Pemerintah menjamin pasokan biodiesel untuk tahun 2022 aman. Begitu pula stok biosolar dari terminal BBM sampai SPBU. Namun, antrean panjang pembeli solar harus dicari akar masalahnya.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tata kelola biosolar, bahan bakar minyak bersubsidi jenis solar yang bercampur dengan biodiesel, perlu pembenahan segera. Dalam beberapa hari terakhir, kendaraan angkutan barang di sejumlah daerah kesulitan mendapatkan biosolar kendati pemerintah menyebut stok aman. Kebutuhan biodiesel yang berbahan baku minyak kelapa sawit mentah atau CPO sebagai bahan campuran biosolar terus meningkat.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, pasokan CPO untuk biosolar sudah cukup besar dan konsisten naik. Biosolar bahkan kerap dianggap sebagai biang keladi kekurangan pasokan bahan baku untuk minyak goreng. Pada Januari 2021, konsumsi CPO untuk biodisel mencapai 448.000 ton. Volumenya meningkat menjadi 732.000 ton pada Januari 2022.
Fenomena kendaraan angkutan barang yang kesulitan mendapatkan biosolar di sejumlah daerah, imbuh Bhima, menunjukkan ada dua permasalahan. Pertama, produsen CPO cenderung mengekspor CPO karena tingginya disparitas harga CPO dalam negeri dan ekspor. Kedua, diduga Pertamina yang mengalami tekanan arus kas sehingga alokasi dana untuk menutup selisih harga keekonomian biosolar dengan harga retail cukup berat.
”Kemungkinan akar masalah lainnya (terkait penyebab kedua), dana kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina kurang. Jadi, pasokan biosolar sengaja ditahan,” ujar Bhima.
Oleh karena itu, Bhima berpendapat, sebaiknya pemerintah mengevaluasi tata kelola biosolar untuk menyikapi sulitnya angkutan barang di sejumlah daerah mendapatkan biosolar. Pemerintah harus mencari tahu apakah letak permasalahannya pada alokasi bahan baku biodiesel atau distribusi biosolar yang dilakukan Pertamina bermasalah.
Kendati terjadi kesulitan mendapatkan biosolar di beberapa wilayah, pemerintah bersikukuh tidak ada masalah dengan ketersediaan biodiesel. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, pengadaan biodiesel untuk 2022 sudah diproses sejak November-Desember 2021. Menurut dia, pengawasan Kementerian ESDM sejauh ini belum menemukan masalah ketersediaan stok biodiesel.
Pemerintah harus mencari tahu apakah letak permasalahannya pada alokasi bahan baku biodiesel atau distribusi biosolar yang dilakukan Pertamina bermasalah.
”Di lapangan tidak ada masalah sampai sekarang. Stok aman,” kata Dadan di sela-sela acara ”Kelompok Kerja Transisi Energi G20”, Jumat, di Yogyakarta.
Terkait subsidi harga biodiesel untuk campuran biosolar, menurut Dadan, besaran per liternya fluktuatif mengikuti perubahan harga CPO. Per 1 Maret 2022, Kementerian ESDM telah mematok harga indeks pasar (HIP) untuk produk bahan bakar nabati jenis biodisel sebesar Rp 14.436 per liter ditambah ongkos angkut.
Rawan penyelewengan
Dihubungi terpisah, anggota komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan, berdasar pemantauan BPH Migas di sejumlah terminal bahan bakar minyak (BBM), posisi stok biosolar masih aman. Sebagai gambaran, di semua daerah pemasaran operasi PT Pertamina (Persero), rata-rata stok biosolar mencapai 8,5 hari.
”Kami tidak menyebut terjadi kelangkaan (biosolar). Sebab, jika bicara mengenai kelangkaan, harus membicarakan keseluruhan sistem rantai pasok penyaluran biosolar di suatu daerah, mulai dari terminal BBM hingga stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Situasi sekarang, stok di sistem itu di seluruh daerah aman,” ujar Saleh.
Menurut Saleh, antrean pengisian biosolar di beberapa daerah disebabkan oleh adanya peningkatan geliat perekonomian setelah adanya pelonggaran pembatasan kegiatan sosial. Pada saat bersamaan ada beberapa daerah yang kegiatan ekonominya, seperti pertanian dan perdagangan, yang butuh kendaraan niaga. Situasi itu mendorong lonjakan permintaan biosolar.
Saleh menambahkan, tahun ini terjadi penurunan kuota biosolar dibanding tahun 2021. Pada 2021, kuota biosolar mencapai 15,8 juta kiloliter dan tahun 2022 turun menjadi 15,1 juta kiloliter. Terkait harga, lanjut dia, saat ini terjadi kesenjangan harga yang cukup lebar antara harga biosolar dengan solar nonsubsidi. Biosolar dijual Rp 5.150 per liter, sementara solar nonsubsidi di atas Rp 10.000 per liter.
”Situasi ini rentan penyalahgunaan biosolar. BPH Migas bekerja sama dengan aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan jual-beli biosolar guna mencegah penyalahgunaan,” kata Saleh.