Kebijakan Moneter Diarahkan untuk Menjaga Stabilitas Sembari Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Bank Indonesia menegaskan kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sembari tetap berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan sambutan pada acara peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia, serta Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia, Rabu (26/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menegaskan kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sembari tetap berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan dan sinergi dengan berbagai pihak.
”Kebijakan moneter akan lebih pada menjaga kestabilan inflasi dan nilai tukar. Namun, kebijakan lainnya, seperti makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar, perluasan inklusi keuangan dan ekonomi hijau, serta kebijakan internasional BI, akan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo saat peluncuran laporan transparansi dan akuntabilitas BI 2021 yang terdiri dari Laporan Perekonomian Indonesia (LPI), Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI), serta Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (LEKSI), Rabu (26/1/2022), di Jakarta.
Perry mengatakan, tahun ini BI menargetkan inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Tahun lalu, inflasi berada di level 1,87 persen. Adapun untuk pertumbuhan ekonomi, proyeksi BI sebesar 4,7-5,4 persen. Perry optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu seiring dengan dibukanya kembali aktivitas yang mendorong perekonomian.
Bauran kebijakan
Di tempat yang sama juga digelar Seminar Internasional G-20 bertajuk ”Safeguarding The Growth Momentum” yang dilangsungkan secara hibrida. Hadir sebagai pembicara dalam acara itu Deputi Gubernur BI Doddy Budi Waluyo, Co-Chair G-20 International Finance Architecture (IFA) Working Group Byungsik Jung, dan Kepala Ekonom Citi Indonesia Helmi Arman.
Doddy menjelaskan, salah satu strategi BI untuk menjaga stabilitas sembari mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan bauran kebijakan. Kebijakan BI seperti penetapan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) dan kebijakan makroprudensial akan disinergikan dengan kebijakan dari berbagai pihak lainnya.
Helmi Arman mengatakan, kebijakan pelonggaran moneter di berbagai negara telah mendorong pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk di Indonesia. Namun, Indonesia harus mewaspadai normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju yang bisa memicu arus modal keluar dari Indonesia (capital outflow) yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Menurut Byungsik Jung, tahun ini menjadi masa krusial bagi tiap-tiap negara untuk memulihkan perekonomiannya. Untuk itulah rangkaian acara G-20 sepanjang tahun ini salah satunya akan diarahkan untuk membahas bagaimana memulihkan perekonomian secara bersama-sama.
Proyeksi IMF
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini melambat. Hal itu terjadi lantaran gangguan rantai pasok perdagangan, inflasi yang tinggi, pembengkakan utang, dan ketidakpastian berakhirnya pandemi Covid-19.
Dalam tinjauan perekonomian global bertajuk ”Rising Caseloads, a Disrupted Recovery and Higher Inflation” yang dirilis pada 25 Januari 2022, IMF memperkirakan ekonomi dunia pada tahun ini tumbuh 4,4 persen. Angka itu lebih rendah dari proyeksi IMF pada Oktober 2021 yang sebesar 4,9 persen.
First Deputy Managing Director of IMF Gita Gopinath mengatakan, pemulihan global yang tengah berlangsung menghadapi banyak tantangan. Penyebaran cepat virus korona varian Omicron telah menyebabkan pembatasan mobilitas baru di banyak negara dan meningkatkan kekurangan tenaga kerja.
Gangguan pasokan juga masih membebani aktivitas perdagangan dan berkontribusi pada inflasi yang lebih tinggi. Inflasi itu juga terjadi lantaran mulai meningkatnya permintaan serta kenaikan harga pangan dan energi.
”Tantangan-tantangan ditambah dengan peningkatan utang akan makin membebani setiap negara. Ketahanan fiskal setiap negara akan diuji,” ujar Gopinath.
Sumber: International Monetery Fund
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara dunia oleh IMF.
Menurut Gopinath, 60 persen negara berpenghasilan rendah berada dalam situasi atau risiko tinggi lantaran utangnya meningkat. Mereka akan makin sulit membayar utang.
Selama ini, negara-negara tersebut sudah membayar hampir 3 persen dari total output ekonomi mereka untuk membayar utang. ”Kami berharap Kerangka Kerja Umum G-20 diubah untuk mengakselerasi konkretisasi perjanjian restrukturisasi utang,” katanya.
IMF juga menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan China bakal anjlok tahun ini. Pertumbuhan ekonomi kedua negara dengan ekonomi besar dan kuat itu diperkirakan turun pada 2022, masing-masing sebesar 4 persen dan 4,8 persen. Tahun 2021, ekonomi Amerika Serikat diperkirakan tumbuh 5,6 persen dan China 8,1 persen.
Dari dalam negeri, kebijakan moneter dan fiskal yang dikelola pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi dari hantaman pandemi Covid-19 mendapat apresiasi dari IMF. Pemerintah akan mengikuti sejumlah saran IMF demi tercapainya pemulihan secara berkelanjutan
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengatakan, laporan IMF menggambarkan bahwa dunia internasional saat ini telah memandang Indonesia sebagai negara yang sukses dalam penanganan pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi dalam negeri.
”Kesuksesan tersebut dicapai tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengah,” kata Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu (26/1/2022).
Kecepatan Indonesia dalam mencapai pemulihan ekonomi membuat IMF menilai target konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi 3 persen PDB pada tahun 2023 bisa tercapai. Hal ini, lanjut Febrio, dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata pelaku pasar internasional.
IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,6 persen pada 2022 dan menguat ke 6 persen pada 2023. Namun, IMF menyarankan pemerintah untuk tetap waspada atas peningkatan sejumlah risiko eksternal, di antaranya gelombang baru penyebaran Covid-19 dan peningkatan tekanan inflasi global.
Dalam perspektif jangka menengah, lanjut Febrio, IMF menilai kerangka strategi peningkatan pendapatan negara sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas. Hal tersebut bermanfaat untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensial, sekaligus memenuhi Sasaran Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainability Development Goals/SDGs).
”Strategi kebijakan fiskal jangka menengah akan dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi,” kata Febrio.
Febrio menambahkan, pada aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter tetap diterapkan secara akomodatif untuk mendukung pemulihan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian. Untuk itu, kerja sama berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan pada akhir 2022 sesuai amanat UU Nomor 2 Tahun 2020.
”Tentu hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja fiskal yang saat ini sudah makin menguat,” kata Febrio.