Perusahaan rintisan bidang teknologi yang akan melakukan penawaran umum saham perdana perlu memiliki gebrakan inovasi dan rencana meraup untung dalam waktu cepat.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah tren penurunan harga saham teknologi yang terjadi secara global, perusahaan teknologi yang akan melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) harus memiliki gebrakan inovasi untuk menarik kepercayaan investor. Mereka bisa menggali peluang dari semakin banyak warga beralih menjadi konsumen layanan digital.
Pengacara teknologi di firma hukum global ”Withers”, Joel Shen, saat dihubungi Selasa (5/4/2022), dari Jakarta, berpendapat, pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 mendorong semakin banyak warga beralih menjadi konsumen layanan digital. Dia optimistis perilaku itu akan bertahan setelah pandemi. Situasi ini merupakan peluang bagi perusahaan rintisan bidang teknologi untuk mengembangkan aneka inovasi layanan digital.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2021 yang merupakan hasil riset Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain and Company, Indonesia mendapat tambahan 21 juta konsumen baru layanan digital (consumer digital) sepanjang 2020 sampai semester I-2021. Dari jumlah itu, 72 persen di antaranya berasal dari non-kota besar. Hal itu merupakan penanda positif bagi ekosistem ekonomi internet.
Joel membenarkan harga saham perusahaan teknologi yang sudah IPO sedang turun. Situasi ini dipengaruhi oleh, antara lain, kekhawatiran terhadap krisis Ukraina-Rusia dan sejumlah negara masih fokus pada penanganan pandemi Covid-19.
”Saya kira susah untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk IPO. Di satu sisi, bagi perusahaan rintisan bidang teknologi, IPO merupakan salah satu strategi keluar yang biasanya sudah dipikirkan lama. Di sisi lain, kondisi perekonomian global semakin susah diprediksi,” ujarnya.
Sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi yang IPO biasanya belum untung. Hal ini juga terjadi kepada mereka yang IPO saat pandemi Covid-19. Jika sebelumnya, masih banyak investor menaruh perhatian dan mau menunggu perkembangan mereka setelah IPO, kini situasinya berubah.
”Grab pun harus mengubah model bisnis agar lekas untung. Saat ini, kalau ada perusahaan rintisan bidang teknologi, seperti GoTo, akan IPO, maka dia (GoTo) harus bisa membukukan keuntungan dalam waktu pendek. Pergeseran konsumsi masyarakat menuju ke produk layanan digital merupakan peluang inovasi yang harus dimanfaatkan optimal,” katanya.
Peluang lainnya, lanjut Joel, adalah memperkuat ekosistem produk. Dengan kata lain, perusahaan rintisan bidang teknologi yang memiliki ragam produk yang lengkap akan lebih unggul. Dalam konteks GoTo, misalnya, Joel berpendapat GoTo bisa memaksimalkan produk lokapasar, transportasi, dompet elektronik, hingga bank digital.
GoTo berharap bisa mengumpulkan dana sekitar 1,1 miliar dollar AS saat IPO di Bursa Efek Indonesia pada 11 April 2022. Perusahaan sebelumnya mengatakan, tanggal pencatatan pada 4 April 2022, tetapi mundur satu minggu untuk memperpanjang periode book-building untuk IPO.
Setelah memperoleh persetujuan untuk IPO dari Bursa Efek Indonesia, GoTo mulai masa penawaran umum sejak Jumat (31/3/2022) hingga Kamis (7/4/2022). Harga IPO yang ditetapkan adalah Rp 338 per lembar saham.
GoTo dibentuk Mei 2021 melalui penggabungan lokapasar Tokopedia dan perusahaan ride hailing Gojek. Per September 2021, perusahaan memiliki 2,5 juta mitra pengemudi dan 14 juta mitra pedagang.
GoTo juga menyediakan dana hingga Rp 310 miliar khusus untuk para mitra pengemudi. Dana itu masuk program Saham Gotong Royong.
”Kami memberikan saham secara cuma-cuma kepada seluruh mitra pengemudi setia dan memenuhi syarat yang telah kami tentukan. Melalui program Saham Gotong Royong, kami ingin memberikan apresiasi kepada mitra pengemudi yang telah turut bekerja sama membangun ekosistem GoTo sejak awal,” ujar CEO Grup GoTo Andre Soelistyo.
Saham tersebut akan diterima oleh mitra pengemudi setelah berakhirnya delapan bulan periode lock-up dihitung sejak pernyataan pendaftaran IPO GoTo telah dinyatakan efektif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan OJK Nomor 22/POJK.04/2021. GoTo telah mendapatkan pernyataan efektif dari OJK pada 30 Maret 2022.
Mengutip artikel ”Indonesia’s GoTo Set For $1,1 Billion IPO on April 11”di Nikkei Asia (31/3/2022), Andre menepis berbagai kekhawatiran yang muncul di masyarakat mengenai situasi makroekonomi, seperti penurunan harga saham teknologi global yang berasal dari pergeseran bank sentral ke kebijakan moneter yang lebih ketat dan kekhawatiran atas perang Ukraina-Rusia. Akibatnya, banyak perusahaan teknologi kehilangan sejumlah besar nilai pasar dalam beberapa bulan terakhir.
”Pasar saham Indonesia telah mengungguli pasar lain di seluruh dunia, memiliki kedalaman dan kapasitas untuk mendukung pencatatan GoTo,” ujar Andre.