Pengeluaran Paksa Pesawat Susi Air Dinilai Abaikan Kompetensi
Selain tidak melanggar aturan daerah, Susi air menilai satpol PP tidak memiliki kompetensi mengeluarkan pesawat. Layanan penerbangan perintis di daerah itu justru dikhawatirkan terganggu.
JAKARTA, KOMPAS — Pengeluaran secara paksa sejumlah pesawat Susi Air dari hanggar di Bandara Robert Atty Bessing, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Rabu (2/2/2022), oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) dinilai mengabaikan kompetensi. Selain tidak ada peraturan daerah yang dilanggar Susi Air, Satpol PP dinilai tidak memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas tersebut.
Kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz, kepada Kompas di Jakarta, Kamis (3/2/2022) menyatakan, pesawat-pesawat Susi Air itu telah 10 tahun melayani rute-rute penerbangan perintis ke berbagai daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh pesawat berbadan lebar. Pihaknya menyayangkan pengusiran paksa tersebut dan khawatir tindakan itu akan berdampak ke layanan transportasi udara dari dan ke wilayah-wilayah yang selama ini dilayani Susi Air di wilayah itu.
Menurut dia, Satpol PP tidak memiliki kompetensi untuk melakukan pengeluaran pesawat. Lagi pula, kata dia, tidak ada aturan daerah yang dilanggar oleh manajemen Susi Air. Dalam tugas pokoknya, Satpol PP didesain untuk menegakkan peraturan daerah.
“Ini tidak sama dengan mengangkut gerobak pedagang kaki lima dalam upaya menertibkan sebuah tempat umum. Kami merasa tidak melanggar perda (peraturan daerah) apapun di Kabupaten Malinau. Satpol PP tidak mempunyai kompetensi untuk memindahkan pesawat ini,” kata Donal.
Menurut Donal, persoalan sebenarnya dipicu oleh ketidakjelasan pemerintah daerah Kabupaten Malinau dalam memperpanjang penyewaan hanggar bandara. Pada 15 November 2021, manajemen Susi Air telah mengirimkan surat resmi perihal perpanjangan masa sewa hanggar pesawat kepada pemerintah daerah (pemda) Malinau.
“Ternyata, surat tersebut hanya direspon singkat, tidak bisa diperpanjang lagi. Kira-kira begitu dipahaminya. Kami tidak masalah, jika keberadaan hanggar ini akan disewakan kepada pihak lain atau begitu urgent dilakukan oleh pemda Malinau, asalkan penggantinya tetap bisa memberikan pelayanan mobilitas bagi masyarakat,” jelas Donal.
Dalam surat terakhir yang diajukan kepada pemda setempat per 17 Januari 2022, Susi Air meminta waktu tiga bulan untuk memproses pemindahan pesawat-pesawatnya. Sebab, ada satu armada pesawat yang rusak dan mesinnya sedang menunggu kiriman dari luar negeri. Pesawat ini biasa digunakan untuk menangani kebakaran hutan di Kalimantan.
Ironisnya, kata Donal, penerbangan perintis yang diselenggarakan oleh negara, dibiayai pula oleh APBN dan APBD, kini diusir oleh pemimpin daerah yang nota bene adalah pejabat negara. Selama ini, pelayanan oleh Susi Air menggunakan skema business to government (B to G). Bukan skema business to business yang sepertinya akan digunakan oleh pejabat daerah ini. “Kami sedang menginventarisasi data-data kerusakan dan kerugian yang timbul akibat pengusiran ini,” ujarnya.
Baca juga:
Kalimantan Utara, Ironi di Perbatasan Negeri
Susi Pudjiastuti, pemilik Susi Air, dalam pesan singkatnya mengkhawatirkan risiko terganggunya pelayanan masyarakat Malinau dan sekitarnya akibat tindakan tersebut. Pada tahun 2022, kata Susi, maskapai Susi Air masih melayani penerbangan dari dan ke Malinau untuk 11 rute. "Hal ini yang mungkin tidak dipikirkan oleh pihak-pihak yang menggunakan kekuasaan secara berlebihan tersebut. Justru, masyarakat Malinau dan sekitarnya yang terganggu dan dirugikan," ujarnya.
Kesebelas rute tersebut terbagi dalam penerbangan perintis dari Malinau menuju Long Bawan, Long Apung, Mahak Baru, Long Layu, Binuang, Long Alango, Long Punjungan, Data Dian, dan Long Sule, serta penerbangan perintis yang melayani rute Nunukan-Long Bawan dan penerbangan reguler dengan rute Malinau-Tarakan.
“Perlu kami tegaskan, Susi Air menghormati hubungan hukum yang dilakukan selama ini dengan pemerintah daerah. Tapi, seharusnya juga disadari hal ini bukan sekedar soal bisnis. Susi Air sedang membantu pemerintah untuk melayani masyarakat dari sektor transportasi udara,” ujar Susi.
Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 ini mengaku tidak habis pikir dengan tindakan paksa yang dilakukan Rabu kemarin. “Wajar jika ada pertanyaan, kepentingan apa yang lebih besar dan siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pengusiran paksa kemarin?” tanya Susi.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati secara terpisah mengatakan, gedung hanggar pesawat yang berada di Bandara Malinau merupakan gedung yang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Malinau. Dalam statusnya, gedung ini belum diserahterimakan kepada Kementerian Perhubungan melalui Unit Pengelolaan Bandar Udara (UPBU) Malinau.
