Akses transportasi di selatan Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, terputus. Masyarakat berharap perbaikan Jembatan Benenai segera rampung agar bisa digunakan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
BETUN, KOMPAS — Akses transportasi dari Kabupaten Malaka ke tiga kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tersendat. Hujan deras selama beberapa hari menyebabkan jembatan darurat yang dibangun di tengah aliran Sungai Benenai nyaris putus sehingga tak bisa digunakan lagi. Sementara itu, jembatan permanen yang rusak belum selesai dibangun.
Sungai Benenai selebar lebih dari 100 meter itu di atasnya telah dibangun jembatan permanen bernama Jembatan Benenai. Namun, badai Seroja yang melanda NTT pada awal April 2021 lalu menyebabkan jembatan itu rusak. Beberapa tiang penyangga jembatan ambrol sehingga bentang jembatan miring. Jembatan itu pun dinyatakan tidak layak digunakan.
Pemerintah kemudian membangun jembatan darurat di tengah aliran sungai itu. Akses transportasi di jalur tersebut pun lancar. Namun, musim hujan yang terjadi sejak Desember 2021 perlahan menggerus jembatan itu sehingga kini tidak bisa digunakan lagi.
Menurut pantauan Kompas, hingga Rabu (12/1/2022), akses transportasi yang melewati jembatan itu tersendat. Kendaraan yang mengangkut penumpang dan barang dari dua arah terpaksa berhenti di ujung jembatan. Para penumpang turun, lalu berjalan kaki melewati jembatan permanen yang masih dalam pengerjaan itu.
Sementara pengguna kendaraan roda dua yang ingin menyeberangkan kendaraannya harus menyewa jasa penyeberangan. Sejumlah warga setempat memikul kendaraan dengan tarif Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per kendaraan. Selain risiko arus air yang deras, di sungai itu juga terdapat buaya. Hanya warga lokal yang berani menyeberangi sungai.
Penghubung
Jembatan itu berada di jalur selatan Pulau Timor, yang menghubungkan Kabupaten Malaka dengan tiga kabupaten/kota di NTT, yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Kupang. Jalur itu mulai ramai sejak 15 tahun belakangan. Di sana terdapat Pantai Kolbano yang menjadi destinasi wisata.
Jembatan permanen yang dikerjakan itu hampir rampung. Bentang tengah sudah disiram beton. Tersisa beberapa titik persambungan yang belum rekat. Proyek pembangunan jembatan itu di bawah tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Belum diketahui kapan jembatan itu bisa digunakan.
Banyak penumpang yang tidak mau terima sehingga ribut dengan sopir.
Kristo Kali (36), warga Malaka, berharap agar proyek itu segera rampung sehingga bisa digunakan masyarakat. Terputusnya akses itu menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak naik. Masyarakat setempat yang hidup di bawah garis kemiskinan kian terpukul.
”Realitasnya, harga telur ayam sampai Rp 3.500 per butir. Pertalite seharga Rp 10.000 yang dulu biasanya satu botol penuh pun sudah dikurangi. Ini belum termasuk harga barang lain yang juga ikut naik,” kata Kristo yang kini menjabat koordinator pendamping dana desa di Kabupaten Malaka itu.
Sementara itu, Geby Nahak (30), sopir yang melayani jalur selatan Pulau Timor, mengeluh dengan rute baru yang mereka tempuh. Terputusnya Jembatan Benenai membuat mereka terpaksa melewati rute lebih panjang dengan kondisi jalan rusak berat. Waktu tempuh Malaka-Kupang yang sebelumnya 6 jam menjadi 8 hingga 9 jam.
Perubahan jalur itu memaksa mereka menaikkan ongkos per penumpang dari Rp 125.000 menjadi Rp 150.000. Alasannya, bahan bakar yang digunakan lebih banyak serta risiko kerusakan kendaraan lebih tinggi karena kondisi jalan rusak. ”Namun, banyak penumpang yang tidak mau terima sehingga ribut dengan sopir,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malaka Yohanes Nahak mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kondisi itu kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Belum diketahui dengan pasti kapan Jembatan Benenai bisa dilewati kendaraan.