Presiden Kembali Serukan Stop Ekspor Bijih Bauksit
Sudah saatnya Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah yang telah berjalan selama 350 tahun. Perusahan-perusahaan didorong mengolah bahan mentah agar mendapatkan nilai tambah produk.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
BINTAN, KOMPAS — Pemerintah terus mendorong hilirisasi industri dengan menghentikan ekspor bahan mentah. Sebagai wujud komitmen terhadap hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah produk, pemerintah akan segera menerapkan aturan mengenai larangan ekspor bauksit.
Presiden Joko Widodo meminta perusahaan-perusahaan mulai mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi untuk meningkatkan nilai tambah. ”Jangan sampai, sejak 350 tahun lalu saat dijajah, selalu ekspor bahan mentah, nggak berhenti sampai sekarang,” tutur Presiden Joko Widodo dalam pelepasan ekspor perdana tahun 2022 smelting grade alumina di Kawasan Ekonomi Khusus Galang Batang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).
Dalam acara yang juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Gubernur Kepulauan Riau Anhar Ahmad itu, Presiden menyampaikan bahwa hilirisasi memberi nilai tambah sangat besar. Bukan hanya nilai ekspor berkali lipat, tetapi juga membuka lapangan kerja baru. Selain itu, pajak perusahaan, pajak pribadi, bea ekspor keluar, sampai penerimaan bukan pajak pun akan ada di Indonesia.
Sementara dalam laporannya, Airlangga menjelaskan, nilai tambah bauksit ketika diolah menjadi alumina berkisar empat kali lipat dari harga bahan mentah. Untuk memproduksi alumina diperlukan 6 ton bauksit. Adapun harga 1 ton bauksit sekitar 31,37 dollar AS . Dengan harga bahan baku 188,2 dollar AS, 1 ton alumina bernilai 770 dollar atau empat kali dari harga bauksit mentah.
Bila alumina diolah menjadi aluminium ingot, nilainya 3.174 dollar AS per ton. Untuk 1 ton aluminium ingot diperlukan 2 ton alumina atau sekitar 1.540 dollar AS. Setelah menjadi aluminium ingot, nilainya menjadi 3.174 dollar per ton. Setidaknya ada pertambahan dua kali. Karenanya, dari bauksit mentah menjadi aluminium ingot, nilai tambahnya berkisar delapan kali.
Hingga 8 Desember 2021, PT Bintan Alumina Indonesia, perusahaan pengolahan alumunium dan smelter di KEK Galang Batang, sudah mengekspor 530.000 ton alumina dengan nilai ekspor Rp 2,6 triliun. Perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 3.000 orang ini menargetkan produksi sesuai kapasitasnya sebanyak dua juta ton per tahun. Investasi awal ini sekitar Rp 15 triliun. Investasi dilanjutkan untuk produksi aluminium ingot dengan investasi direncanakan Rp 36,25 triliun.
Jangan sampai, sejak 350 tahun lalu saat dijajah, selalu ekspor bahan mentah, nggak berhenti sampai sekarang.
Bila berproduksi 2 juta ton alumina senilai 1,5 miliar dollar AS ditambah ekspor aluminium ingot 400.000 ton senilai sekitar 1,2 miliar dollar AS, ekspor dari Bintan bisa mencapai 2,7 miliar dollar AS. Sebaliknya, ekspor 26 juta ton bauksit yang dilakukan selama ini hanya bernilai 700 juta dollar AS.
Sejauh ini, bahan baku produksi di Bintan disediakan dari Kalimantan Barat sebanyak 8 juta ton bauksit pertahun. Sebab, tambang bauksit di Bintan sudah habis.
KEK Galang Batang seluas 2.333 hektare dan diresmikan 8 Desember 2018 kini sudah mengekspor sekitar 20.000 ton atau senilai Rp 100 miliar. Dalam pelepasan ekspor, Selasa (25/1/2022), sebanyak 20.000 ton smelting grade alumina senilai Rp 100 miliar diekspor.
Ke depan, lanjut Airlangga, KEK akan ekspansi. Beberapa perusahaan sudah menyampaikan komitmen untuk investasi di sini seperti perusahaan petrokimia asal Shandong, China yang akan memproduksi soda kaustik. Bila direalisasikan, diharap perusahaan ini akan mempekerjakan 7.000 orang.
Gubernur Anhar Ahmad menambahkan, Pemprov Kepri bersama Pemerintah Kabupaten Bintan berusaha memperluas KEK. Harapannya, pertumbuhan ekonomi di Kepri semakin cepat. Program hilirisasi industri juga bisa terdukung.
Diakui, sejak pandemi, pertumbuhan ekonomi Kepri terpukul berat. Sepanjang 2020, pertumbuhan ekonomi provinsi ini minus 3,83 persen. Namun, tahun 2021, pertumbuhan diperkirakan 3,5-4 persen. Beberapa sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi di Bintan saat ini antara lain kinerja investasi, kinerja ekspor, belanja rumah tangga, belanja pemerintah, serta industri baik sektor pengolahan, konstruksi, perdagangan besar, dan ritel.
Kendati demikian, sektor pariwisata masih tertekan. Bila tahun 2019 kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 2.900.067 orang; pada 2020 dan 2021 hampir tidak ada kunjungan. Karenanya, Anhar menyambut baik rencana gelembung koridor perjalanan yang akan disepakati bersama Singapura. Hal ini dibahas dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Selasa siang. Namun, kesepakatan masih belum dicapai.
”Kami akan kawal (travel bubble) supaya sukses dan mendukung sektor pariwisata bisa memacu percepatan pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.