Teknologi Digital Mewujudkan Pertanian Berkualitas dalam Genggaman
Pola pertanian terukur menjadi kunci swasembada pangan di Jawa Barat. Penerapan digitalisasi pertanian membuat proses itu menjadi lebih efektif demi masa depan yang lebih baik.
Sentuhan teknologi digital diyakini mampu meningkatkan produktivitas dengan perawatan yang terukur dan penuh perhitungan. Hasil yang manis dan memuaskan ini bisa dicapai mulai dari telepon seluler pintar dalam genggaman.
Binar mata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memetik jeruk dekopon di rumah kaca Pesantren Al-Ittifaq, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/3/2022), menunjukkan antusiasme. Semangatnya terasa saat memetik jeruk kuning segar berukuran lebih dari sekepalan tangan.
Anwar Mustiawan (28) yang menjadi pendamping rombongan lebih dulu bersemangat menjelaskan potensi jeruk dekopon yang telah diberi sentuhan teknologi digital. Setiap tanah ditutup terpal hitam persegi di sekeliling pohon jeruknya.
Dalam petakan terpal itu terdapat sensor dan selang untuk mengairi tanah. Di salah satu sisi rumah kaca, diletakkan alat pengontrol yang terhubung langsung dengan penampungan air.
”Sensor yang ada bisa mengontrol suhu hingga kelembaban tanah sehingga bisa memaksimalkan produksi jeruk,” ujar Anwar diiringi anggukan Ma’ruf Amin dan rombongan lainnya.
Selain jeruk, di lahan pertanian seluas 14 hektar ini juga ditanam stroberi, melon, tomat, dan berbagai buah serta sayuran. Semua memiliki kualitas yang baik dan memenuhi standar supermarket dan pasar premium lainnya.
”Ini merupakan suatu model modernisasi pertanian dengan menjadikan pondok pesantren sebagai basisnya. Pemodelan ini menjadi satu pilot project yang dikembangkan di seluruh pesantren di Indonesia,” ujar Ma’ruf Amin dalam peresmian Korporatisasi Pertanian Digital di Pesantren Al-Ittifaq hari itu.
Sebagai manajer kebun, Anwar pun telah merasakan manisnya usaha pertanian dengan sentuhan teknologi ini. Sebanyak 800 pohon jeruk di kebun ini mampu memproduksi 8 kilogram buah per hari.
Jika dilihat dari potensi produktivitas, lanjut Anwar, setiap pohonnya mampu berbuah hingga 32 kg per enam bulan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya tanpa teknologi yang hanya 15 kg dalam periode yang sama.
”Dengan teknologi pertanian semuanya serba terukur. Semua itu dilakukan agar setiap hari selalu mendapatkan buah-buahan siap panen,” ujarnya.
Baca juga: Menata Masa Depan Bangsa sejak dari Pesantren
Sambil mengaji
Tidak hanya mampu membuat panen setiap hari, teknologi digital membantu para santri untuk tetap bertani sambil mengaji. Semua bisa dipantau dengan ponsel pintar yang terhubung dengan sistem yang ada di kebun.
”Sebagai santri, kiai mengatakan boleh kita mencari dunia, tetapi jangan sampai kurangi ibadah. Jadi, dengan teknologi bisa membuat santri mengaji dengan produktif, tetapi tanaman di kebun tetap diperhatikan. Karena itu, kami lakukan otomatisasi. Ini sudah dilakukan sejak 2016,” ujarnya.
Ternyata metode ini menarik minat sejumlah pihak. Puluhan pesantren bergabung dalam ekosistem produksi pertanian yang dibina oleh inkubator bisnis pertanian Alif Learning Center (Alec) di Pesantren Al-Ittifaq.
Tidak hanya produksi, kebun ini juga menjadi wahana pelatihan para santri dari daerah lain yang mau belajar dan bekerja sama dengan Al-Ittifaq. Semua itu dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang setara.
”Untuk produksi utama di sini adalah jeruk dekopon. Nanti di daerah lain juga menanam komoditas lain, seperti melon, tomat, atau sayuran. Semuanya dalam pengawasan kami agar kualitasnya sama,” ujar Anwar.
Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) Supomo meyakini penggunaan teknologi pertanian ini sangat menguntungkan. Mulai dari rumah kaca hingga pengelolaan lahan dengan teknologi digital mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan premium.
