Integrasi Pengawasan Sektor Keuangan Masih Terhambat
Pengawasan dan perlindungan konsumen industri jasa keuangan dinilai belum optimal. Salah satunya karena unsur pemimpin Otoritas Jasa Keuangan yang belum terintegrasi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yang terdiri atas sembilan orang dinilai belum menciptakan kepemimpinan yang terintegrasi. Pengawasan industri keuangan terpisah sekat per masing-masing sektor keuangan. Akibatnya, perlindungan konsumen tidak optimal.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk ”Mengawal Pansel OJK, Mengawal Pengawasan Industri Jasa Keuangan”, Selasa (25/1/2022). Hadir sebagai pembicara dalam acara itu mantan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani; anggota Dewan Pakar Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG), Mas Achmad Daniri; pengurus Padepokan Microfinance Indonesia, Johanes Saragih; dan anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun.
OJK memiliki sembilan anggota dewan komisioner dalam pengambilan keputusan. Dua dari sembilan anggota dewan komisioner itu adalah pejabat (ex-officio) di Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Tiga anggota dewan komisioner adalah Kepala Eksekutif Pengawas sektor industri jasa keuangan. Adapun tiga Kepala Eksekutif Pengawas itu berada pada sektor perbankan, industri keuangan nonbank (IKNB), dan pasar modal.
Mas Achmad Daniri mengatakan, model kepemimpinan OJK itu belum menciptakan kepemimpinan yang terintegrasi. Tiap-tiap pengawasan terlihat berjalan sendiri-sendiri. Perlindungan konsumen juga belum optimal.
Ia mencontohkan kasus yang menimpa Asuransi Jiwasraya. Pengawasan itu seharusnya berada di bawah Kepala Eksekutif IKNB yang membawahi asuransi. Namun, karena modus kasus ini menggunakan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI), seharusnya Kepala Eksekutif Pengawas pasar modal juga terlibat.
”Penerapan kepemimpinan dan pengawasan harus terintegrasi. Ini untuk mencegah kasus semacam ini kembali terjadi,” ujar Achmad yang juga merupakan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia 1991-2002.
Hal senada dikemukakan oleh Firdaus. Menurut dia, kasus Jiwasraya itu bisa dicegah dengan pengawasan yang tak terpisah sekat dan terintegrasi satu sama lain.
”Kasus semacam Jiwasraya bisa dicegah jika ada koordinasi dan pengawasan yang terintegrasi,” ujar Firdaus.
Kepemimpinan baru
Baik Achmad maupun Firdaus mengharapkan hal-hal itu bisa dibenahi oleh Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027. Kepemimpinan OJK 2017-2022 akan berakhir 20 Juli 2022. Saat ini tengah dibuka pendaftaran calon dewan komisioner OJK. Pendaftaran ditutup Selasa (25/1/2022).
Johanes mengatakan, kepemimpinan baru ini perlu terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ini agar regulasi yang dikeluarkan OJK bisa relevan dengan kondisi nyata industri jasa keuangan.