Untuk menciptakan dampak ganda sektor properti, pemerintah berencana melanjutkan pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah hingga Juni 2022. Pengembang menyambut baik kebijakan ini.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dipastikan akan melanjutkan penyaluran insentif Pajak Pertambahan Nilai sektor properti hingga pertengahan tahun 2022. Namun, besaran insentif yang akan diberikan di tahun depan itu tidak akan sebesar gelontoran insentif tahun ini demi menjaga keseimbangan fiskal.
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti pada awalnya diterapkan mulai 1 Maret 2021 hingga 31 Agustus 2021. Semula, perpanjangan hanya dilakukan hingga akhir tahun ini.
Namun, diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Konferensi Pers Refleksi Capaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022, Kamis (30/12/2021), Presiden Joko Widodo menyutujui untuk memperpanjang insentif ini selama enam bulan hingga Juni 2022.
Insentif PPN DTP untuk perumahan masih diperlukan untuk mendorong pemulihan 174 sektor industri yang memproduksi produk turunan dari sektor properti (Airlangga Hartarto).
Airlangga mengatakan, insentif PPN DTP sektor properti masih diperlukan untuk mendorong pemulihan 174 sektor industri yang memproduksi produk turunan dari sektor ini. Akan tetapi, untuk meringankan beban fiskal negara di tahun 2022, besaran insentif tersebut hanya akan diberikan maksimal 50 persen.
”Sektor properti memiliki efek domino yang besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Diharapkan dengan perpanjangan insentif ini bisa mendorong masyarakat kelas menengah untuk berbelanja,” ujar Airlangga.
Secara rinci, untuk penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar, rencananya insentif PPN DTP hanya diberikan 50 persen. Sementara itu, pada penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentif PPN DTP yang diberikan hanya 25 persen.
Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103 Tahun 2021 yang berlaku hingga 31 Desember 2021, insentif PPN DTP 100 persen diberikan atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar, sedangkan insentif PPN DTP 50 persen berlaku atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual Rp 2 miliar-Rp 5 miliar.
Airlangga mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 960 miliar untuk memberi diskon pajak pembelian rumah tahun ini. Adapun realisasinya hingga saat ini sudah mencapai 100 persen. Untuk tahun 2022, ia belum membeberkan besaran pagu yqng disiapkan untuk insentif PPN-DTP sektor properti.
Dihubungi secara terpisah, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, semua pemangku kepentingan bisnis properti di Tanah Air layak berterima kasih atas kebijakan pemerintah memperpanjang pemberlakuan insentif PPN DTP sektor properti tersebut.
”Meski perpanjangan direncanakan hanya enam bulan, tidak seperti harapan kalangan pengembang, yaitu hingga akhir tahun 2022, ini menjadi harapan untuk lebih baik ke depan,” ujarnya.
Menurut Ali, di tahun 2022 kondisi pasar properti akan lebih menantang terutama bagi investor karena adanya sejumlah isu, seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, hingga kenaikan suku bunga acuan. Meskipun tahun depan pasar Indonesia akan memasuki tren inflasi, imbuh Ali, pengembang tidak akan serta merta menaikkan harga hunian secara signifikan karena akan mengganggu pasar.
Di tahun 2022 kondisi pasar properti akan lebih menantang terutama bagi investor karena adanya sejumlah isu seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, hingga kenaikan suku bunga acuan.
”Soal kenaikan harga properti, pengembang tentunya akan lebih hati-hati karena ada isu mengenai berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah,” kata Ali.
Sebelumnya, dalam webinar Bank Indonesia Bersama Masyarakat (BIRAMA), Asisten Gubernur BI Juda Agung, mengatakan, sektor properti beserta usaha pendukungnya masih membutuhkan insentif agar pulih dari pandemi Covid-19. Insentif PPN DTP dapat terus disinergikan dengan kebijakan kelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) untuk properti menjadi paling tinggi 100 persen hingga tahun depan.
”Ini perlu kita sinergikan dengan pemerintah. Tahun ini, uang muka yang nol persen itu didukung oleh PPN yang ditanggung pemerintah,” ujarnya.
Juda menambahkan, usaha properti menjadi salah satu sektor yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Sektor itu terkontraksi karena daya beli masyarakat menurun atau orang yang memiliki uang memilih untuk menahan pembelian rumah.
Sejak BI memberikan kelonggaran DP nol persen dan pemerintah memberikan insentif PPN-DTP sektor properti, lanjut dia, tren pemulihan pada penjualan rumah baru mulai terlihat. Perbaikan kinerja tidak hanya dirasakan oleh sektor properti, tetapi juga turut dirasakan oleh sektor pendukung properti, seperti industri bahan material bangunan hingga perusahaan jasa keuangan penyedia pembiayaan properti.