Tak Diabaikan, Perlindungan Pekerja yang Alami PHK Sebelum Usia 56 Tahun
Jaminan Hari Tua telah dirancang pemerintah sebagai program jangka panjang. Pemerintah mengklaim tidak akan mengabaikan perlindungan apabila pekerja atau buruh mengalami pemutusan hubungan kerja sebelum usia 56 tahun.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan, dengan adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun, yaitu di usia 56 tahun. Di sisi lain, pemerintah pun tidak mengabaikan perlindungan apabila pekerja atau buruh mengalami pemutusan hubungan kerja atau berhenti sebelum usia 56 tahun.
Dua program perlindungan, yakni Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan, memiliki perbedaan antara satu dan lainnya. Jaminan Hari Tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang. Sementara itu Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan perlindungan jangka pendek yang diberikan untuk pekerja atau buruh.
Terkait dengan pokok-pokok kedua kebijakan tersebut, Jaminan Hari Tua dirancang sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya jumlah dana bagi pekerja saat yang bersangkutan tidak produktif lagi akibat usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Manfaat dari program jaminan hari tua yang pertama adalah akumulasi iuran dari pengembangan.
”(Dan) Yang kedua adalah manfaat lain yang dapat dicairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu, kemudian telah mengikuti kepesertaan sebanyak 10 tahun, minimal, dan nilai yang dapat diklaim paling banyak 30 persen dari jumlah Jaminan Hari Tua untuk kredit perumahan atau untuk keperluan perumahan. Atau, paling banyak 10 persen untuk kebutuhan di luar kebutuhan perumahan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (14/2/2022).
Pada konferensi pers tersebut, Airlangga menyampaikan dua hal terkait dengan hasil ratas yang dipimpin Presiden Joko Widodo. Pertama, menyangkut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat luar Jawa Bali. ”(Hal) Yang kedua, tadi saya diminta Bapak Presiden untuk menjelaskan terkait hal yang sekarang mendapatkan perhatian publik, yaitu terkait dengan kebijakan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan,” katanya.
Saya diminta Bapak Presiden untuk menjelaskan terkait hal yang sekarang mendapatkan perhatian publik, yaitu terkait dengan kebijakan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Airlangga menuturkan, pada 2 Februari 2022 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Dengan adanya Permenaker 2/2022 tersebut, akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun, yaitu di usia 56 tahun.
Selain itu, menurut Airlangga, melalui Permenaker No 2/2022 dan PP No 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, pemerintah pun tidak mengabaikan perlindungan apabila pekerja atau buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun. Pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
”Bagi pekerja formal yang terlindungi dengan jaminan kehilangan pekerjaan, JKP merupakan jaminan sosial baru di dalam Undang-Undang Cipta Kerja untuk melindungi pekerja dan buruh yang terkena PHK agar dapat mempertahankan derajat hidup sebelum masuk kembali ke pasar kerja,” kata Airlangga.
Klaim JKP efektif per 1 Februari 2022. JKP adalah perlindungan jangka pendek bagi para pekerja atau buruh karena mereka langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja. Penambahan program JKP tidak mengurangi manfaat program jaminan sosial yang sudah ada.
Perbandingan manfaat
Menurut Airlangga, iuran program JKP tidak membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran sebesar 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat. Pekerja atau buruh yang mengalami PHK berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45 persen, upah di bulan kesatu sampai dengan ketiga, dan kemudian 25 persen upah di bulan keempat sampai dengan keenam.
Sebagai contoh, kalau terkena PHK di tahun kedua, dengan gaji semisal Rp 5 juta, akan diberikan 45 persen dari Rp 5 juta, yakni Rp 2.250.000, dikalikan tiga bulan, berarti Rp 6.750.000. Sementara bulan keempat sampai keenam adalah 25 persen dari Rp 5 juta, atau Rp 1.250.000, kali tiga adalah Rp 3.750.000 sehingga apabila ditotal mendapatkan Rp 10.500.000.
”Sedangkan dengan mekanisme yang lama, dengan JHT, itu mendapatkan iurannya adalah 5,7 persen dari Rp 5 juta, yaitu Rp 285.000 dikali 24 bulan, (yakni) Rp 6.840.000. Dan tambahan 5 persen pengembangan 2 tahun Rp 350.000 sehingga mendapatkan Rp 7.190.000. Dengan demikian, secara efektif regulasi (baru) ini memberikan Rp 10.500.000 dibandingkan dengan Rp 7.190.000 (seperti di mekanisme lama),” kata Airlangga.
