Orkestrasi Hulu Hilir Pangan
Harapan besar disandarkan pada Holding BUMN Pangan untuk memperkuat ekosistem pangan. Sinergi antar BUMN diuji untuk mampu membawa BUMN Pangan semakin kompetitif.
JAKARTA, KOMPAS -- Sinergi antarperusahaan yang tergabung dalam Holding BUMN Pangan atau ID Food diperkuat guna menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan di dalam negeri. Eksosistem pangan nasional diharapkan makin solid sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi 2 juta petani, peternak, dan nelayan. Penggabungan itu juga diharapkan memudahkan orkestrasi hulu hilir sektor pangan nasional.
ID Food merupakan Holding Pangan dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ditetapkan Pemerintah melalui Kementerian BUMN sebagai Holding Pangan. ID Food memiliki 5 Anggota yang bergerak di sektor pangan, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Sang Hyang Seri, PT Perikanan Indonesia, PT Berdikari, dan PT Garam.
Saat ditemui secara terpisah, selama pekan lalu, BUMN-BUMN Pangan yang tergabung dalam ID Food menyatakan akan fokus menggarap lini bisnis utama atau fundamental bisnis serta memperkuat sinergi antar-BUMN.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan juga ID Food, Arief Prasetyo Adi, mengemukakan, arah utama ID Food adalah memperkuat ekosistem pangan nasional dari hulu ke hilir serta mewujudkan inklusivitas dan kesejahteraan bagi 2 juta petani, peternak, dan nelayan. Orientasi ID Food itu akan dicapai melalui berbagai program yang digulirkan setiap BUMN anggota ID Food.
"Secara umum, Kementerian BUMN meminta ID Food untuk mengurangi lini-lini bisnis yang tidak menguntungkan dan memfokuskan kembali lini bisnis utama," kata Arief.
Baca Juga: Menguji Kemampuan Indonesia
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, berpendapat, ID Food akan menjadi ekosistem kluster pangan guna menghasilkan produk kompetitif. Dengan ekosistem tersebut, perusahaan-perusahaan BUMN yang sebelum sendiri-sendiri, kini bisa saling menopang. Maka, tantangan bagi ID Food ialah menghadirkan produk yang kompetitif, baik harga maupun kualitas, ke pasar.
"Kalau (produk) itu bisa diwujudkan, maka bisa menjadi alternatif lain bagi konsumen. Saya pikir ini tidak akan berbenturan dengan Bulog, yang fungsi utamanya untuk stabilisasi. Namun, ID Food ini secara tidak langsung akan mendukung itu, dengan fokus utama pada bisnis," kata Khudori.
Selama ini, isu ketersediaan dan fluktuasi harga pada pangan strategis menjadi problematika berulang, karena sejumlah faktor. Di antaranya, akibat industri yang tak sehat karena ada pelaku-pelaku dominan. Pembenahan perusahaan BUMN menjadi sinyal positif untuk membawa perbaikan tata kelola.
Fokus Bisnis
Arief mengemukakan, RNI akan mengoptimalkan produksi gula kristal putih sebanyak 280.000 ton di dua pabrik gula di Jawa Barat dan tiga pabrik gula di Jawa Timur. RNI juga terlibat dalam program Makmur dengan target peningkatan produktivitas 85.000 hektar lahan, utamanya padi, jagung, dan tebu.
Direktur Utama PT Sang Hyang Seri (Persero) Maryono, mengatakan, meleburnya PT Pertani ke Sang Hyang Seri (SHS) akan membuat operasional lebih efisien. SHS kini fokus pada tiga hal, yakni perbenihan, perberasan, dan sarana produksi pertanian (saprotan). Selain memproduksi dan menjual benih bersertifikat, SHS juga menyerap beras petani dan menjadi distributor pupuk serta pestisida. SHS memiliki hubungan kemitraan dengan 10.000-15.000 petani dalam memproduksi benih.
Sejumlah kendala yang dihadapi adalah kapasitas produksi yang besar, tetapi utilisasinya rendah, yakni hanya 40 persen dari kapasitas pabrik. "Jualannya kurang banyak. Bisa jadi salah satunya HPP (harga pokok produksi) kami kurang bersaing. Dengan adanya penggabungan, akan lebih efisien sehingga HPP lebih bersaing," lanjutnya.
Program Makmur, dengan melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN, diharapkan lebih memberi kepastian kepada petani. Misalnya, saat petani membutuhkan pupuk, tersedia dan tepat waktu. BUMN juga menyediakan KUR lewat Himbara. Saat gagal panen, ada PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero).
Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara, menilai, sinergi dengan BUMN akan mendorong bisnis lebih efisien, fokus, dan terarah. Penjualan, misalnya, bisa memanfaatkan jaringan luas yang telah dimiliki Rajawali Nusindo maupun PPI. "Kami dapat menaruh produk dan mereka yang penetrasi pasar. Tentunya, akan ada sistem bagi hasil atau profit yang ditentukan," ujar Harry.
