Percepat Pemasangan Sistem Elektronik Pemantau Beban
Percepatan pemasangan teknologi pemantau beban kendaraan di jalan dinilai perlu guna mengejar target bebas kendaraan dengan muatan atau dimensi berlebih tahun 2023. Penegakan hukum yang ada makin kurang memadai.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya truk yang melanggar aturan kelebihan dimensi dan beban atau overdimension overload dinilai tidak memadai lagi ditindak secara hukum di lapangan. Percepatan pemasangan fasilitas teknologi elektronik weight in motion dengan penerapan denda besar menjadi salah satu cara strategis di tengah keterbatasan sumber daya manusia aparat penegak hukum.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno yang dihubungi di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (2/1/2022), mengatakan, penerapan denda dengan cara elektronik akan menghilangkan kesan pungutan liar. Menurut dia, selama ini penegakan hukum di lapangan lebih banyak menimbulkan kesan negatif sebagai maraknya pungli.
”Karena itu, penegakan hukum di jalan raya sudah seharusnya mulai dilakukan dengan sistem electronic traffic law enforcement (penegakan hukum lalu lintas secara elektronik),” kata Djoko.
Sebelumnya, pada akhir Desember 2021, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Polri dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk menjaring 13 kendaraan pelanggar dimensi dan muatan di ruas Tol Jakarta-Cikampek di Kilometer 29 A Cikarang dalam Operasi Tertib Muatan dan Kelebihan Muatan.
Menurut Djoko, sumber daya manusia yang ada di Polri juga sudah tidak sanggup melakukan penegakan hukum di jalan raya. Demikian pula penangkapan truk pelanggar aturan muatan dan dimensi di jembatan timbang. Operasi sudah dilakukan setiap hari, tetapi tidak bisa sepanjang 24 jam mengingat terbatasnya biaya operasi dan belum semua petugas unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor (UPPKB) bisa berjaga.
Sementara untuk menghindari lokasi UPPKB, pengemudi truk memilih jalan tol. Di sepanjang jalan tol, jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga tidak bisa melakukan sendiri. Mereka tergantung permintaan petugas badan usaha jalan tol (BUJT). Apalagi di jalan tol tidak ada perangkat jembatan timbang yang dimiliki Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sehingga kewenangan berada di bawah kendali kepolisian.
”Banyak truk ODOL (overdimension overload/kelebihan muatan atau dimensi) yang melarikan diri ke jalan tol untuk menghindari UPPKB di jalan nasional. Oleh sebab itu, percepat saja pemasangan WIM (weight in motion) di seluruh UPPKB se-Indonesia,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, teknologi WIM akan mengurangi relasi fisik dan akan mengurangi kebutuhan tenaga di UPPKB. Selain itu, tidak perlu lagi ada petugas kepolisian di UPPKB. Pemasangan WIM akan jauh lebih efisien dan efektif untuk menurunkan praktik truk dengan kelebihan muatan dan dimensi.
Sebenarnya, kata Djoko, 90 persen lebih truk yang melintas di jalan tol kelebihan muatan. Namun, lemahnya penegakan hukum di jalan tol menyebabkan truk dengan bobot dan dimensi berlebih marak beroperasi di jalan tol.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam kesempatan terpisah menjelaskan, dari hasil sosialisasi penegakan hukum di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, pihaknya memeriksa 15 unit kendaraan angkutan barang. Hasilnya, 4 unit kendaraan melanggar batas dimensi dan muatan, sementara 9 unit kendaraan melanggar batas muatan saja.
”Kegiatan ini adalah operasi situasional karena arus kendaraan barang cukup padat, terlebih menjelang libur akhir tahun, sehingga kami melakukan pemeriksaan di Km 29 Tol Jakarta-Cikampek,” kata Budi.
Semua kendaraan yang terjaring operasi tersebut diarahkan untuk keluar di Kilometer 31 Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Selain itu, dua unit kendaraan lain yang diperiksa dinyatakan lulus hasil pemeriksaan karena sudah sesuai aturan. Penegakan hukum bakal terus dilakukan pemerintah dalam meningkatkan keselamatan lalu lintas, khususnya angkutan barang, sebagai upaya mewujudkan Indonesia bebas angkutan dengan muatan dan dimensi berlebih tahun 2023.
Budi menambahkan, operasi itu merupakan bentuk sosialisasi dan edukasi. Setelah periode angkutan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, pihaknya akan menggelar penegakan hukum menuju bebas kendaraan berlebih muatan dan dimensi tahun 2023. Kendaraan yang melanggar ketentuan langsung ditempeli stiker penanda di kaca depan kendaraan.
”Metode pengukuran beban kendaraan yang digunakan dalam sosialisasi ini menggunakan WIM atau mengukur beban kendaraan yang dilakukan secara nonstatis atau bergerak,” jelas Budi.
Sebagai informasi, jumlah barang yang dimuat oleh kendaraan barang harus sesuai jumlah berat yang diizinkan. Pengemudi wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, dimensi, dan daya angkut kendaraan, serta kelas jalan yang dilaluinya.
Budi mengatakan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat akan melakukan pengawasan di lapangan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menghadirkan kartu bukti lulus uji elektronik yang kini berbentuk smartcard. Kartu ini memuat seluruh data kendaraan. Selain itu, Budi menekankan perlunya kerja sama lintas sektor untuk mendukung keberhasilan program.