Pengelolaan hanggar, termasuk kegiatan sewa menyewa selama ini dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Malinau. Pihak Unit Pengelolaan Bandar Udara hanya menjembatani kedua belah pihak dan melakukan pengamanan keselamatan penerbangan.
“Pengelolaan hanggar, termasuk kegiatan sewa menyewa selama ini dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Malinau. Pihak UPBU dalam hal ini hanya menjembatani kedua belah pihak dan melakukan pengamanan keselamatan penerbangan,” jelas Adita.
Terkait kekhawatiran akan terganggunya pelayanan penerbangan, Adita mengatakan, pesawat yang berada di hanggar kemungkinan merupakan pesawat rusak yang sedang berada dalam masa perbaikan. “Kalau pesawat yang masih operasional seharusnya bisa diparkir di bandara mana saja. Jadi, seharusnya tidak ada masalah dengan pelayanan perintis,” ujar Adita.
Baca juga: Angkutan Udara Perintis, Wujud Nyata Tingkatkan Konektivitas
Tidak memperpanjang
Sekretaris Daerah Kabupaten Malinau Ernes Silvanus menjelaskan kronologi terkait pengangkutan paksa aset Susi Air dari hanggar pesawat di Bandar Udara Robert Atty Bessing Kabupaten Malinau. Ia mengatakan, kontrak sewa hanggar pesawat diperbarui setiap tahun.
Pada akhir 2021, Pemkab Malinau menerima dua pengajuan kontrak sewa hanggar pesawat, salah satunya Susi Air yang mengajukan tanggal 15 November 2021 untuk perpanjangan kontrak sewa. Pemkab Malinau memutuskan tidak memperpanjang kontrak Susi Air.
"Tim sudah menyampaikan (kepada pihak Susi Air) melalui Surat Bupati Malinau tanggal 9 Desember 2021 yang mengatakan tidak memperpanjang lagi kontrak sewa menyewa hanggar tahun 2022," ujar Ernes, Kamis (3/2/2022).
Waktu pemberitahuan itu, kata Ernes, sesuai dengan klausul perjanjian antara Pemkab Malinau dan Susi Air. Di sana tertera Pemkab Malinau harus memberitahukan masa berakhirnya perjanjian itu kepada Susi Air maksimal 14 hari sebelum 31 Desember. Artinya, kata Ernes, Pemkab Malinau sudah melayangkan surat pemberitahuan itu tiga minggu tiga hari sebelum 31 Desember, masa akhir kontrak.
"Di pasal (perjanjian) berikutnya, bahwa kepada pihak kedua (Susi Air), setelah berakhirnya masa perjanjian, otomatis harus mengosongkan atau meninggalkan hanggar pesawat milik Pemda Malinau," katanya.
Namun, setelah berakhirnya masa kontrak, yakni 31 Desember 2021, pihak Susi Air belum meninggalkan hanggar. Pada 3 Januari 2022, Pemkab Malinau kemudian mengeluarkan surat kepada Susi Air. Isinya, meminta kembali pihak Susi Air mengosongkan hanggar pesawat.
Setelah itu, pihak Susi Air menjawab surat tersebut di hari yang sama. Isinya, kata Ernes, pihak Susi Air menyatakan keberatan untuk keluar dari gedung hanggar yang ada.
Pada 13 Januari 2022, perwakilan Susi Air menemui Kepala Dinas Perhubungan Malinau. Pihak Susi Air menyatakan siap pindah dari gedung hanggar pesawat dan meminta waktu 3 bulan untuk memindahkan 2 unit pesawat yang rusak.
"Tiga bulan waktu yang cukup lama bagi Pemkab Malinau karena pemda sudah melakukan sewa kontrak kepada pihak maskapai lain, yang juga mempunyai hak yang sama," ucap Ernes.
Ernes melanjutkan, pihak maskapai lain yang mendapat kontrak hanggar tahun 2022 sudah menyetor retribusi ke Pemkab Malinau. Selanjutnya, Pemkab Malinau berkewajiban menyiapkan hak dari maskapai tersebut. Akhirnya, Pemkab Malinau menunggu sampai 14 Januari 2022 agar manajemen Susi Air mengosongkan hanggar.
Namun, pihak Susi Air belum meninggalkan hanggar pesawat. Pada 17 Januari, Susi Air mengirim surat kembali untuk diberi waktu 3 bulan. Surat tersebut tidak ditanggapi oleh Pemkab Malinau karena sudah terikat kontrak dengan maskapai lain.
Baru pada 26 Januari 2022, Pemkab Malinau mengirimkan surat ketiga kepada Susi Air untuk mengosongkan hanggar. Dalam surat tersebut, Pemkab Malinau memberi waktu hingga 31 Januari 2022 atau sebulan setelah masa kontrak hanggar kepada Susi Air habis.
Pada 31 Januari 2022, Ernes mengatakan, pengosongan hanggar belum juga dilakukan. Akhirnya, Satpol PP Kabupaten Malinau diperintahkan untuk mengosongkan hanggar.