Lonjakan subsidi energi menjadi beban tambahan bagi anggaran belanja negara. Namun, pemerintah akan memastikan dampak peningkatan harga minyak dunia terhadap APBN akan tetap terukur.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan bebas subsidi energi untuk jenis bahan bakar minyak atau BBM dan elpiji 3 kilogram. Di satu sisi, subsidi tetap perlu disalurkan demi menjaga pemulihan ekonomi nasional berjalan mulus. Namun, penyaluran subsidi energi harus terukur untuk mencegah makin melebarnya defisit anggaran.
Kementerian Keuangan mencatat, besaran subsidi energi pada Januari 2022 mencapai Rp 10,2 triliun. Angka tersebut melonjak lebih dari empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 2,3 triliun. Lonjakan subsidi tersebut juga disebabkan percepatan pencairan kurang bayar subsidi energi yang dilakukan pemerintah di awal tahun ini.
Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengakui, lonjakan subsidi energi menjadi beban tambahan bagi belanja negara. Namun, ia memastikan dampak peningkatan harga minyak dunia terhadap APBN akan tetap terukur. “Kami akan terus memantau dampak harga minyak dunia ke penyaluran subsidi. Sejauh ini dampaknya terhadap APBN masih bisa diatasi dan kami kelola APBN secara hati-hati,” katanya, Rabu (23/2/2022), di Jakarta.
Lonjakan subsidi energi tak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang signifikan sejak tahun lalu. Kenaikan subsidi, imbuh Febrio, juga sebagai upaya pemerintah dalam melindungi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Ia meyakini belanja anggaran untuk subsidi energi yang digelontorkan tetap akan sepadan dengan penerimaan demi menjaga posisi defisit anggaran.
“Menjaga daya beli masyarakat menjadi peran vital APBN, terutama untuk periode pemulihan ekonomi nasional. Di sisi lain, pemerintah tetap akan menjaga defisit anggaran,” ujarnya.
Mengutip Bloomberg, pada Rabu sore, harga minyak mentah jenis Brent diperdagangkan di level 96,32 dollar AS per barel, sementara jenis WTI di harga 91,29 dollar AS per barel. Harga kedua jenis minyak mentah tersebut adalah yang tertinggi sejak 2014. Adapun harga gas alam diperdagangkan 4,48 dollar AS per juta british thermal unit (MMBTU).
Lonjakan subsidi energi tak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang signifikan sejak tahun lalu. Kenaikan subsidi juga sebagai upaya pemerintah dalam melindungi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Pada 2021, realisasi penerimaan pajak dari industri minyak dan gas bumi (migas) mencapai Rp 69,16 triliun atau 106 persen dari target Rp 64,7 triliun. Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas pada periode yang sama mencapai Rp 103,19 triliun. Kedua penerimaan ini ditopang oleh stabilitas kenaikan harga minyak pada tahun tersebut.
Adapun realisasi APBN pada Januari 2022 membukukan surplus Rp 28,9 triliun atau 0,16 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Surplus tersebut disebabkan oleh dua faktor, yakni penghematan pada pos belanja negara, serta pertumbuhan penerimaan pajak. Secara umum per Januari 2022, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 109,11 triliun.
Penerimaan pajak penghasilan non-minyak dan gas (PPh non-migas) sebagai kontributor terbesar terhadap perpajakan mengalami pertumbuhan tinggi. Namun secara persentase, kenaikan PPh migas menjadi yang terbesar. Penerimaan PPh migas pada Januari 2022 mencapai Rp 8,95 triliun, atau naik 281,23 persen Januari 2021 yang sebesar Rp 2,35 triliun.
“Tingginya harga migas membuat penerimaan PPh migas melonjak tinggi, tetapi pemerintah menyadari hal itu tidak akan terus terjadi sehingga setiap kebijakan fiskal akan dibuat secara terukur,” ucap Febrio.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, mengatakan, kenaikan harga minyak dunia juga berdampak pada PNBP dari sektor industri migas. “Sejauh ini pemerintah melihat dampak dari kenaikan harga minyak dunia masih terkelola dengan baik, tetapi (kenaikan harga minyak) tetap akan terus kami pantau,” ujarnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menilai, keputusan pemerintah untuk meningkatkan gelontoran subsidi energi tepat untuk tidak menyulut inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. Jika melihat pada kemampuan fiskal, kenaikan harga komoditas dalam, hal ini harga minyak, mempunyai kompensasi yang relatif lebih besar pada pos penerimaan dibandingkan pos belanja.
“Berdasarkan hal tersebut, skenario membiarkan anggaran subsidi mengikuti level kenaikan tertentu masih bisa dilakukan oleh pemerintah,” kata Yusuf.