Pemerintah Masih Pantau Pergerakan Harga Minyak dan Gas Bumi
Meski harga minyak mentah dan gas alam cair di pasar internasional cenderung naik, pemerintah belum memutuskan akan lakukan penyesuaian subsidi BBM ataupun elpiji 3 kilogram.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren harga minyak mentah dan gas alam yang masih tinggi di pasar dunia masih berlanjut. Pemerintah masih terus memantau pergerakan harga tersebut sebelum memutuskan penyesuaian kebijakan terkait subsidi bahan bakar minyak ataupun elpiji.
Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent pada Rabu (19/1/2022) mencapai 88,33 dollar AS per barel. Harga gas alam di Nymex 4,28 dollar AS per juta british thermal unit (MMBTU).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, Rabu, di Jakarta, mengatakan, harga minyak mentah di pasar idealnya 70 dollar AS per barel. Apabila harga naik terlalu tinggi akan berdampak pada perekonomian.
”Kami sendiri masih mengamati perkembangan harga minyak dan gas dunia yang cenderung masih fluktuatif. Kami tidak akan spontan mengubah kebijakan (terkait harga BBM dan subsidi energi). Kami mengevaluasi dari waktu ke waktu,” ucap Tutuka.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha Maghfiruha Rachbini, saat dihubungi terpisah, mengatakan, harga minyak mentah Brent senilai 88,33 dollar AS per barel merupakan tertinggi sejak tujuh tahun terakhir atau sejak Oktober 2014. Ini diakibatkan meningkatnya risiko eskalasi geopolitik di Timur Tengah.
Selain itu, imbuh Eisha, seiring membaiknya perekonomian global dari pandemi Covid-19, permintaan minyak mentah diperkirakan terus meningkat. Ini terlihat dari tingkat inflasi yang sudah mulai naik. Akan tetapi, jika permintaan tinggi dan suplai tidak mencukupi, harga minyak mentah bisa tetap naik pada waktu mendatang.
”Pemerintah Indonesia perlu memberi perhatian terhadap situasi ini dan punya pertimbangan terkait kebijakan baru jika harga migas terus naik. Sebab, apabila harga migas di pasar cenderung tetap seperti itu, perekonomian Indonesia bisa terganggu,” ujar Eisha.
Penghapusan premium
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Kardaya Warnika, berpendapat, pemerintah semestinya sudah mempunyai sikap tegas terhadap kelanjutan subsidi BBM ataupun elpiji. Dari sisi subsidi BBM, masyarakat dan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) masih bingung lantaran beredar kabar premium yang disubsidi negara dan pertalite akan dihapus.
”Bagi masyarakat sebenarnya tidak masalah jika (premium atau pertalite) dihapus. Masalah bagi mereka adalah ada atau tidak BBM jenis gasolin yang tersedia di pasar dan harganya terjangkau? Jika wacana penghapusan dilakukan, seperti premium, berarti pemerintah seharusnya sudah punya rencana mengalihkan subsidi itu (premium) ke jenis BBM lain sehingga masyarakat tetap mampu membeli,” kata Kardaya.
Pemerintah sempat mewacanakan penghapusan premium dan pertalite di pasaran. Pertimbangannya adalah kedua jenis BBM tersebut dianggap kurang ramah lingkungan dan bakal mengalihkan penggunaan BBM ke jenis pertamax. Untuk subsidi elpiji, masalah pendataan penerima subsidi belum tuntas.