Berdikari memiliki tiga subsektor usaha, yakni perunggasan, ruminansia (sapi, domba, dan kambing), serta perdagangan dan ritel di hilir. Tahun 2018, Berdikari mulai fokus pada unggas. Setelah itu, mulai masuk ke usaha sapi, domba, dan kambing. Pihaknya menerapkan pola kemitraan dengan 1.400 mitra di seluruh Indonesia, karena belum memiliki kandang, mesin tetas, rumah potong, dan pabrik pakan.
Tahun 2022, pihaknya akan membangun kandang seluas enam hektar di Malang, Jawa Timur. Selain itu, pihaknya mengakuisisi rumah potong dan satu pabrik pakan. Optimalisasi rumah potong dengan fasilitas pendingan didorong untuk mengantisipasi gonjang-ganjing harga produk ternak. “Ini akan memperkuat fundamental di bisnis perunggasan," katanya.
Baca Juga: ID Food Perkuat Ekosistem Pangan Indonesia
Direktur Utama PT Perikanan Indonesia (Perindo) Sigit Muhartono, mengemukakan, PT Perindo yang merupakan peleburan dua BUMN Perikanan, yakni PT Perikanan Nusantara dan Perum Perikanan Indonesia kini fokus menggarap fundamental bisnis, yakni rantai pasok hulu-hilir perikanan tangkap, bisnis kepelabuhanan, dan pabrik pakan. Inklusivitas bisnis didorong melalui peningkatan jumlah mitra nelayan dan pelaku usaha kapal besar. Jumlah mitra nelayan saat ini 1.420 nelayan, dan 50 mitra pemilik kapal perikanan.
"Tugas kami dalam kluster pangan adalah menjamin ketersediaan suplai produk perikanan di Indonesia, dan meningkatkan kapitalisasi potensi perikanan dengan mendorong ekspor,” kata Sigit.
Dari sisi infrastruktur logisitik, pihaknya siap bersinergi dengan PPI. Perindo juga memiliki logistik rantai dingin, seperti gudang pendingin yang dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk produk perikanan, tetapi juga distribusi produk makanan dingin lain, seperti es krim, dan farmasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Garam Edi Marianto, menilai, ekosistem pangan harus ditopang dengan kemitraan petambak garam untuk peningkatan kualitas di sisi hulu. Sinergi dengan PPI dioptimalkan untuk hilirisasi, yakni ekspor garam. Tahun ini, pihaknya menargetkan ekspor garam olahan ke Malaysia, serta penjajakan ekspor ke Arab dan Taiwan.
“Kolaborasi bukan hal yang mudah, tetapi harus dikerjakan. Kalau secara bisnis saling menguntungkan, dan bisa berbagi marjin, sinergi seharusnya berjalan baik,” ujar Edi.
Di sektor perdagangan dan distribusi, Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Nina Sulistyowati, mengemukakan, PPI yang telah merger dengan BGR Logistics akan mengembangkan lini bisnis omnichanel (daring dan luring). Langkah itu diharapkan menambah keberagaman produk-produk ID Food di ritel modern, bekerja sama dengan para peritel.
Sejumlah program konkret digulirkan untuk memperkuat perdagangan di dalam dan luar negeri. Tahun ini, PPI telah sepakat dengan Badan Pelaksana Imbal Dagang Meksiko untuk sama-sama mengekspor sejumlah produk dalam skema imbal dagang. Meksiko berencana mengekspor minyak kanola, sedangkan Indonesia akan mengirimkan pala, bunga lawang, dan mi instan. Nilai kontrak imbal dagang dengan Meksiko itu mencapai 150.000 dollar AS. Di dalam negeri, PPI akan mengintegrasikan toko-toko mitra PPI dengan warung pangan. Jumlah warung pangan juga akan ditambah dari 60.000 warung menjadi 90.000 warung.
“Dengan bergabungnya BGR Logistics, peran kami dalam ekosistem pangan semakin kuat, yaitu sebagai agregator, off taker, dan distributor yang memiliki jaringan logistik. Kami juga menjadi ujung tombak ID Food dalam pemasaran sejumlah produk pangan ke luar negeri,” ujar Nina.
Khudori menilai, aset-aset fisik perusahaan di bawah ID FOOD yang tersebar di berbagai daerah perlu dioptimalkan. Hal tersebut, selain sebagai satu proses distribusi, juga memperkuat penetrasi pasar. Tak kalah penting, juga harus masuk ke lokapasar (marketplace) dengan ekosistem yang dibangun.
"Apabila mampu kompetitif, serta menjamin kontinuitas, pelan-pelan (ID FOOD) bisa mengambil porsi pasar. Bahkan, bisa jadi juga ekspor. Namun, memang tidak bisa dilihat langsung. Mungkin dalam 1-2 tahun," katanya. (LKT/DIT/HEN)