Dari dulu hingga hari ini, ada saja tawaran investasi bodong. Mereka hanya berubah wujud dari tawaran investasi konvensional menjadi produk berbalut teknologi termutakhir.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Beberapa tahun lalu, grup band Kerispatih merilis lagu yang jadi hit berjudul ”Tak Lekang oleh Waktu”. Lirik lagu ini lebih kurang bercerita soal kisah cinta yang tak lekang waktu. Kalau boleh berseloroh, selain cinta seperti yang dinyanyikan Kerispatih, rupanya ada pula yang tak lekang waktu, yaitu investasi bodong.
Investasi bodong itu tak lekang waktu. Dari zaman dulu hingga hari ini, investasi bodong masih saja bergentayangan menghantui masyarakat kita.
Penelusuran dari Pusat Informasi Kompas (PIK), kasus investasi bodong pernah terjadi pada 1968. Saat itu ada sebuah perusahaan yang mengumpulkan dana dari 6.000 orang dengan nilai total Rp 900 juta. Dengan dalih uang itu jadi modal perusahaan konstruksi, manajemen perusahaan menjanjikan bunga 17,5 persen per tahun pada nasabah. Alih-alih memperolehnya, uang itu tak pernah diberikan.
Pada tahun 1992, kasus serupa juga terjadi. PT Suti Kelola, perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan perabot dan alat-alat rumah tangga secara kredit ini, menjanjikan pemberian bunga 44,5 persen per tahun dengan menyimpan uang di perusahaannya. Iming-iming itu berhasil menjaring lebih dari 4.000 nasabah dengan total uang Rp 14 miliar. Namun terjadi lagi, pemiliknya kabur menggondol semua uang.
Tiga puluh tahun berselang, di tengah disrupsi dan digitalisasi berbagai aspek kehidupan, rupanya investasi bodong tetap mempertahankan eksistensinya. Mereka hanya berubah wujud dari yang dulu berupa penipuan tawaran investasi konvensional kini bersalin rupa dalam balutan teknologi mendompleng berbagai instrumen investasi yang terdengar mutakhir bagi masyarakat. Ini seperti perdagangan opsi biner (binary option), robot trading ilegal, dan skema ponzi berkedok jual beli aset kripto.
Salah satu entitas opsi biner yang mencuri perhatian publik beberapa tahun terakhir adalah Binomo. Ini tak lain karena iklan tawaran ini menggunakan kalimat yang jelas tidak masuk akal dan sangat sering berseliweran di iklan selingan berbagai media sosial.
Binomo sudah ditetapkan sebagai investasi ilegal oleh Satgas Waspada Investasi sejak 2019. Mereka tidak mengantongi izin usaha di Indonesia. Selain itu, praktik yang dilakukan dalam opsi biner itu tak lain seperti berjudi. Nasabah diminta menebak kenaikan atau penurunan harga. Ketika tebakan mereka benar, mereka memperoleh uang. Sebaliknya ketika salah, uang mereka hilang. Jadi tidak pernah ada perdagangan di sana, hanya uang saja yang dipermainkan seperti berjudi.
Bagaimana dengan robot trading? Robot trading sejatinya merupakan inovasi dalam bidang perdagangan komoditas berjangka. Secara sederhana, robot trading merupakan sebuah perangkat lunak yang diinstal di komputer nasabah, yang bekerja dengan rangkaian algoritma yang didesain untuk mempermudah aktivitas perdagangan mata uang asing (forex). Robot atau sistem ini yang akan mengeksekusi jual dan beli, bukan manusia.
Dengan rangkaian algoritma tadi, robot trading diharapkan bisa memberikan transaksi dengan hasil optimal bagi nasabah. Cara kerja robot yang berdasarkan sistem pemrograman bisa menghindarkan efek psikologis manusia, yakni serakah atau ketamakan yang mengeruhkan akal sehat dalam berinvestasi.
Namun, publik dibuat bingung karena kehadiran perusahaan atau entitas robot tradingabal-abal atau bodong yang tak berizin dari Kementerian Perdagangan. Ada dua modus robot trading ilegal. Yang pertama, mereka menjanjikan pendapatan tetap setiap hari dan nol risiko kerugian. Padahal, yang namanya perdagangan pasti ada fluktuasi harga sehingga sudah pasti ada risiko rugi.
Adapun modus kedua adalah modus yang paling sering digunakan pelaku investasi bodong, yakni skema ponzi atau money game. Mereka memberikan imbal hasil kepada nasabahnya dengan meminta nasabah itu mencari orang lain untuk menjadi nasabah baru. Jadi tidak pernah ada perdagangan di sana.
Bonus itu diberikan ketika sudah merekrut nasabah baru. Adapun bonus itu berasal dari nasabah terbaru yang menyetor uangnya. Ketika tidak ada nasabah baru, maka tak ada lagi bonus. Kalau sudah begitu, biasanya sang pemilik kabur membawa uangnya.
Skema ponzi pula yang digunakan penipu investasi bodong berwujud jual beli aset kripto. Nasabah diminta menyetor sejumlah uang sebagai investasi dengan imbal hasil waktu tertentu. Kripto juga dijadikan jalan keluar saat skema ponzi ini macet alias tak bisa lagi memberikan imbal hasil.
Agar bisa terhindar dari jeratan investasi ilegal, publik harus selalu ingat konsep 2L sebelum berinvestasi. Adapun 2L itu adalah legalitas dan logis.
Masyarakat harus memastikan legalitas perusahaan tersebut sebelum memutuskan investasi. Selain itu, masyarakat harus berpikir logis dan menghitung dengan baik apakah tawaran itu masuk akal atau terlalu mengada-ada. Investasi bodong selalu menawarkan imbal hasil yang sangat tinggi dan selalu menjanjikan tidak ada risiko kerugian. Itu sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi.
Selama manusia masih dikuasai hasrat untuk kaya dalam waktu cepat dengan cara memintas, serta belum dibarengi literasi keuangan dan investasi yang mumpuni, maka investasi bodong akan selalu mendapatkan pelanggannya. Ini pekerjaan rumah, tak hanya regulator, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan dunia keuangan dan investasi. Perlindungan konsumen harus diperkuat untuk menghadapi bisnis ilegal yang tak pernah lekang oleh waktu ini.