Pemerintah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung pemerintah untuk sektor perumahan. Namun, pelaksanaan insentif itu berpotensi terganjal perizinan persetujuan bangunan gedung.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP sektor perumahan pada tahun ini. Insentif diberikan untuk hunian rumah tapak dan unit rumah susun seharga maksimal Rp 5 miliar yang diserahterimakan sejak 1 Januari hingga 30 September 2022. Namun, perpanjangan stimulus itu dikhawatirkan sulit efektif akibat hambatan perizinan.
Perpanjangan insentif PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022. Beleid tersebut menggantikan PMK Nomor 103/PMK.010/2021.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menjelaskan, insentif PPN DTP sektor perumahan untuk tahun 2022 diberikan selama sembilan bulan untuk penyerahan rumah tapak dan unit hunian rusun. Penyerahan unit, antara lain, terjadi pada saat ditandatanganinya akta jual beli, atau ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli lunas di hadapan notaris, serta dilakukan penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tapak atau rumah susun siap huni.
Insentif PPN DTP diberikan 50 persen dari PPN yang terutang atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Untuk harga rumah tapak atau rumah susun di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentifnya ditetapkan 25 persen dari PPN.
Pemerintah berharap perpanjangan insentif dapat meningkatkan serapan hunian baru, menjaga momentum pemulihan sektor properti, dan membantu pemulihan ekonomi Indonesia.
”Kita berharap masyarakat memanfaatkan insentif ini agar membantu perekonomian Indonesia pulih lebih kuat pada 2022,” ujar Febrio dalam keterangan pers, Selasa (8/2/2022).
Pemberian PPN DTP memiliki beberapa syarat, antara lain rumah tapak atau satuan rumah susun baru siap huni memiliki kode identitas rumah, pertama kali diserahkan pengembang kepada pembeli, dan bukan unit hasil pemindahtanganan. Selain itu, insentif berlaku untuk perolehan maksimal satu unit rumah atau rumah susun per orang. Konsumen yang telah mendapatkan insentif PPN DTP atas penyerahan rumah tapak atau satuan rusun pada tahun 2021 dapat memanfaatkan kembali PPN DTP.
Sebelumnya, pada akhir tahun 2021, pemerintah mengumumkan penyaluran PPN DTP mendapat respons positif dan mendorong sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bertajuk ”Refleksi Capaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022” mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 960 miliar untuk memberi diskon pajak pembelian rumah pada 2021. Dana tersebut habis terserap (Kompas.id, 30/12/2021).
Pembangunan terhambat
Secara terpisah, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menilai, perpanjangan insentif PPN DTP hingga September 2022 telah sesuai kesepakatan dengan pengembang. Akan tetapi, penerapannya tahun ini dikhawatirkan sulit efektif akibat kendala perizinan, yakni peralihan dari izin mendirikan bangunan (IMB) menjadi persetujuan bangunan gedung (PBG).
Pengurusan PBG mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. PBG merupakan perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
Totok mengemukakan, keputusan pemerintah mengganti IMB ke PBG sejak Agustus 2021 hingga kini belum ditindaklanjuti dengan peraturan daerah (perda). Padahal, penerapan dan retribusi PBG memerlukan perda. Akibatnya, sebagian besar pengembang kesulitan memulai pembangunan proyek baru hunian.
Dicontohkan, pada Oktober 2021, pendaftaran rumah kelas menengah untuk memperoleh PPN DTP mencapai 72.000 unit. Akan tetapi, kendala izin PBG yang belum terbit menyebabkan pendaftaran turun menjadi 32.000 unit, dengan realisasinya per 31 Desember 2021 hanya 5.987 unit.
Totok menambahkan, pembangunan proyek hunian membutuhkan waktu minimal delapan bulan. Jika penyelesaian proyek hunian mundur akibat kendala perizinan, penyerahan properti akan sulit mengejar insentif PPN DTP yang berlaku hingga September 2022. Pengembang berharap pemerintah segera membenahi ketentuan PBG melalui koordinasi lintas kementerian. Selain itu, REI mengusulkan agar setiap pemda dapat mengeluarkan PBG sementara sambil menunggu perda terbit.
”Jika kendala PBG tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat, pemberlakuan PMK (insentif PPN DTP) tahun ini bisa mubazir,” katanya.