Hanya perusahaan yang memenuhi ketentuan DMO batubara 100 persen yang diizinkan pemerintah untuk mengekspor batubara. Perbaikan kewajiban DMO batubara akan terus dilakukan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah secara resmi membuka kembali ekspor batubara secara bertahap setelah memastikan cadangan batubara untuk pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terpenuhi. Penyebab tidak terpenuhinya kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri terus disempurnakan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Rabu (12/1/2022) malam, mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat bersama semua pemangku kepentingan. Ia mendapat kepastian dari PLN bahwa tidak akan ada pemadaman listrik serta cadangan batubara untuk minimal 15 hari operasi dan 20 hari operasi untuk pembangkit listrik telah terpenuhi.
Luhut memastikan, perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) batubara bakal dicek kapal-kapalnya, termasuk melibatkan Badan Keamanan Laut. Sementara yang bisa jalan (untuk ekspor) adalah yang sudah memenuhi kewajiban DMO batubara. ”Semua yang tidak memenuhi kewajiban yang dulu-dulu kena penalti dan negara akan mendapat miliaran dollar AS. Jadi, inilah masalah kita berpuluh-puluh tahun. Inefisiensi,” katanya.
Mulai Rabu, dilepas sebanyak 37 kapal yang telah memuat batubara siap ekspor karena telanjur terikat kontrak dengan pembeli. Namun, hal itu tak menggugurkan kewajiban mereka untuk memenuhi kewajiban DMO batubara. Adapun ekspor batubara selanjutnya dipastikan dibuka secara bertahap.
Hal yang sama disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam konferensi pers pada Rabu siang. Menurut dia, ekspor batubara diprioritaskan bagi produsen batubara yang memenuhi ketentuan 100 persen DMO batubara. Pihaknya berkomitmen menyempurnakan mekanisme DMO batubara, termasuk rencana pembentukan badan layanan umum (BLU) untuk pungutan batubara.
”Apakah BLU nanti di bawah Kementerian ESDM atau Kementerian Keuangan, itu masih dikaji, termasuk mekanisme pungutan dananya. Solusi lain yang kami usulkan adalah PLN mesti punya kontrak jangka panjang (pembelian batubara) dengan perusahaan tambang batubara dan mengevaluasi ketentuan kontrak yang ada sekarang,” kata Arifin.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menambahkan, sekitar 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt yang awal Januari 2022 dikabarkan krisis pasokan batubara, kini kondisinya membaik. Dia memastikan, isu pemadaman listrik sudah lewat.
Dengan kejadian itu, kata Rida, Kementerian ESDM telah meminta PLN agar hari operasi (HOP) batubara di PLTU yang sebelumnya 5-10 hari diubah menjadi 20 hari. Ketentuan ini diharapkan berlaku permanen. ”Hal lain yang kami perbaiki adalah kontrol DMO batubara sektor kelistrikan. Kami buat pengawasan realisasi DMO menjadi setiap bulan. Ini menyesuaikan dengan HOP batubara ke PLTU agar selalu aman,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi batubara tahun ini 663 juta ton. Adapun DMO batubara di tahun ini ditetapkan 165,7 juta ton. Sepanjang 2021, produksi batubara tercatat 614 juta ton, sedangkan realisasi DMO batubara 133 juta ton.
Potensi risiko
Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo saat dihubungi terpisah berpendapat, rencana pemerintah membentuk BLU batubara bisa mengurangi risiko tersendatnya suplai batubara ke pembangkit listrik. Sebab, dengan adanya BLU, tidak ada ruang bagi pengusaha tambang batubara untuk mengejar pasar ekspor yang lebih tinggi harga jualnya.
”Kalau belajar dari BLU kelapa sawit (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit/BPDPKS), tetap ada masalah kekurangan ketersediaan dana untuk menutup disparitas harga. Kesimpulan kami, pembentukan BLU batubara belum tentu menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Wacana pembentukan BLU batubara sempat diragukan anggota Komisi VII DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto. Menurut dia, pemerintah mesti mengkaji rencana pembentukan BLU untuk pungutan batubara dengan cermat. Pasalnya, pembentukan BLU berarti menambah pembentukan lembaga baru dalam rantai pasok batubara.
”Saya cenderung tetap menggunakan skema DMO batubara yang ada sembari terus dilakukan perbaikan-perbaikan. Jalankan saja kebijakan DMO batubara secara konsisten dan kekurangannya disempurnakan bertahap,” kata Mulyanto (Kompas, 12/1/2022).
Mulyanto sepakat perlu dibuat kontrak jangka panjang pembelian batubara oleh PLN.
Sebelumnya, Kementerian ESDM sejak Sabtu (1/1) menyatakan pelarangan ekspor batubara bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi, IUPK lanjutan operasi kontrak/perjanjian, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Larangan itu ditempuh guna menjamin kebutuhan batubara PLTU PLN dan produsen listrik swasta (IPP). Jika pelarangan ekspor tak diambil, kekurangan pasokan batubara berdampak pada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri di dalam dan di luar Jawa, Madura, dan Bali.
”Jika larangan ekspor tak dilakukan, hampir 20 PLTU dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam. Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit terpenuhi, bisa ekspor,” ujar Ridwan.
Pada Senin (3/1), Presiden Joko Widodo meminta BUMN beserta anak perusahaannya dan perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, ataupun pengolahan sumber daya alam lainnya memprioritaskan kebutuhan dalam negeri sebelum mengekspor.