Menghitung Efek THR
Melihat momentumnya, tidak salah apabila banyak yang menganggap pencairan THR untuk aparatur negara dan pensiunan bisa memberikan efek berganda bagi perekonomian pada triwulan II-2022.
Optimisme membubung di kalangan pemerintah soal proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022. Peredaran uang tunjangan hari raya di periode ini bak oasis di tengah kelesuan konsumsi masyarakat akibat gejolak harga pasar domestik.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2022 yang mengatur pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 kepada aparatur negara, pensiunan, penerima pensiun, dan penerima tunjangan tahun 2022.
Dengan dasar peraturan tersebut, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk THR pegawai negeri ataupun pensiunan tahun ini sebesar Rp 34,3 triliun. Angka ini lebih banyak dibandingkan dengan alokasi pada 2021 (Rp 30,6 triliun) dan 2020 (Rp 29 triliun).
Anggaran THR pegawai negeri tahun ini ditujukan untuk 8,8 juta jiwa, terdiri dari 1,8 juta pegawai aparatur negara pusat, 3,7 juta pegawai aparatur negara daerah, serta 3,3 juta pensiunan atau penerima pensiun.
Anggaran THR pegawai negeri tahun ini ditujukan untuk 8,8 juta jiwa, terdiri dari 1,8 juta pegawai aparatur negara pusat, 3,7 juta pegawai aparatur negara daerah, serta 3,3 juta pensiunan atau penerima pensiun. Berdasarkan amanat dalam peraturan presiden, THR untuk pegawai negara akan cair pada H-10 hari raya Idul Fitri, kira-kira tanggal 24-25 April 2022.
Melihat momentumnya, tidak salah apabila banyak yang menganggap pencairan THR untuk aparatur negara dan pensiunan bisa memberikan efek berganda bagi perekonomian pada triwulan II-2022. Terlebih lagi, tidak seperti dua tahun terakhir, tahun ini pemerintah telah mencabut larangan perjalanan mudik dengan menimbang situasi pandemi yang mulai terkendali.
Tahun ini THR dibayarkan dengan besaran gaji/pensiun pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji/pensiun pokok, termasuk di antaranya tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan struktural/fungsional/umum, serta tambahan 50 persen tunjangan kinerja.
Baca juga: THR Jadi Stimulus Pemulihan Ekonomi
Insentif yang diberikan berbarengan dengan pelonggaran syarat perjalanan mudik berpotensi menjadi faktor tambahan pendorong konsumsi rumah tangga. Konsumsi para pegawai negeri yang merupakan golongan kelas menengah diharapkan tak terganggu inflasi yang diproyeksikan terjadi selama bulan Ramadan dan Idul Fitri tahun ini.
Dengan asumsi setiap pegawai negara menanggung sebanyak tiga anggota keluarga, penyaluran THR untuk 5,5 juta jiwa penerima sedikitnya akan mendorong 16,5 juta masyarakat melakukan belanja pada periode hari raya Idul Fitri tahun ini.
Sayangnya, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada tingkat konsumsi aparatur negara. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara, jumlah pegawai negeri sipil (PNS) aktif pada akhir 2021 sebesar 3,9 juta pegawai. Jumlah anggota TNI dan Polri aktif pun tidak lebih dari 1 juta personel. Padahal, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia pada 2020 mencapai 191,1 juta jiwa.
Melihat perbandingan angka yang sangat timpang, rasanya pengaruh aliran THR pegawai negeri terhadap dinamika perekonomian secara keseluruhan akan relatif kecil dibandingkan dengan sektor pekerjaan lain.
Sebagai perbandingan, menurut perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, potensi nilai THR karyawan swasta bisa mencapai Rp 172 triliun. Tercatat ada 20 juta pekerja swasta yang mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Jika rata-rata mereka mendapatkan THR sebesar Rp 5 juta per orang, maka akan ada tambahan Rp 100 triliun.
Adapun pekerja yang bukan anggota BPJS Ketenagakerjaan atau pekerja informal tercatat ada sekitar 36 juta orang. Jika minimal mendapatkan Rp 2 juta per orang, akan terjadi tambahan belanja Rp 72 triliun.
Namun, hitung-hitungan ini hanya akan berakhir di atas kertas apabila kepastian penyaluran THR di sektor swasta tidak sejelas pegawai di sektor publik.
Seiring dengan kondisi ekonomi yang mulai lepas dari imbas buruk pandemi Covid-19, tahun ini pemerintah memang tidak lagi membolehkan pelaku usaha menunda atau mencicil pembayaran tunjangan hari raya keagamaan.
Kebijakan tersebut tertuang melalui Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaaan Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tanggal 6 April 2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang diteken Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 6 April 2022.
Baca juga: Pengusaha Tak Boleh Menunggak THR
Dalam SE tersebut diatur bahwa THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan tepat waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagi perusahaan yang mampu diimbau untuk membayar THR keagamaan lebih awal sebelum tenggat.
Kendati demikian, untuk memastikan aturan berjalan, pengawasan dan sanksi perlu lebih tegas agar tidak sekadar bagus di atas kertas, tetapi melempem dalam penerapan.
Pemerintah tidak cukup hanya memberikan imbauan untuk membayar THR tanpa penguatan pengawasan di lapangan. Untuk memastikan THR keagamaan dibayarkan secara penuh dan tepat waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari raya dilaksanakan, pendekatan seharusnya diubah dari penindakan menjadi pencegahan.
Kendati sulit untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan II-2021 yang mencapai 7 persen, setidaknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun ini bisa berada di atas 5 persen dengan ditopang peredaran uang THR pegawai pemerintah dan swasta.
Gabungan nilai THR sektor swasta dengan sektor pemerintah yang mencapai Rp 200 triliun, apabila seluruhnya bisa berputar pada periode hari raya Idul Fitri tahun ini, tentunya akan memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022.
Kendati sulit untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan II-2021 yang mencapai 7 persen, setidaknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun ini bisa berada di atas 5 persen dengan ditopang peredaran uang THR pegawai pemerintah dan swasta.
Sekadar mengingatkan, satu-satunya faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi pada periode ini adalah inflasi, baik yang dipicu oleh kenaikan harga energi, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), maupun transmisi inflasi global. Kita berharap, semoga putaran uang THR bisa meredam dampak inflasi.