih kompetitif untuk bisa bertahan.
Di kalangan investor, lanjut Anugrah, ada yang berpendapat penyertaan pendanaan akan tetap turun. Ada juga investor yang berpandangan sebaliknya. Suntikan investasi akan kembali naik meskipun tidak seagresif tahun-tahun sebelumnya.
”Diferensiasi menjadi penting. Jika ada dua sampai tiga startup memiliki solusi teknologi yang mirip, sejumlah investor akan cenderung mempertimbangkan mana di antara ketiganya yang punya rencana strategi/jalan menggapai untung lebih jelas dan cepat,” kata dia.
Menurut Anugrah, kecenderungan seperti itu wajar. Di ranah teknologi finansial, bergabung ke dalam asosiasi turut menjadi parameter investor sebelum memberikan penyertaan pendanaan. Terlebih, jika startup memiliki keinginan menjadi perusahaan terbuka, persyaratan yang diberikan investor perusahaan modal ventura semakin ketat. Misalnya, struktur organisasi, minimal aset, dan audit keuangan.
Chairman Nexticorn Foundation Rudiantara, yang hadir saat bersamaan, berpendapat, ekonomi digital di Indonesia masih terus tumbuh. Hal ini terbukti dari Google, Bain & Company, dan Temasek yang setiap tahunnya mengoreksi proyeksi nilai ekonomi internet Indonesia ke arah lebih positif.
Selama pandemi Covid-19 di periode 2021–2022, Indonesia mendapat tambahan sembilan perusahaan rintisan yang bervaluasi 1 miliar dollar AS atau unicorn. Sembilan perusahaan itu adalah Kredivo, Ajaib, Xendit, JD.ID, Tiket.com, Akulaku, Blibli.com, J&T Express, dan Kopi Kenangan. Sebelumnya, sepanjang 2016–2020, Indonesia mempunyai lima unicorn, yakni Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan OVO.
”Kebanyakan startup belum untung dan itu tidak apa-apa. Asalkan, mereka memiliki peta jalan untuk meraih keuntungan. Tekfin dan e-dagang masih menarik, tetapi harus dicari model bisnis baru apa lagi yang bisa dikembangkan,” ujar Rudiantara.
Sementara itu, Managing Partner Ideosource Venture Capital Edward Ismawan Chamdani berpendapat, 4-5 tahun terakhir sejumlah korporasi nasional membentuk perusahaan modal ventura. Mereka berinvestasi di beberapa startup yang memiliki inovasi bermanfaat bagi masyarakat secara luas ataupun bisnis korporasi mereka secara khusus.
”Para korporasi itu mengikuti pesatnya perkembangan teknologi digital, seperti internet generasi ketiga atau Web3. Mereka juga mau belajar dan bahkan haus inovasi,” tuturnya.