Akses informasi pasar kerja dan bimbingan akan dilanjutkan atau diberikan sehingga bisa kembali masuk ke lapangan pekerjaan. Demikian pula melalui pelatihan dengan lembaga pelatihan milik pemerintah, swasta, ataupun perusahaan. Selain kebijakan di atas, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal.
Selanjutnya, Airlangga menuturkan, akses informasi pasar kerja dan bimbingan akan dilanjutkan atau diberikan sehingga bisa kembali masuk ke lapangan pekerjaan. Demikian pula melalui pelatihan dengan lembaga pelatihan milik pemerintah, swasta, ataupun perusahaan. Selain kebijakan di atas, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal.
”(Hal ini) Karena memang ada pertanyaan bagaimana dengan pekerja informal. Pemerintah sudah memberikan program kartu Prakerja untuk reskilling, upskilling, dan ini diberikan untuk kewirausahaan dan juga bisa diberikan untuk pelaku UMKM yang terdampak Covid-19. Total besar yang diberikan adalah Rp 3.550.000; pelatihan Rp 1 juta, insentif Rp 2,4 juta atau Rp 600.000 dikali empat, plus survei Rp 150.000,” ujar Airlangga.
Sosialisasi tiga bulan
Airlangga menuturkan, ke depan, pemerintah terus mengintensifkan sosialisasi untuk tiga bulan ke depan. ”Menteri Ketenagakerjaan akan mulai hari ini menyosialisasikan kebijakan ini secara teknis. Dan, pemerintah akan selalu melindungi para pekerja dan masyarakat di berbagai sektor agar dapat memenuhi kehidupan yang layak sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi kita,” katanya.
Pemerintah akan selalu melindungi para pekerja dan masyarakat di berbagai sektor agar dapat memenuhi kehidupan layak sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi kita.
Di sesi tanya jawab, Airlangga menuturkan bahwa pekerja yang terdaftar aktif di BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 52 juta adapun mereka yang membayarkan iuran secara aktif sebanyak 32 juta. Dengan regulasi yang baru, yakni Permenaker No 2/2022, manfaat dari JHT dapat diberikan kepada mereka yang pensiun, cacat tetap, ataupun meninggal.
”Oleh karena itu, berdasarkan Permenaker ini, diberikan akumulasi iuran untuk pengembangan atau untuk pinjaman rumah, perumahan, untuk periode 10 tahun masa kerja adalah 30 persen. Nah, itu kredit kepemilikan rumahnya sebesar Rp 500 juta atau (kalau dikali 30 persen menjadi sekitar) Rp 150 juta. Yang kedua, untuk persiapan pensiun itu juga bisa ditarik 10 persen untuk 10 tahun masa iuran,” katanya.
Airlangga menuturkan, berdasarkan regulasi lama, yakni Permenaker No 19/2015, pekerja tidak dapat mengakses manfaat 30 persen untuk perumahan dan tidak dapat pula mengakses untuk persiapan pensiun. Jadi, manfaat JHT saat pensiun berdasarkan regulasi lama menjadi kecil.
”Sedangkan dengan program uang tunai JKP, ini JKP-nya sendiri sebesar 0,46 persen ditanggung pemerintah sehingga pekerja tidak perlu membayar iuran JKP. Nah, kalau JHT kita ketahui bahwa pengusaha atau perusahaan menanggung 3,7 persen dan pesertanya 2 persen, ini tidak ada perubahan,” kata Airlangga.
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas, Senin (14/2/2021), Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre Andriko Otang mengatakan, program JKP belum teruji efektivitasnya dalam melindungi pekerja. Masih ada beberapa ketentuan yang membuat program tersebut kurang inklusif dalam melindungi semua peserta Jamsostek yang kehilangan pekerjaan.
”Publik belum pernah merasakan manfaat JKP. Mereka tidak punya gambaran secara utuh apakah JKP bisa menggantikan JHT. Apakah manfaat yang mereka dapat dari JKP nanti sepadan dengan JHT atau justru lebih kecil,” kata Andriko Otang.