Cegah Impor, Ekosistem Peternakan Domba dan Kambing Perlu Diperkuat
Saat ini mayoritas skala usaha peternakan kambing dan domba masih kecil, berkisar 3-10 ekor.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak seperti sapi, saat ini pemenuhan kebutuhan daging domba dan kambing dipenuhi oleh produksi lokal, terkecuali untuk bibit. Namun, guna mengantisipasi peningkatan permintaan di masa mendatang, ekosistem peternakan ruminansia kecil itu mesti diperkuat. Dengan demikian, tak ada ketergantungan impor sehingga kedaulatan terjaga.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Yudi Guntara Noor mengatakan, domba dan kambing merupakan penggerak ekonomi rakyat di perdesaan dengan basis budaya. Seperti domba di Jawa Barat serta kambing di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, mayoritas skala usaha masih kecil, berkisar 3-10 ekor.
Sifat usahanya, kata Yudi, mayoritas masih tradisional dan bukan usaha pokok serta untuk pengaman sosial. Artinya, kerap kali hewan ternak dijual, antara lain, untuk keperluan anak sekolah atau anggota keluarga yang menikah. Oleh karena itu, pihaknya pun menginisiasi perubahan menjadi skala korporasi, termasuk dengan mengubah pola pikir peternak.
Lewat ekosistem usaha closed loop peternakan (hulu ke hilir), peternakan akan terbagi dalam dua kluster, yakni penggemukan dan pembiakan. Skema itu melibatkan usaha-usaha yang dibina HPDKI untuk menjadi offtaker atau penjamin. Offtaker ialah perusahaan, koperasi, atau peternak mandiri dengan kemampuan besar.
”Dengan demikian, diharapkan kedaulatan domba kambing bertahan. Saat ini memang belum ada ketergantungan impor, tetapi permintaan bisa saja (menuntut itu). Sistemnya harus disiapkan,” ujar Yudi dalam webinar ”Inclusive Closed Loop, Upaya Menaikkelaskan Peternak Domba Kambing” yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Kamis (10/3/2022).
Ia menambahkan, Indonesia merupakan pasar luar biasa untuk daging domba dan kambing. Selain jumlah penduduk yang banyak, sebagian besar merupakan Muslim. Tidak hanya ada kebutuhan saat Idul Adha, tetapi juga saat akikah atau tradisi penyembelihan daging atau domba sebagai rasa syukur kelahiran seorang anak.
Menurut dia, pendekatan Closed Loop tersebut antara lain memperhatikan pasar dan insentif harga, skala usaha dan produktivitas, dan inklusi keuangan melalui kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu, adanya integrasi dari hulu ke hilir serta keberlanjutan sehingga peternakan dapat berjalan optimal.
HPDKI pun bekerja sama dengan Bank BJB dalam penyediaan KUR. ”Kami mendorong peternak dengan skala usaha 5-10 ekor untuk bisa mengakses KUR. Lima tahun lalu, KUR Rp 25 juta bisa untuk 25 ekor. Sekarang bisa Rp 100 juta karena harga juga meningkat, bisa mendapat 60 ekor. Namun, cita-cita kami ialah 200 ekor setiap peternak,” ujarnya.
Menurut data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, populasi kambing terus meningkat dalam lima tahun terakhir, yakni 17,9 juta ekor pada 2016 menjadi 19,2 juta ekor pada 2021. Sementara populasi domba meningkat dari 15,7 juta ekor pada 2016 menjadi 17,9 juta ekor pada 2021.
Adapun menurut data Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) pada 2018, jumlah rumah tangga usaha peternakan kambing ialah 3,06 juta. Sementara jumlah rumah tangga usaha peternakan domba sebanyak 929.000.
Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun menuturkan, domba dan kambing berkontribusi penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Namun, dengan mayoritas peternak hanya memiliki 3-10 ekor, pengembangan belum terlihat. Pihaknya pun mendorong model-model kandang komunal.
”Yang ideal, satu kelompok ada 1.000 hewan ternak. Dengan skala itu, pasti akan ada pelayanan dan pasar pasti akan meliriknya. Apabila hanya satu-satu atau terpisah akan sulit. Ini jadi pekerjaan rumah bersama untuk meyakinkan peternak untuk bersama-sama. Kami dorong terbentuknya peternakan berbasis korporasi,” kata Makmun.
Kombinasi
Ia menambahkan, saat ini, banyak permintaan kambing dan domba dari negara-negara di Asia. Namun, kerap kali ekspor hanya setahun sekali karena kesulitan mencari bakalannya. Oleh karena itu, ia mendorong peternak agar tidak hanya mengandalkan usaha penggemukan, tetapi juga diseimbangkan dengan pembiakan.
Kombinasi itu akan menjamin keberlanjutan suplai. ”Ini juga nantinya diharapkan dapat memberi kesejahteraan bagi peternaknya,” katanya.
Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian Kadin Indonesia Arif P Rachmat mengemukakan, stimulus sangat diperlukan dalam memulai ekosistem peternakan dari hulu ke hilir secara berkelanjutan. Dengan itu, skala usaha peternak akan meningkat, yang juga akan mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan mereka.
”Harus ada percepatan dan peningkatan skala usaha para peternak melalui aksi nyata. Dengan naik kelas, para peternak akan menjadi pemain utama dalam peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujar Arif.