Jokowi Hadapi Tantangan Naikkan Nilai Tambah dan Penuhi Kebutuhan Domestik
Setelah melakukan hilirisasi nikel, Presiden Jokowi mengincar akan menyetop ekspor bahan mentah bauksit di tahun 2022. Jika bauksit sudah disetop, giliran selanjutnya bagi tembaga dan timah.
Presiden Joko Widodo pada awal pekan ini menyampaikan bahwa hilirisasi industri dan industrialisasi akan terus ditingkatkan karena Indonesia tidak ingin selalu mengirim bahan mentah ke luar negeri. Izin tambang mineral dan batubara pun dihentikan. Pelarangan ekspor mineral juga dilanjutkan.
Ekspor batubara yang tidak penuhi kewajiban mekanisme pemenuhan dalam negeri dahulu (domestic market obligation/DMO) sempat dihentikan. Hal ini mengingat kebutuhan dalam negeri untuk industri dan pembangkit listrik sangat kekurangan. Namun, jika perusahaan tersebut sudah bisa memenuhi DMO, ekspor boleh dilanjutkan lagi. Hari ini ekspor batubara yang perusahaannya sudah penuhi DMO dibuka lagi secara bertahap.
Sejak tahun 2020 Indonesia menyetop ekspor nikel. ”Tahun ini, segera juga akan kita stop ekspor bahan mentah bauksit. Tahun depan juga akan kita stop ekspor bahan mentah tembaga,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-49 PDI-P (PDI-P) secara virtual dari Istana Negara, Jakarta, Senin (10/1/2022).
Hal yang sama juga diutarakan Presiden Jokowi saat menghadiri Hari Ulang Tahun Ke-7 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di The Ballroom Djakarta Theater Building, Jakarta, Rabu (22/12/2021) lalu. Adapun pencabutan izin tambang yang tidak dimanfaatkan dilakukan Presiden Jokowi bersamaan saat mencabut izin hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) baru-baru ini juga.
Setelah melakukan hilirisasi nikel, Presiden Jokowi mengincar akan menyetop ekspor bahan mentah bauksit pada tahun 2022. Jika bauksit sudah distop, giliran selanjutnya bagi tembaga dan timah. ”Semua nilai tambah ada di dalam negeri. Semua yang namanya nilai tambah, harga, dan lapangan kerja itu ada semuanya di dalam negeri,” katanya.
Namun, kebijakan industrialisasi dan hilirisasi ini bukan tanpa konsekuensi. ”Tetapi, musuhnya memang negara-negara maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana, mengamuk semuanya, mengamuk semuanya, mengamuk semuanya. Kita, (kebijakan stop ekspor bahan mentah) nikel kita, sudah dibawa ke WTO. Sudah, enggak apa-apa, ya kita hadapi,” ujar Presiden diiringi tepuk tangan dan yel-yel dukungan.
Tapi musuhnya memang negara-negara maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana, mengamuk semuanya, mengamuk semuanya, mengamuk semuanya.
Presiden Jokowi lantas bercerita tentang pengalamannya ketika hadir di KTT G-20. Kala itu, 16 negara sudah berkumpul untuk tanda tangan mengenai global supply chains (rantai pasok global). Mengetahui agenda tersebut, Presiden Jokowi berniat akan turut bergabung untuk tanda tangan.
”Begitu baca, waduh ini kita disuruh ekspor bahan mentah lagi ini. Begitu mau masuk ke ruangan, ndak, ndak, ndak, kita enggak ikut. Semuanya bubar enggak jadi yang namanya ini. Hanya gara-gara kita enggak mau tanda tangan, semuanya jadi buyar lagi. Karena saya tahu juga ini yang diincar sebenarnya hanya kita saja,” ujar Presiden Jokowi.
Baca juga: Presiden Jokowi: Tak Gentar Digugat WTO, Indonesia Dorong Terus Hilirisasi Industri
Keberanian-keberanian seperti yang dicontohkan tersebut memang sangat diperlukan. ”Kita kadang-kadang membayangkan waduh nanti kita di-banned di sini, di-banned di sini, distop di sini. Di WTO kalah, ya kalah ya enggak apa-apalah kalah. Tapi kalau kita enggak berani nyoba, coba kapan kita akan melakukan hilirisasi, (kapan) kita akan stop ekspor raw material?” tambahnya.
Tanpa keberanian, Indonesia akan terus menjadi negara pengekspor bahan mentah. Padahal, kalau dijadikan barang jadi, nilai tambahnya bisa naik hingga sepuluh kali lipat. ”Nikel saja itu berapa turunan dari ini, digabung plus tembaga bisa jadi litium baterai, litium ion, litium untuk baterai untuk mobil listrik, sodium-ion, banyak sekali turunan yang bisa kita ambil dari sana, banyak sekali,” ucap Presiden.
Sebagai ilustrasi terkait ikhtiar mendapatkan nilai tambah, setelah penghentian ekspor nikel ore alias nikel mentah, smelter-smelter dibangun untuk menghasilkan feronikel dan billet stainless steel. Kalkulasi nilai tambahnya, feronikel dibandingkan nikel ore sekitar 14 kali lipat, sedangkan apabila diolah menjadi billet stainless steel menjadi 19 kali lipat.
