Ruang kreasi _ Adu Kreatif Merek Lokal Kosmetik dan Perawatan Kulit
Bisnis kosmetik dan perawatan kulit merek lokal semakin marak. Produk mereka mudah dijumpai mulai dari toko kecantikan, supermarket, pusat perbelanjaan, hotel, hingga lokapasar.
Semangat dari tiap produk kosmetik dan perawatan kulik merek lokal umumnya sama. Mereka ingin mempopulerkan material alami yang bersumber dari sumber daya alam Indonesia dan mengajak pengguna mengurangi kerusakan lingkungan.
Alumni Blibli The Big Start musim ketiga, Christine PAN, mengatakan, selama melakoni hobi berkunjung ke destinasi-destinasi wisata terpencil di Indonesia, dia menemukan pinggiran pantai yang banyak sampah. Ini merusak keindahan destinasi wisata.
“Pada saat plesiran, wisatawan biasanya suka membawa perlengkapan kebersihan tubuh/perawatan kulit (skincare) yang berwujud sachet. Tempat akomodasi pun biasanya menyediakan yang kemasan plastik. Barang-barang seperti itu suka dipakai-buang begitu saja,” ujar dia yang ditemui di sela-sela pameran produk ekonomi kreatif “The Local Market” beberapa waktu lalu, di Kemang, Jakarta Selatan.
Dengan latar belakang pendidikan biomedical engineering, Christine mulai mengembangkan sendiri produk skincaresekitar tahun 2015 dan meluncurkan merek Segara Naturals tahun 2018. Karena bertujuan mengurangi sampah plastik, maka kemasan produk memakai kaleng alumunium yang di dalamnya diisi dengan sabun padat. Produk ini memang diperuntukkan bagi orang-orang yang suka bepergian. Setelah itu, lahir berbagai jenis skincare lain, seperti sampo yang juga berbentuk padat.
Produk skincare sengaja dibuat padat agar mudah dibawa ke mana-mana dan hemat pemakaian dibanding berwujud cair. Bahan baku yang dipakai berasal dari sumber daya alam di Indonesia. Misalnya, minyak dari biji mentawa dan minyak nyamplung. Sementara kemasan sengaja memakai material kaleng alumunium agar mudah dipakai ulang. Konsumen Segara Naturals cukup membeli produk isi ulangnya lalu ditempatkan di wadah kaleng alumnium itu.
“Apabila konsumen tidak ingin memakai kembali wadah kaleng alumunium, mereka bisa menghubungi kami. Kami akan mengangkut, mengumpulkannya, dan disetor ke bank sampah terdekat,” ujar dia.
Segara Naturals kini berbentuk produksi rumahan atau home industry. Jumlah jenis produk yang dimiliki sekitar 20 dan semuanya sudah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Produk Segara Naturals bisa dibeli di laman mereka ataupun beberapa lokapasar nasional, seperti Tokopedia. Selain itu, produk Segara Naturals bisa dibeli di BulkSource, toko kelontong barang ramah lingkungan yang tersebar di Jabodetabek. Segara Naturals hadir di BulkSource sejak dua tahun terakhir.
Nilai penjualan per bulan mencapai sekitar Rp 100 juta untuk semua jenis produk. Konsumen Segara Naturals kebanyakan merupakan perempuan berusia 25 tahun ke atas dan menaruh kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Selain menjual produk skincare ramah lingkungan, Segara Naturals juga memberikan pelatihan kepada perempuan-perempuan yang tertarik untuk membuat sendiri produk sabun berbahan alami.
Baca juga : Cara Belanja Kosmetik Bebas Covid-19
Ibu Bumi Bali
Pendiri Ibu Bumi Bali, Annette Ratman, mendirikan Ibu Bumi Bali pada tahun 2017. Pada awalnya, dia memproduksi sabun cuci berbahan lerak. Leraknya dibeli dari petani mitra di sekitaran Bedugul.
Saat itu dia prihatin, saluran air di sekitar tempat tinggalnya tercemar busa sabun. Begitu pula dengan air di subak yang akan dipakai mengairi sawah. Kompleks tempat tinggalnya berada di Canggu.
“Lerak sudah biasa dipakai para orangtua zaman dulu. Memang tidak banyak menghasilkan busa seperti sabun cuci pabrikan, tetapi ramah lingkungan,” kata dia.
Namun, seiring waktu berjalan, Ibu Bumi Bali melahirkan produk skincare dengan berbahan alami, seperti minyak atsiri, minyak kemiri, dan ekstrak buah tengkawang. Total varian produk di Ibu Bumi Bali saat ini mencapai 60–70, termasuk non kosmetik dan skincare.
Untuk produksi, dia menceritakan sebagian besar memakai fasilitas manufaktur perusahaan lain alias kemitraan. Inovasi produknya tetap dari tim riset yang dimiliki oleh Ibu Bumi Bali. Meski memakai skema kerja seperti itu, produk Ibu Bumi Bali tetap mematuhi ketentuan BPOM.
Produk-produk Ibu Bumi Bali bisa dibeli di toko Ibu Bumi Bali, Samadi Supermarkert, laman Ibu Bumi Bali, dan Tokopedia. Selain itu, produk Ibu Bumi Bali bisa dijumpai di Saraswati Concept Store bagian dari Padma Resort Legian.
“Untuk kemasan produk, kami memakai botol kaca dan kardus kertas yang mudah didaur ulang. Konsumen bisa mengumpulkan sebelum disetor ke pengepul sampah daur ulang atau bank sampah. Apa yang kami lakukan sekarang bertujuan agar anak dan cucu saya kelak masih bisa menikmati lingkungan yang asri,” kata Annette.
