Ekonom Perkirakan Suku Bunga Acuan 4,5 Persen di Akhir Tahun
Seiring dengan pemulihan ekonomi dan tren kenaikan inflasi, ekonom memperkirakan Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga acuan. Pada akhir tahun, suku bunga acuan diperkirakan berada pada level 4,25 persen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat suku bunga acuan perbankan yang ditetapkan Bank Indonesia atau BI Rate diperkirakan mulai naik tahun ini dan akan berakhir pada posisi 4,25 persen di akhir tahun ini. Proyeksi ini diambil dengan mempertimbangkan inflasi dalam negeri yang cenderung naik.
Ekonom senior DBS Group Research, Radhika Rao, menyatakan, seperti disampaikan Bank Indonesia (BI), BI akan mulai menormalisasi kebijakan moneter tahun ini. Hal ini tecermin dari rencana BI mengurangi pasokan likuiditas ke pasar dan menaikkan tingkat suku bunga acuan.
”Kami memperkirakan terjadi kenaikan tingkat suku bunga tiga kali, masing-masing 25 basis poin sehingga mencapai 4,25 persen pada akhir tahun,” ujar Radhika dalam risetnya yang berjudul ”Data Pulse Indonesia”.
Saat ini, suku bunga acuan atau BI rate terdiri dariBI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen, suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen. Tingkat suku bunga acuan ini telah bertahan sejak keputusan Rapat Dewan Gubernur BI pada Februari 2021 hingga rapat terakhir pada Kamis (10/2/2022).
Radhika menambahkan, proyeksi tingkat suku bunga tersebut berdasarkan inflasi domestik yang cenderung naik seiring pulihnya aktivitas ekonomi masyarakat beberapa bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi tahun 2021 mencapai 1,87 persen. Sementara inflasi Januari 2022 mencapai 0,56 persen. Tahun ini, pemerintah dan BI menargetkan inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen.
Ia menjelaskan, ada ada tiga hal yang akan memengaruhi inflasi 2022. Pertama, kepastian reformasi subsidi, yaitu penyesuaian tarif bahan bakar dan utilitas. Kedua, penerapan perubahan pajak, seperti kenaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). ”Hal itu bisa memengaruhi setidaknya setengah dari inflasi dan kemungkinan menyebabkan kenaikan cukai tertentu,” ujar Radhika.
Sementara itu, faktor ketiga adalah kenaikan harga barang dan jasa oleh produsen. Hal ini tecermin dalam inflasi harga grosir seiring dengan aktivitas ekonomi yang mulai kembali normal. ”Dengan menimbang hal itu, kami memperkirakan inflasi 2022 rata-rata 3 persen, tetapi masih dalam target BI, yang sebesar 2-4 persen,” ujar Radhika.
Faktor global
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky mengatakan, kebijakan moneter Indonesia perlu mempertimbangkan kenaikan inflasi di berbagai belahan dunia. Hal ini terjadi akibat asimetrisnya kecepatan pemulihan penawaran yang tidak secepat permintaan sehingga memicu inflasi. Inflasi domestik Indonesia bisa ikut terpicu naik akibat inflasi impor.
Oleh karena itu, kebijakan BI untuk kemungkinan menaikkan tingkat suku bunga acuan tahun ini sudah tepat. Sebab, selain harus mengerem potensi laju inflasi Indonesia, BI juga perlu menjaga kestabilan sistem keuangan dan nilai tukar.