LPDB, lanjut Supomo, telah menginvestasikan dana hingga Rp 18 miliar untuk koperasi pesantren ini. Tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur, dana yang diinvestasikan termasuk pemberian modal awal dan lainnya.
”Rumah kaca ini memang investasinya besar, tetapi hasilnya berkualitas dan memenuhi pasar premium. Total produksi dari sini saja sudah 7 ton sehari untuk semua komoditas,” ujarnya.
Supomo berharap model bisnis ini akan terus berkembang seiring besarnya permintaan pasar. Apalagi, saat ini sudah ada puluhan pesantren yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan daerah lainnya yang bergabung dalam jaringan koperasi pondok pesantren ini.
”Produksi dari sini baru bisa memenuhi sekitar 20 persen dari pasar. Jadi, masih ada 80 persen lagi potensi pasar yang bisa dikembangkan. Setelah Lebaran ini, kami targetkan peningkatan produksi hingga 10 ton per hari,” ujarnya.
Baca juga: eFishery, Alat Pakan Otomatis
Pesantren Al-Ittifaq tidak sendirian. Sentuhan teknologi untuk memaksimalkan pengelolaan komoditas juga dilakukan di sejumlah daerah di Jabar. Mulai dari pengelolaan pakan hingga mencari ikan bisa dilakukan dalam genggaman.
Sistem ini adalah pemberian pakan otomatis untuk kolam ikan dan udang telah diterapkan dengan eFishery di sejumlah daerah, seperti Indramayu, Cirebon, dan daerah lainnya. Sistem pemberian pakan yang diinisiasi oleh Gibran Chuzaefah (32) ini mampu memberikan pakan otomatis dan terukur.
Alat yang dipasang di sekitar kolam mampu melontarkan pelet makanan dengan radius 20 meter dengan area 90-360 derajat di sekitar kolam. Dari aplikasi yang ditanamkan di ponsel pintar, pengguna bisa mengatur jadwal dan jumlah pakan yang akan diberikan kepada ikan atau udang di kolam.
Gibran menjelaskan, lahirnya alat ini menjawab permasalahan yang terjadi di kalangan pembudidaya ikan. Selama ini, hasil panen belum maksimal karena pemberian pakan yang tidak teratur dan tersebar merata.
Penggunaan teknologi juga digunakan oleh sebagian nelayan di pesisir selatan Jabar dengan aplikasi Fish On. Teknologi digital ini mampu memprediksi posisi ikan berkumpul di laut lepas dengan menggunakan satelit.
Baca juga: Nelayan Bengkulu Gunakan Aplikasi untuk Menangkap Ikan
Tidak hanya sekadar mencari ikan, Fish On berperan dalam ekosistem nelayan kecil dengan kapal tangkap di bawah 10 gros ton. Mulai dari penjualan, gerai, hingga penjualan alat-alat bisa diakses melalui telepon pintar.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil meyakini, ekonomi digital mampu membuat Indonesia menjadi negara adidaya. Tidak hanya dari sektor pemasaran, teknologi digital di sektor produksi juga menjadi kebutuhan.
”Ekonomi digital adalah cara kita menjadi negara adidaya. Tetapi, semua butuh proses, tidak hanya di e-commerce, tetapi juga di society-nya,” ujarnya pada awal tahun 2022.
Regenerasi
Penggunaan teknologi ini akan lebih maksimal dengan sumber daya yang berkualitas. Tidak hanya itu saja, regenerasi petani juga menjadi penting agar Jabar dan Indonesia bisa menjadi produsen pangan yang mandiri.
Di Jabar, ribuan pemuda ditargetkan menjadi petani yang mumpuni. Dengan Program Petani Milenial, mereka disebar di sejumlah titik dengan berbagai macam komoditas dengan potensi pasar tinggi.
Pemprov Jabar menargetkan 5.000 petani milenial hadir pada tahun 2023. Mereka dilatih menjadi petani modern memanfaatkan teknologi digital sehingga sektor pertanian maju dan menciptakan lapangan kerja lebih menjanjikan.
Mulai dari santri, nelayan, hingga pemuda disiapkan akrab dengan teknologi digital di sektor pertanian. Semua demi mewujudkan mimpi sektor pangan Indonesia berdikari.
Baca juga: Petani Milenial, Tunas-tunas Muda dari Jawa Barat