Pencarian Sumber Cadangan Baru dan Pengembangan Energi Terbarukan Jadi Solusi
Di tengah tingginya harga minyak mentah dan gas alam, Indonesia harus terus mencari sumber cadangan migas baru dan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang melimpah di dalam negeri.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain mencari sumber cadangan minyak dan gas bumi atau migas yang baru, usaha lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor migas adalah mengembangkan potensi energi terbarukan di Indonesia. Upaya menaikkan produksi hulu migas membutuhkan iklim investasi yang kondusif demi menarik investor. Selain itu, transisi model transportasi berbahan bakar minyak atau BBM ke tenaga listrik diperlukan demi mengurangi konsumsi BBM.
“Untuk mengurangi ketergantungan impor migas dan elpiji tentu solusinya adalah swasembada migas. Namun, produksi sumur-sumur migas yang ada sekarang di Indonesia terus menurun hingga diperlukan pencarian sumber cadangan migas yang baru,” ujar Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung Yos Sunitiyoso, saat dihubungi, Rabu (23/2/2022), di Jakarta.
Di tengah harga minyak mentah dan gas alam di pasar internasional yang tinggi, lanjut Yos, pemerintah bisa memanfaatkannya dengan menarik investasi sebesar-besarnya ke Indonesia. Hanya saja, tantangan atas pilihan solusi ini membutuhkan penyediaan iklim investasi yang lebih menarik dibanding negara lain.
“Solusi lain adalah dengan mengembangkan sumber energi terbarukan. Selain itu, kendaraan listrik perlu dikembangkan untuk mengurangi permintaan kendaraan berbahan bakar minyak,” ucap Yos.
Untuk menekan subsidi elpiji, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Maman Abdurrahman, pihaknya mendorong penerapan distribusi tertutup pada elpiji 3 kilogram yang harganya disubsidi negara. Distribusi tertutup adalah mekanisme penjualan elpiji bersubsidi di mana hanya penerima subsidi saja yang berhak membeli elpiji dengan harga subsidi. Pemerintah diminta menuntaskan pendataan calon penerima subsidi elpiji yang menjadi alasan tak kunjung dilaksanakannya model distribusi tertutup ini.
“Untuk pelaksanaan subsidi tertutup ini bolanya ada di pemerintah. Pemerintah sebaiknya serius merapikan data orang miskin yang berhak menerima subsidi. Kita semua tahu bahwa banyak keluhan masyarakat di daerah mengenai warga yang seharusnya berhak mendapat subsidi, tetapi tidak menerima,” ujar Maman.
Gasifikasi batubara
Sementara itu, jalan lain yang ditempuh pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor elpiji adalah dengan mengembangkan proyek gasifikasi batubara yang menghasilkan dimetil eter (DME). DME dapat berfungsi sebagai pengganti elpiji. Proyek DME sudah diinisiasi oleh pemerintah di Sumatera Selatan yang melibatkan sejumlah perusahaan, seperti PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan Air Products, perusahaan pemilik teknologi gasifikasi asal Amerika Serikat.
Pemerintah diminta menuntaskan pendataan calon penerima subsidi elpiji yang menjadi alasan tak kunjung dilaksanakannya model distribusi tertutup ini.
Namun, keekonomian proyek gasifikasi batubara menjadi DME masih diragukan. Menurut Program Manager Energy Transformation Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo, keekonomian proyek tersebut sangat bergantung pada pergerakan harga batubara, pasokan batubara, dan pergerakan harga gas alam.
“Fluktuasi harga elpiji sangat tinggi. Sejak akhir 2021 sampai Januari 2022, harga elpiji sempat menembus 700-an dollar AS per ton. Jika harga batubara 20 dollar AS per ton, maka proyek DME untung. Namun, saat bersamaan, harga batubara sedang naik tinggi yang per Februari 2022 mencapai 180 dollar AS per ton,” ujar Deon.
Oleh karena itu, lanjut Deon, apabila solusi yang diambil untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dan elpiji adalah gasifikasi batubara, pemerintah disarankan menyediakan skema insentif yang membuat proyek gasifikasi batubara menjadi DME bisa ekonomis. Pemerintah juga harus membuat patokan harga beli batubara dan harga jual DME agar terlindungi dari risiko fluktuasi harga.