Baca juga: Setelah Bijih Nikel, 2022 Pemerintah Bakal Larang Ekspor Bauksit Mentah
Presiden Jokowi meyakini bahwa dari hilirisasi nikel dalam tiga tahun ini, ekspor Indonesia bisa melompat lebih kurang hampir Rp 280 triliun. ”Melompatnya Rp 280 triliun. Tahun depan mungkin kita sudah enggak defisit lagi dengan Tiongkok, kita justru surplus dengan Tiongkok,” kata Kepala Negara.
Jika hilirisasi terus dilakukan hingga 2023-2024, produk domestik bruto Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan naik tiga kali lipat. Dengan demikian, income per kapita Indonesia bisa antara 11.000 dollar AS dan 15.000 dollar AS.
”Ada yang menghitung 20.000-21.000 dollar AS, ndak, ndak, ndak, ndak. Kita menghitungnya, kalau hitung-hitungan seperti (antara 11.000 dollar AS dan 15.000 dollar AS) itu pesimistis saja. Kalau nanti bisa melompat ke 20.000 (dollar AS), ya alhamdulillah. Tapi ini memang butuh keberanian,” kata Presiden.
Kebutuhan domestik
Persoalan terkait ekspor yang disandingkan dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri pun belakangan mengemuka, antara lain di komoditas batubara. Pada awal tahun 2022, pemerintah—melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)—menerbitkan larangan ekspor batubara untuk periode 1-31 Januari 2022.
Kebijakan pelarangan ekspor batubara tersebut untuk menjamin kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap di dalam negeri. Sebab, apabila ekspor tidak dilarang, dampak kekurangan suplai batubara akan ditanggung 10 juta lebih pelanggan PLN, baik masyarakat maupun pelaku industri di Jawa, Madura, dan Bali.
Berselang dua hari dari awal pelarangan ekspor batubara tersebut, Presiden Jokowi melalui pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada 3 Januari 2022 memerintahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero segera mencari solusi terbaik demi kepentingan nasional. Prioritas pasokan batubara adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik untuk PLN maupun industri dalam negeri.
Baca juga: Kutip Amanat Konstitusi, Presiden Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri Sebelum Ekspor
Kepala Negara mengatakan bahwa sudah ada mekanisme domestic market obligation yang mewajibkan perusahaan tambang memenuhi kebutuhan pembangkit PLN. ”(Hal) ini mutlak. Jangan sampai dilanggar dengan alasan apa pun. Perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa diberikan sanksi. Apabila perlu, bukan cuma tidak mendapatkan izin ekspor, tetapi juga pencabutan izin usaha,” kata Presiden Jokowi.
Perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa diberikan sanksi apabila perlu, bukan cuma tidak mendapatkan izin ekspor, tapi juga pencabutan izin usaha.
Seminggu kemudian, Senin (10/1/2022), digelar rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. ”Per hari ini (Senin, 10/1/2022), melihat kondisi suplai (batubara) PLN yang sudah jauh lebih baik, untuk 14 kapal yang sudah memiliki muatan penuh batubara dan sudah dibayar oleh pihak pembeli agar segera di-release (diizinkan) untuk bisa ekspor,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melalui siaran pers (Kompas.id, Selasa (11/1/2022).
Luhut pun menuturkan, pemerintah akan mengevaluasi kembali pembukaan ekspor pada Rabu (12/1/2022) ini. Namun, sebelum keran ekspor batubara tersebut dibuka, tim lintas kementerian/lembaga perlu mempelajari beberapa hal terkait mekanisme ekspor dan kebijakan DMO batubara. Selain itu perlu dipelajari pula hal terkait ekspor bagi perusahaan yang tak memiliki kontrak dengan PLN atau yang spesifikasi batubaranya tidak dibutuhkan PLN. ”Karena itu, pada Rabu, jika pembukaan ekspor diputuskan, akan dilakukan gradual (bertahap),” katanya.
Bada juga: Pemerintah Buka Keran Ekspor Batubara
Kepentingan nasional
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira ketika dimintai pandangan mengatakan, kepentingan nasional perlu didahulukan dibandingkan kehilangan potensi ekspor. Pemerintah disarankan membuat aturan DMO beserta sanksi yang detail per komoditas strategis. ”Aturan teknis akan memudahkan menjalankan sanksi di lapangan,” katanya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menuturkan, Kementerian ESDM harus berani menjalankan perintah Presiden Jokowi untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi tegas kepada para perusahaan atau pemasok batubara yang terbukti ingkar terhadap pemenuhan DMO.
Menurut Abra, Kementerian ESDM seharusnya memiliki parameter yang jelas dalam pemberian sanksi kepada perusahaan batubara. Berbekal evaluasi, catatan rekam jejak, serta teguran yang sudah dilayangkan beberapa kali, semestinya Kementerian ESDM tidak perlu ragu mencabut izin perusahaan yang ingkar terhadap pemenuhan DMO.
Baca juga: Huru-hara Batubara
Kondisi yang riuh berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam ini kiranya menggambarkan bahwa upaya hilirisasi industri dan pemenuhan kebutuhan nasional tidaklah segampang membalik tangan. Beragam kepentingan yang berkelindan dengan aneka pernik masalah pun berpotensi mengaburkan tujuan pengelolaan sumber daya alam. Di titik ini konstitusi mesti menjadi pedoman.
Lembar konstitusi negeri ini tegas mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketepatan pengambilan kebijakan yang dibarengi penegakan aturan dibutuhkan untuk, setidaknya, mengurangi kedalaman jurang tantangan yang dihadapi di tengah ikhtiar memenuhi amanat tersebut.