Dari Aceh
Apabila sempat berkunjung ke M Bloc Market dan mampir ke rak produk kosmetik dan skincare lokal, pasti tidak asing dengan merek Yagi Natural. Pendirinya, Farhaniza, menceritakan, awal mula mengembangkan Yagi Natural berangkat dari pengalaman pribadi yang suka memakai skincare. Akan tetapi, skincare yang pernah dia pakai dominan memakai bahan kimia yang tidak baik kesehatan jika dipakai berkepanjangan. Pada tahun 2015, dia mulai mencoba skincareberbahan alami/organik, tetapi itupun produk impor yang harganya mahal.
Dari sanalah, dia akhirnya memutuskan menekuni pendidikan seputar produksi skincare selama tiga tahun secara daring. Padahal, dia sudah mengantongi gelar sarjana arsitektur. Dari ikut kelas itu, dia mencoba membuat produk body butterdengan memakai lemak coklat. Bahan baku coklat diambil dari petani lokal. Dia mulai menjualnya tahun 2016.
Semua proses produksi — pemasaran mulanya dia kerjakan sendiri sampai akhirnya total tim menjadi 17 orang. Tujuh orang di antaranya adalah tenaga farmasi.
Seluruh proses manufaktur Yagi Natural berada di Aceh dan menjadi pabrik kosmetik pertama di Aceh yang mendapat izin BPOM. Menurut Farhaniza, bahan baku diupayakan berasal dari dalam negeri, seperti susu lepa, coklat, dan lemak tengkawang.
“Sebisa mungkin menggunakan bahan baku sumber dalam alam lokal. Coklat misalnya. Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen coklat terbesar di dunia, tetapi hasil pengamatan aku memperlihatkan tak semua petani coklat berdaya,” kata dia.
Seluruh pendanaan usaha berasal dari kantong pribadinya. Hingga tahun 2018, dia mendapat bantuan permodalan dan fasilitasi kemudahan izin dari salah satu kementerian. Kini, Yagi Natural memiliki 22 jenis produk skincare. Rata-rata volume penjualan mencapai 500 per bulan. Jumlah ini belum termasuk pesanan khusus dari organisasi ataupun acara pernikahan.
Bhumi
Adapun merek lokal skincare lainnya, Bhumi, saat ini fokus mengimplementasikan kemasan isi ulang (refill pack) untuk produk pelembab mereka dengan bahan kertas (craft paper) yang cepat terurai. Di dalam kemasan ini tidak terdapat lapisan plastik sama sekali. Salah satu pendiri Bhumi, Ahmad Rashed, saat dihubungi Jumat (14/1/2022), di Jakarta, mengatakan, inovasi kemasan refill pack seperti itu mendukung aksi pengurangan sampah plastik.
“Kami juga amat memperhitungkan desain kemasan agar tetap menarik. Jadi, ukurannya dibuat ramping, mudah dibawa saat bepergian, dan dapat dimasukkan ke kantong berukuran kecil,” kata dia.
Bhumi dia rintis bersama saudaranya, Rizkia Rashed, pada tahun 2017. Senada dengan usaha produk kosmetik dan skincare merek lokal lainnya yang ingin mengeksploarsi bahan baku lokal, begitu pula dengan Bhumi. Namun, Ahmad mengatakan, pihaknya tetap terbuka dengan bahan baku dari luar Indonesia.
Total tim sekarang mencapai 25 prang. Di antara mereka sudah termasuk tenaga farmasi yang berperan aktif meriset. Untuk proses manufaktur, Bhumi masih bekerja sama dengan pabrik lain. Sertifikasi BPOM, Halal, The Fragrance Association International (IFRA), dan US Department of Agriculture sudah diperoleh Bhumi.
Sampai akhir tahun 2021, Bhumi berhasil memiliki 24 jenis produk skincare, lebih dari 70 mitra bisnis dalam komunitas Beauty Bosses dan 5.000 komunitas beauty reviewer.
Produk Bhumi bisa dibeli di lokapasar nasional, toko kecantikan di daerah, dan sekitar 13 cabang Watson. Omset per bulan diperkirakan mencapai Rp 1 miliar. Pada tahun 2022, Bhumi berencana bisa mulai ekspor produknya ke Asia Tenggara melalui salah satu lokapasar.
“Kompetisi produk kosmetik dan skincare di sesama merek lokal semakin ketat. Masing-masing harus bisa membuktikan keunikan produk dibanding lainnya. Dari sisi konsumen di Indonesia, mereka pun semakin sadar produk yang berbahan baku alami dan ramah lingkungan,” imbuh Ahmed.
Di luar sana masih banyak merek lokal yang lebih dulu berdiri, tersertifikasi, dan diterima khalayak luas. Misalnya, Bali Alus dan Sensatia Botanicals. Keduanya berdiri sekitar tahun 2000.
Pada 2020, sesuai data Kementerian Perindustrian, kinerja industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, termasuk sektor kosmetik, mengalami pertumbuhan sebesar 9,39 persen. Di bawah tengah tekanan dampak pandemi Covid-19, kelompok manufaktur ini mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto sebesar 1,92 persen dengan nilai ekspornya yang mencapai 1,4 miliar dollar AS.
Baca juga : Picu Kanker, Kosmetik Berbahan Talek Tak Lagi Diproduksi