Sekolah ekspor harus mampu mendorong lahirnya wirausaha baru. Banyak kendala yang masih dihadapi UKM untuk bisa naik kelas menjadi eksportir tangguh. Mereka perlu didampingi guna mendongkrak daya saing dan akses pasar.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah ekspor harus mampu mendorong lahirnya wirausaha baru. Tidak lagi terus menciptakan generasi pencari kerja, tetapi generasi pencipta lapangan pekerjaan. Salah satu kendala klasik yang masih terjadi selama ini adalah ketidaksinkronan antara kurikulum sekolah dan kebutuhan industri.
Staf Ahli Bidang Produktivitas dan Daya Saing Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Yulius MA, dalam dialog ”Kolaborasi Ekspor Menuju Digital Export 2022” di depan puluhan peserta Sekolah Ekspor di Gedung Smesco Jakarta, Jumat (7/1/2022), mengatakan, jika dihitung oleh Badan Pusat Statistik, ketidaksinkronan antara kurikulum sekolah dan kebutuhan industri dapat mencapai 50 persen. Bisa dibayangkan, anggaran pendidikan yang disiapkan sebesar 20 persen dari pengeluaran pemerintah, ternyata tidak dibutuhkan industri maupun masyarakat.
Menurut Yulius, salah satu yang perlu dilakukan adalah Program Merdeka Belajar melalui Sekolah Ekspor yang nantinya dapat menjawab kebutuhan industri dan masyarakat. Tantangan dalam pembelajaran Sekolah Ekspor adalah tercapainya kemampuan ekspor. Hal itu dibutuhkan karena nilai ekspor Indonesia masih sangat kecil dibandingkan negara-negara di Asia lainnya.
Nilai ekspor nasional meningkat 22,71 persen pada triwulan III-2021 dibandingkan triwulan III-2020. Kontribusi ekspor dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga naik dari 14,37 persen menjadi 15,69 persen pada tahun 2020. Namun, porsi tersebut masih jauh dibanding beberapa negara lain, seperti Singapura 41 persen, Thailand 29 persen, atau China yang mencapai 60 persen. ”Target kontribusi ekspor UMKM kita harapkan meningkat menjadi 17 persen pada 2024,” ujar Yulius.
Namun, Yulius menilai, kemampuan UKM untuk ekspor masih minim. Berbagai kendala dihadapi pelaku UKM untuk melangkah ke pasar ekspor, di antaranya, minimnya pengetahuan tentang selera pasar (market intelligence) dan dokumen persyaratan di negara tujuan, kualitas produk yang tidak konsisten, kapasitas produksi yang terbatas dan kesinambungan produksi, serta biaya sertifikasi yang tidak murah hingga kendala logistik.
Yulius mengatakan, sebagian UKM memiliki produk, tetapi tidak dapat melakukan pengemasan dengan baik. Belum lagi, kemampuan pengiriman barang ke luar negeri tidak dimiliki. Sekolah logistik yang diciptakan PT Pos Indonesia (Persero) belum diketahui masyarakat.
Terkait market intelligence, pelaku UKM dinilai masih terpaku pada destinasi ekspor konvensional. Mereka belum berupaya mengembangkan negara-negara tujuan ekspor yang sebenarnya berpotensi luar biasa.
Kementerian Koperasi dan UKM akan mendorong lebih banyak UKM yang siap ekspor tahun ini, antara lain dengan memfasilitasi sertifikasi dukungan ekspor bagi UKM, sekolah ekspor, pelatihan UKM ekspor, pembiayaan ekspor, sistem informasi ekspor, pameran berskala internasional, jadwal pengiriman kontainer, serta kerja sama peningkatan ekspor lainnya. Melalui sinergi kolaborasi dengan seluruh pemangku, kontribusi ekspor UMKM diharapkan meningkat.
Sinergi dan kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi di Sekolah Ekspor diharapkan akan melahirkan semakin banyak eksportir baru dari generasi milenial dan generasi Z sehingga tercipta wirausaha atau eksportir baru yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini.
”Materi teori pembelajaran dalam Sekolah Ekspor paling tidak hanya 10 persen, sedangkan selebihnya, peserta diterjunkan langsung ke lokasi-lokasi kegiatan ekspor, seperti Kantor Pos dan Pelabuhan Tanjung Priok, untuk melihat sendiri realitas persoalan ekspor,” ujar Yulius.
Yessy Aktaina, Vice President Divisi Bisnis SME Bank Negara Indonesia (BNI), mengatakan, salah satu persoalan klasik yang dihadapi pelaku UKM adalah akses permodalan dan ketidakpahaman unntuk melakukan transaksi keuangan yang berkembang. Ketidakpahaman membuat UKM tidak familiar dengan sistem transaksi keuangan.
”Tantangan berikutnya, era digitalisasi saat ini belum menjadi pemahaman masyarakat kita. Ada orang yang tidak mampu mengakses teknologi. Ditambah lagi, akses informasi yang terbatas. Mahasiswa yang berkutat pada dunia pendidikan kadang-kadang tidak semua mampu memahami kegiatan ekspor dan tidak tahu memperoleh informasi tentang ekspor barang,” kata Yessy.
Selain itu, pelaku UKM memiliki barang, tetapi tidak mempunyai pasar, tentu tidak membuat bisnisnya sesuai harapan. Dari lima kendala yang dihadapi UKM, BNI tergerak membentuk tujuh Hub Solusi yang tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia dan kantor cabang di luar negeri. Hub yang dibangun ini bertujuan membantu, mengedukasi, mengaksesori, dan memberikan pemahaman terkait transaksi perbankan.
Yessy menuturkan, BNI memimpikan bisa menghubungkan para eksportir di Indonesia dengan pasar di luar negeri. Bisa saja, mereka berasal dari eksportir mapan yang telah memproduksi barang begitu banyak atau eksportir pemula. BNI pun konsentrasi dengan pendukung kemasan dan kargo dengan berbagai kemudahan pembiayaan. ”Kami tidak hanya bekerja dengan berbagai komunitas, tetapi juga kementerian dan lembaga,” kata Yessy.
Rulit Chandra, Chief Marketing Officer PT Pos Indonesia, mengatakan, PT Pos Indonesia sangat mendukung pemerintah dalam mendorong ekspor tiga kali lipat menuju tahun 2024. Bahkan, baru-baru ini, pihaknya bekerja sama dengan Balai Karantina Pertanian, khususnya untuk produk makanan dan tumbuhan, serta komoditas hewan.
”Khusus tanaman hias, PT Pos Indonesia sudah melakukan pengiriman ke Amerika Serikat dengan tenggat pengiriman maksimum delapan hari. Bahkan, dalam praktiknya, hanya butuh waktu lima hari, produk ekspor tanaman hias sudah bisa sampai di tempat tujuan,” kata Rulit.
Belakangan ini, kata Rulit, PT Pos Indonesia mulai bekerja sama dengan platform startup atau rintisan baru di Solo dan Indonesiamarkethub yang berfokus pada pasar Amerika bagian utara dan Kanada. Bagi eksportir baru, peluang ini membuka peluang naik kelas. Tadinya hanya bermain di pasar domestik, sekarang sudah go internasional.
Ada pula platform Indonesiainyourhand yang berfokus untuk pasar Australia, Selandia Baru, dan Eropa. Juga, platforma Indonesiastore yang berfokus pasar Timur Tengah, Hong Kong, Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura untuk membidik pasar diaspora tenaga kerja Indonesia baik.
”Sebenarnya banyak media promosi pemasaran yang menjadi solusi bagi UKM yang bermasalah dari sisi pemasaran,” ujar Rulit.