Kenaikan permintaan dan produksi sepanjang Februari 2022 tercatat lebih rendah dari sebelumnya karena terimbas lonjakan kasus Omicron. Namun, di sisi lain, penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur terus meningkat.
Oleh
agnes theodora, dimas waraditya
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspansi industri manufaktur melambat di tengah lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron. Kendati daya tahan kembali diuji, industri pengolahan dalam negeri diyakini tetap kuat dalam menghadapi gelombang ketiga pandemi. Melambatnya ekspansi kinerja manufaktur di awal tahun pun diperkirakan tidak akan berlangsung lama.
Data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur terbaru oleh IHS Markit menunjukkan, per Februari 2022, ekspansi industri pengolahan Indonesia mengalami pelambatan di level 51,2. Kendati masih di zona ekspansi atau masih di atas level 50, angka itu menurun dibandingkan posisi Januari 2022 di level 53,7 dan tercatat sebagai yang terendah dalam enam bulan terakhir.
PMI Manufaktur Indonesia memang sempat terkontraksi pada periode Juli-Agustus 2021 akibat merebaknya varian Delta dan munculnya gelombang kedua Covid-19. Namun, sejak September 2021 hingga Januari 2022, kinerja manufaktur selalu berada di zona ekspansi. Pada Oktober 2021, Indonesia bahkan mencatat rekor dalam sejarah dengan PMI Manufaktur di level 57,2.
Laporan IHS Markit yang dirilis pada Selasa (1/3/2022) menunjukkan, pelambatan ekspansi sepanjang bulan Februari itu terjadi karena merebaknya varian Omicron. Kenaikan permintaan baru dan produksi tercatat lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya karena kasus Covid-19 yang kembali meningkat.
Di kawasan ASEAN, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mencatat pelambatan kinerja pada Februari 2022. Negara-negara lain, seperti Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand, mencatat laju ekspansi sektor manufaktur yang pesat. Adapun Malaysia, meski hanya naik tipis ke level 50,9, juga masih mencatat pertumbuhan dibandingkan bulan sebelumnya.
Pelambatan itu berdampak pada kepercayaan dunia bisnis yang tercatat turun ke posisi terendah dalam 21 bulan terakhir. ”Produksi terus berekspansi, tetapi tingkat pertumbuhannya berkurang banyak karena Covid-19 kembali naik dan kenaikan biaya input (produksi) yang berdampak pada output,” kata Direktur Asosiasi Ekonomi IHS Markit Jingyi Pan, Selasa (1/3/2022).
Kendati melambat, berbagai indikator menunjukkan, kondisi sektor manufaktur masih relatif aman. Hal itu terlihat dari pembelian bahan baku dan barang modal yang masih meningka, meski lebih lambat. Menurut survei IHS Markit, hal itu karena perusahaan kini lebih berhati-hati mengantisipasi akumulasi stok berlebih di tengah pertumbuhan permintaan yang melambat.
Indikasi positif juga tampak dari penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur yang meningkat cepat sepanjang Februari. Tingkat penciptaan lapangan kerja tercatat sebagai yang paling cepat sejak Covid-19 pertama kali muncul pada Februari 2020. Kuantitas dan kapasitas tenaga kerja ditingkatkan untuk mendukung kenaikan permintaan dan produksi.
Tingkat penciptaan lapangan kerja di sektor manufaktur tercatat sebagai yang paling cepat sejak Covid-19 pertama kali muncul pada Februari 2020.
Masih kuat
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto mengatakan, pelambatan ekspansi manufaktur di awal tahun wajar terjadi. ”Industri baru mengakuisisi bahan baku, barang modal, untuk persiapan menghadapi produksi di tahun berjalan dan bersiap menghadapi momen Ramadhan,” katanya.
Kondisi itu, ditambah dengan kenaikan kasus Omicron, tentu berpengaruh terhadap kinerja industri dan dunia usaha secara umum. Namun, Eko mengatakan, sektor manufaktur memiliki resiliensi tinggi, terlihat dari penyerapan tenaga kerja yang masih lancar serta investasi yang terus meningkat di sektor manufaktur pada awal tahun ini.
”Industri masih kuat. Ketika gelombang kedua Delta kemarin, disrupsinya juga luar biasa ke rantai pasok, tetapi kita bisa cepat rebound, bahkan terjadi spike (di bulan Oktober 2021). Itu karena semakin hari kita semakin bisa mengantisipasi kondisi pandemi ini,” kata Eko.
Menurut dia, permintaan dan produksi akan kembali membaik begitu memasuki momen Ramadhan. Hal yang perlu diantisipasi adalah ketersediaan bahan baku di tengah masih terganggunya arus logistik dan rantai pasok global. ”Ini yang sedang kita antisipasi. Pemerintah akan menjamin bahan baku agar industri tetap bisa beroperasi,” ujarnya.
Senada, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, kinerja yang masih konsisten di zona ekspansi selama enam bulan terakhir menunjukkan industri masih berdaya tahan kuat meskipun di tengah lonjakan kasus Omicron.
”Indeks PMI yang masih berada di zona ekspansif ini mencerminkan bahwa dampak Omicron relatif terbatas pada ekonomi, khususnya di sektor industri, dibandingkan gelombang Delta,” katanya dalam keterangan tertulis.
Sebagai perbandingan, pada Juli 2021, ketika penyebaran varian Delta mencapai puncaknya, sektor industri terpukul dengan PMI Manufaktur menyentuh level kontraktif di angka 40.
Indikasi lain yang menurut dia menunjukkan industri manufaktur masih berdaya tahan adalah aktivitas pembelian bahan baku dan barang modal yang tetap kuat. Tingkat penyerapan tenaga kerja juga terindikasi semakin cepat seiring dengan kebutuhan industri untuk berproduksi.