Konsumen Lebih Memilih Keandalan Jaringan Internet daripada Harga Layanan
Tarif rata-rata layanan internet di Indonesia dianggap sudah murah, tetapi keandalan infrastruktur jaringan masih diragukan konsumen.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KORNELIS KEWA AMA
Sebuah tower Telkomsel di wilayah Kota Kupang.
JAKARTA, KOMPAS — Dalam memilih layanan internet yang ditawarkan operator telekomunikasi, konsumen lebih menekankan keandalan infrastruktur jaringan daripada harga layanan. Pemerintah diharapkan mampu mendorong setiap operator memperluas pembangunan infrastruktur sampai ke pelosok daerah dan selalu menjaga mutu layanan.
Berdasarkan pengaduan yang diterima oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), keluhan terkait telekomunikasi yang di dalamnya menyangkut layanan internet termasuk lima besar pengaduan terbanyak. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan, 53,4 persen keluhan menyangkut keandalan infrastruktur jaringan. Misalnya, kecepatan lambat dan modem sering bermasalah.
Kemudian, 20,30 persen keluhan berkaitan dengan produk, seperti harga mahal dan promo yang tidak sesuai. Sebanyak 9,30 persen keluhan berkaitan dengan respons operator menghadapi keluhan konsumen.
Selanjutnya, 8,40 persen keluhan mengenai mutu petugas, baik penerima keluhan (customer service) maupun teknisi. Adapun sisanya berupa keluhan proses bisnis operator, seperti konsumen telah berhenti berlangganan, tetapi masih ditagih pembayaran.
53,4 persen keluhan menyangkut keandalan infrastruktur jaringan. Misalnya, kecepatan lambat dan modem sering bermasalah. Kemudian, 20,30 persen keluhan berkaitan dengan produk, seperti harga mahal dan promo yang tidak sesuai.
”Pada 2017, kami pernah menyurvei 1.500 warga di Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Kupang. Preferensi mereka dalam memilih layanan internet dipengaruhi oleh kecepatan koneksi, lalu diikuti faktor keandalan, stabilitas koneksi, dan harga layanan. Situasi itu tecermin dalam pengaduan telekomunikasi yang kami terima belakangan,” ujar Tulus dalam webinar bertajuk ”Apakah Tarif Internet Menjadi Hambatan Utama Terwujudnya Indonesia Terkoneksi?”, Kamis (17/3/2022), di Jakarta.
Berdasarkan riset cable.co.uk yang dikutip oleh Direktorat Telekomunikasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2021, tarif layanan internet yang ditawarkan oleh operator telekomunikasi seluler di Indonesia berada di urutan ke-12 termurah dari 230 negara dan urutan pertama termurah di Asia Tenggara. Tarif rata-rata untuk paket satu gigabit sebesar Rp 6.000.
Sementara tarif paket rata-rata layanan internet dari operator jaringan tetap telekomunikasi di Indonesia berada di peringkat ke-53 termurah dari 211 negara dan urutan keempat termurah di Asia Tenggara. Tarif rata-ratanya yaitu Rp 280.118 atau per megabit per detik (Mbps) sebesar Rp 8.067.
”Akses internet telah menjadi kebutuhan yang amat penting bagi masyarakat dan mungkin nyaris setara dengan bahan pokok. Bagi konsumen non-operator/internet service provider, faktor harga menjadi preferensi utama. Regulator seharusnya mendorong operator hadir di seluruh Indonesia, lalu menjaga pasar internet tetap kompetitif sehingga kualitas layanan terjamin,” kata Tulus.
Kompas/TOTOK WIJAYANTO
Lentera, siswi kelas IV SD Karawaci 11, sedang mengerjakan tugas-tugas sekolah dibantu oleh Wahyu, tetangganya, di samping warung kaki lima ibunya di Jalan Imam Bonjol, Karawaci, Tangerang, Senin (3/8/2020). Sri Mulyati memantau anaknya yang sedang belajar jarak jauh (PJJ) sembari menjaga warung untuk menambah penghasilan keluarga, selain dari penghasilan suaminya yang berprofesi sebagai sopir sebuah perusahaan.
Cakupan wilayah layanan 4G mencapai lebih dari 88 persen kecamatan di Indonesia. Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Syachrial Syarif mengatakan, pihaknya mengakui masih banyak blank spot atau tempat tidak tersentuh atau tidak terlingkupi oleh sinyal komunikasi.
Dia menyebutkan beberapa tantangan pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi secara meluas, baik untuk kebutuhan operator jaringan tetap maupun jaringan bergerak telekomunikasi.
Salah satu tantangan adalah adanya berbagai peraturan daerah yang mengenakan sewa lahan yang mahal. Padahal, lahan yang bersangkutan tidak mendapat perlindungan. Hal ini berpengaruh ke peningkatan biaya operasional yang pada ujungnya memengaruhi harga layanan internet kepada konsumen.
Salah satu tantangan adalah adanya berbagai peraturan daerah yang mengenakan sewa lahan yang mahal. Padahal, lahan yang bersangkutan tidak mendapat perlindungan.
”Kami berharap pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengkaji ulang peraturan-peraturan terkait regulatory charges (biaya regulasi). Kami ingin ada sinkronisasi pengaturan yang berpotensi meningkatkan beban regulasi yang dibebankan pada operator telekomunikasi. Sejauh ini, porsi beban atas biaya regulasi terhadap total beban operasional operator mencapai 10 persen,” kata Syachrial.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail mengatakan, pemerintah mencemaskan hanya satu operator telekomunikasi menyediakan layanan internet di daerah perdesaan. Kondisi ini membuat tarif layanan internet tinggi. Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah melalui Kementerian Kominfo berhak menetapkan tarif batas atas di perdesaan.
Dia menyebut ongkos operasional dominan yang dimiliki operator berupa penggelaran dan perawatan infrastruktur jaringan. Selama proses tersebut terdapat dinamika yang tidak bisa diprediksi, seperti perubahan kebijakan perizinan pemerintah daerah dan kondisi geografis.
Kementerian Kominfo berharap ada dukungan kemudahan dari pemerintah daerah bagi operator. Dari sisi operator, kementerian mendorong aksi korporasi berupa kerja sama investasi sehingga memudahkan pembangunan infrastruktur.