Potensi Ekonomi ”Metaverse” di Indonesia Sangat Besar
Potensi ekonomi dan bisnis dari penggunaan ”metaverse” di Indonesia masih sangat besar. Penggunaan ”metaverse” bisa membuka inovasi model bisnis baru yang belum pernah ada.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi ekonomi dari penggunaan metaverse di Indonesia sangat besar. Sebab, penggunaan metaverse di Indonesia masih dalam tahap pengembangan awal. Metaverse diperkirakan dapat dipergunakan untuk menciptakan inovasi model bisnis baru yang belum ada sebelumnya.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Teknologi Finansial (Tekfin) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta mengatakan, mengutip riset lembaga akuntan publik dan lembaga riset bisnis Price Waterhouse Cooper (PwC), potensi ekonomi dari dunia metaverse pada 2019 adalah 46,4 miliar dollar AS. Angka itu meningkat menjadi 476,4 miliar dollar AS pada 2025 dan meningkat lagi menjadi 1,5 triliun miliar dollar AS pada 2030.
”Ini pangsa pasar yang sangat besar di tingkat global. Tentu, ini potensi yang sangat besar juga di Indonesia,” kata Tris dalam diskusi soal metaverse seusai penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan WIR Group, Rabu (16/3/2022). WIR Group adalah perusahaan pengembang teknologi augmented reality dan metaverse terkemuka di Asia Tenggara.
Meski masih dalam tahap awal, potensi pasar metaverse di Indonesia juga sangat besar. Ini didasarkan atas jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan ditopang oleh penetrasi penggunaan internet yang tinggi. ”Mengingat jumlah penduduk Indonesia adalah yang keempat terbesar di dunia dan 74 persen di antaranya telah melek internet, ini adalah pintu gerbang potensi metaverse yang sangat besar,” ujar Tris.
Executive Chairman & Co-Founder WIR Group Daniel Surya mengatakan, yang dimaksud dengan metaverse adalah platform berbasis gabungan tiga teknologi, yakni augmented reality (AR), artificial intelligence (AI), dan virtual reality (VR), yang mampu mewujudkan interaksi konten digital di dunia virtual yang unik selayaknya dunia nyata. ”Tiga teknologi itu menjadi fondasi pembangunan konten dunia virtual yang dihuni manusia digital, avatar, dan lain-lain,” ucapnya.
AR adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi ataupun tiga dimensi ke dalam dunia nyata, lalu memproyeksikan benda maya tersebut sesuai realitas dalam waktu nyata. Adapun AI adalah teknologi robot yang ditanamkan kecerdasan buatan seperti halnya manusia. Sementara VR adalah teknologi komputer untuk menciptakan simulasi yang memungkinkan pengguna berinteraksi sekaligus berada di dalam lingkungan yang ada di dalam dunia nyata. Untuk bisa masuk ke dunia metaverse, publik bisa menggunakan empat alternatif cara atau media, seperti layar komputer, dari ponsel, kacamata VR, dan kacamata AR.
Daniel menjelaskan, pengembangan metaverse itu tidak sekadar dan tidak sesederhana peluncuran aplikasi teknogi. Metaverse, lanjutnya, adalah sebuah inovasi dan perubahan teknologi yang membawa perubahan tampilan dan cara manusia menikmati konten digital yang sebelumnya adalah dua dimensi menjadi tiga dimensi.
Meski masih dalam tahap awal, potensi pasar metaverse di Indonesia juga sangat besar. Ini didasarkan atas jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan ditopang oleh penetrasi penggunaan internet yang tinggi.
”Sebetulnya masyarakat saat ini juga sudah terbiasa menciptakan dan menikmati konten digital di berbagai media sosialnya. Namun, itu semua berbentuk dua dimensi. Dengan adanya metaverse, semuanya bisa dinikmati dalam bentuk tiga dimensi,” tutur Daniel.
Daniel menambahkan, dengan adanya teknologi itu, akan muncul juga berbagai inovasi dan potensi bisnis yang belum pernah ada sebelumnya. Maka, potensi bisnis metaverse di Indonesia masih sangat besar, apalagi mengingat hal ini masih dalam tahap awal pengembangan di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Teknologi dan Informasi Bank Mandiri Timothy Utama sepakat bahwa metaverse mempunyai potensi yang sangat besar kendati saat ini masih dalam tahap awal pengembangannya di Indonesia. ”Untuk saat ini, kami pun masih belajar. Ini masih tahap awal bagi kami. Namun, apabila kita melihat ke belakang, perkembangan internet yang dirintis beberapa tahun lalu kini membuahkan hasil yang begitu cepat. Maka, kehadiran metaverse pun harus kita pelajari dan antisipasi,” ujarnya.
Kerja sama
Timothy berangan-angan, dengan menggunakan konsep metaverse, Bank Mandri berencana menghadirkan layanan perbankan dari dunia nyata ke dunia maya tiga dimensi. Dengan tetap berinovasi dan relevan dengan perkembangan zaman, pihaknya ingin terus menciptakan performa bisnis yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan penerapan metaverse pada layanan perbankan itu, Bank Mandiri bekerja sama dengan WIR Group.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi dalam sambutannya mengatakan, kolaborasi ini akan memberikan warna baru, khususnya di sektor perbankan. Bank Mandiri memandang metaverse sebagai sebuah dunia yang dirasa tepat untuk merealisasikan visi beyond banking. Metaverse, lanjut dia, merupakan tempat yang ideal untuk melakukan ekspansi bisnis digital secara menyeluruh tanpa dibatasi oleh ruang fisik.
”Kami akan menggali potensi layanan perbankan di metaverse, mulai dari basic banking, seperti virtual branch, hingga layanan yang bersifat beyond banking. Dengan adanya metaverse ini, Bank Mandiri juga akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang sejalan dengan visi Pemerintah Indonesia,” papar Darmawan.
Darmawan menambahkan, kehadiran industri jasa keuangan di metaverse sendiri baru memasuki tahap pengembangan awal. Ke depannya tidak tertutup kemungkinan metaverse akan menjadi lokasi berkembangnya future banking yang berbasis advanced technology. Masa depan perbankan digital tentu akan sangat berbeda dengan hari ini.