Revisi Aturan Sanksi Pelanggaran Kelebihan Dimensi dan Muatan Dinilai Mendesak
Pengaturan perluasan sanksi terhadap pelanggaran kendaraan kelebihan dimensi dan muatan (ODOL) menjadi salah satu materi revisi Undang-undang Nomor 22/2009. Perluasan sanksi dinilai mendesak guna mengerem pelanggaran.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Truk diparkir menutup jalan frontage Ahmad Yani saat aksi unjuk rasa sopir truk di depan Kantor Dishub Jatim, Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (22/2/2022). Unjuk rasa tersebut terpaksa dilakukan oleh gabungan paguyuban sopir truk, untuk menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan truk yang terkategori over dimension over loading (ODOL). Para sopir juga menolak segala bentuk sanksi dari pihak pemerintah terhadap sopir truk yang melintas di jalanan.
JAKARTA, KOMPAS – Pengaturan perluasan sanksi terhadap pelanggaran kendaraan kelebihan dimensi dan muatan atau dikenal over dimension over loading akan menjadi salah satu materi revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selama ini sanksi atas pelanggaran itu dinilai ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengungkapkan hal itu di Jakarta, Kamis (24/2/2022), usai mendengarkan penyampaian aspirasi pengemudi dan jasa logistik Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Desakan akan revisi terkait pengaturan sanksi terhadap pelanggaran kelebihan dimensi dan muatan menjadi salah satu pembicaraan dengan asosisi jasa logistik.
Banyak masukan yang disampaikan oleh asosisi jasa logistik terhadap pemerintah. Namun, beberapa masukan tersebut dinilai tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan, melainkan juga institusi lain, seperti Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) dan Kepolisian RI.
Budi mengakui, beberapa pengemudi, antara lain mengungkapkan penyesuaian tarif angkut. Beberapa tahun lalu, skema perhitungan tarif sebetulnya pernah disiapkan untuk dijadikan pedoman. Namun, kata dia, pada prinsipnya pemerintah tidak bisa mengatur masalah tarif logistik karena terlampau banyak bentuk. Ada yang padat maupun curah.
“Dalam industri transportasi logistik, ada beberapa komponen terkait, yaitu pengemudi, operator pemilik kendaraan, dan pemilik logistiknya. Ketiganya harus diatur,” kata Budi.
STEFANUS OSA TRIYATNA
Sejumlah kecelakaan lalu lintas yang dialami truk di sejumlah daerah, sebagaimana dipaparkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/2/2022) secara virtual.
Menyangkut dimensi kendaraan, menurut Budi, penanggung jawabnya bukan terletak pada pengemudi. Namun, jika pengemudi berperan pula sebagai pemilik, maka dia harus menjadi penanggung jawab kendaraan. Jalan keluar pengaturan dimensi ini adalah dengan mengenakan sanksi sesuai Pasal 277 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Budi menjelaskan, soal pemilik barang, asosiasi pengemudi juga sempat menyampaikan permintaan pemuatan yang melebihi kapasitas angkut. Berdasarkan pembicaraan dengan pengemudi, sanksi hukum pelanggaran daya angkut harus segera dilakukan perluasan terhadap pemilik barang.
Menurut Budi, Kementerian Perhubungan dan Korps Lalu Lintas Polri akan memperbanyak tindakan pencegahan, bukan penegakan hukum. Namun, pihaknya optimistis zero over dimension over load bisa diterapkan pada tahun 2023, walaupun saat ini lebih banyak dilakukan dengan cara sosiasilisasi, edukasi, dan kampanye dengan sasaran pengemudi, agen pemegang merek, operator jasa angkut, dan pemilik logistik.
“Sebagaimana disampaikan Menteri Perhubungan, (angkutan) yang sifatnya sembako, kalau bisa mungkin agak sedikit toleransi dibandingkan komoditas lainnya yang tidak langsung dibutuhkan sekali oleh masyarakat,” ujar Budi.
Kombes Pol I Made Agus dari Korlantas Polri mengatakan, penanganan kelebihan dimensi dan muatan tetap akan mengedepankan tindakan preventif, aktif, dan kolaboratif. Tindakan itu juga akan dilakukan selektif, betul-betul akan menilai terhadap kendaraan yang terbukti melanggar aturan yang sangat fatal.
KOMPAS/ISMAWADI
Dampak yang Ditimbulkan oleh Kendaraan dengan Muatan dan Dimensi Berlebih Infografik
“Dalam waktu dekat, Ditlantas Mabes Polri akan meluncurkan weigh in motion di jalan tol sebagai pilot project, terutama untuk penindakan pelanggaran kelebihan dimensi dan muatan,” kata Made.
Pengaturan ODOL
Budi menjelaskan, sebagai amanat undang-undang, memang sudah ada aturan pemerintah yang menyangkut dimensi kendaraan, termasuk tata cara pemuatan dan tonasenya. Biasanya, pelanggaran itu ditangani secara intens oleh Kementerian Perhubungan. Kemudian diawali dengan nota kesepahaman antara Korlantas Polri, Ditjen Perhubungan Darat, dan PU Bina Marga tahun 2018, dimulailah pengaturan ODOL.
Langkah-langkah yang dilakukan, antara lain, edukasi, kampanye, dan sosialisasi. Sasarannya adalah asosiasi karoseri Indonesia, termasuk penjualan kendaraan logistik. Lalu, sasaran lainnya adalah asosiasi jasa logistik, termasuk Organda.
Pada tahun 2021, Kementerian Perhubungan telah memiliki perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan kelebihan dimensi dan muatan. Namun, ada permintaan asosiasi logistik kepada Menteri Perhubungan untuk relaksasi waktu atau menyangkut tahapan pengaturannya, baik waktu investasi penambahan armada truk, perubahan tarif, dan pengemudi.
“Akhirnya, yang sudah dicanangkan tahun 2021 akan coba kita perbaiki dan selesaikan. Menteri Perhubungan memberikan toleransi lagi sampai dengan tahun 2023. Dengan in jury time, kami bersama Korlantas Polri dan Jasa Marga memang sedang meningkatkan beberapa kegiatan secara bersama-sama, termasuk di lokasi jembatan timbang, untuk penertiban penangan ODOL,” jelas Budi.