Teknologi ”Cloud” Diprediksi Jadi Masa Depan Perbankan
Layanan perbankan digital ke depan diprediksi akan tanpa kantor dan pertemuan fisik. Ini ditopang oleh penggunaan teknologi komputasi awan atau ”cloud”.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan teknologi komputasi awan atau cloud diprediksi menjadi wajah masa depan industri perbankan. Penggunaan teknologi cloud akan menopang praktik perbankan digital tanpa kantor ataupun aktivitas fisik sehingga semuanya serba virtual.
Pengamat teknologi digital Richardus Eko Indrajit menjelaskan, teknologi cloud diprediksi menjadi tulang punggung praktik perbankan digital di masa mendatang.
Dengan menggunakan teknologi ini, bank bisa sepenuhnya menjalankan praktik perbankan digital secara virtual. Sebab, teknologi ini memungkinkan berbagai kegiatan, seperti penyimpanan data secara digital ataupun berkomunikasi dan berinteraksi secara virtual.
”Ke depan akan ada aktivitas perbankan tanpa bank dan tanpa pengawas karena semuanya sudah berjalan secara digital,” ujar Eko saat membawakan materi bertajuk ”Masa Depan Digitalisasi Perbankan Indonesia” pada seminar ”Tantangan Perekonomian Global dan Ketahanan Perbaikan Indonesia di 2022”, Selasa (12/4/2022).
Ia menjelaskan, seperti halnya saat ini ada layanan ojek daring yang mempertemukan orang yang membutuhkan alat transportasi dengan orang yang memiliki alat transportasi. Hal yang sama dilaksanakan di bank yang mempertemukan orang kelebihan uang untuk disimpan dan orang yang kekurangan uang.
”Dengan mengadopsi konsep seperti itu, bank tak perlu lagi kantor fisik,” ujar Eko.
Menurut Eko, berbagai layanan perbankan digital yang diklaim oleh perbankan saat ini baru menyentuh di sisi tabungan. Berbagai fitur, seperti pembayaran uang elektronik, dompet digital, pembukaan rekening secara daring, itu baru berkutat pada satu sisi, yakni mempertebal jumlah simpanan.
Padahal, perbankan seharusnya menjalankan juga fungsi sebagai pemberi pinjaman. Menurut dia, perbankan harus mengembangkan inovasi pemberian pinjaman secara daring.
Ke depannya, lanjut Eko, perbankan akan mengembangkan mahadata sebagai basis data untuk validasi identitas calon debitor melalui metode electronic-know your costumer (e-KYC). Jadi, calon penerima pinjaman bisa langsung dinilai kelayakannya melalui mahadata sehingga calon debitor tak perlu lagi mengumpulkan lagi berbagai dokumen dan data-data.
Di sisi lain, perbankan juga bisa lebih tepat sasaran dalam menawarkan pinjaman. Mahadata akan menyaring dan mencari sendiri calon debitor yang memenuhi persyaratan pemberian kredit.
”Nanti calon debitor tak perlu lagi menyiapkan berbagai dokumen dan perbankan sendiri bisa lebih mudah menyalurkan kredit karena hanya menawarkan kepada calon debitor yang tepat,” ujar Eko.
Dari sisi pengawasan perbankan, lanjut Eko, regulator pengawas perbankan juga perlu mengembangkan apa yang disebut Eko sebagai regulation technology (Regtech) dan supervision technology (Suptech). Artinya, regulator perlu membuat sebuah sistem terprogram dan berisi algoritma dalam melakukan tugas pengawasan kepada perbankan. Sistem itu akan membantu secara otomatis kebutuhan pelayanan perizinan maupun tugas pengawasan kepada perbankan.
”Jadi tidak perlu berbagai dokumen perizinan maupun berbagai dokumen asesmen pengawasan perbankan," ujar Eko.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purboyo Yudhi Sadewo menjelaskan, pengembangan pengawasan perbankan digital dengan aplikasi terus dikembangkan. Pengembangan aplikasi perbankan digital akan mempermudah calon nasabah membuka rekening sehingga akan meningkatkan jumlah simpanan nasabah perbankan. Ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang kian melaju.
”Ketika ekonomi tumbuh makin cepat, uang nasabah juga naik,” ujar Purboyo.