”Banting Setir” Perusahaan Transportasi Darat
Pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 mendorong peningkatan transaksi belanja barang secara daring. Fenomena ini menyuburkan bisnis pengiriman barang yang dimiliki oleh perusahaan angkutan umum darat.
Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga sekarang memukul bisnis angkutan darat untuk penumpang, khususnya bus. Untuk tetap bisa bertahan, sejumlah perusahaan transportasi tersebut memilih mendiversifikasi usaha. Jenis ini kemudian menjadi sumber baru pendapatan perusahaan.
Pengguna setia bus antarkota antarprovinsi (AKAP) pasti mengenal bus Sumber Alam, perusahaan otobus (PO) asal Purwerojo, Jawa Tengah, yang hingga sekarang melayani perjalanan di rute selatan Jawa. Jika ingin mengirim paket barang, termasuk motor, PO Sumber Alam telah menyediakan layanan itu. Anthony Steven Hambali, pemilik PO Sumber Alam, mengatakan, diversifikasi usaha tersebut baru dilakukan saat pandemi Covid-19.
Paket barang biasanya dibawa bersamaan dengan bus yang beroperasi. Penerima paket bisa mengambil barang di kantor atau agen perusahaan di daerah tujuan. Karena bus beroperasi setiap hari, dia menyebut waktu tiba pengiriman barang minimal keesokan harinya alias 1x24 jam.
”Apa yang kami lakukan sebenarnya bukan hal baru. Sejak bertahun-tahun lalu, PO AKAP lain lebih dulu, seperti para PO dari Sumatera menjalankan bisnis pengiriman paket barang. Untuk menjalankan bisnis seperti itu, PO mesti punya manajemen ataupun sistem teknologi pengelola kiriman barang yang kuat,” ujar Anthony dalam wawancara video ”Mitra Traveloka”, Selasa (21/12/2021), di Jakarta.
Jumlah penumpang PO Sumber Alam turun drastis akibat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Manajemen sempat menjual sekitar 50 unit bus. Kini, dari sekitar 100 unit bus, hanya 20 unit bus yang masih beroperasi.
PO Sumber Alam beroperasi sejak 1975. Berbagai dinamika industri transportasi darat dialami, termasuk semarak kemunculan agen perjalanan daring atau OTA sekitar tahun 2012. Anthony menceritakan, dirinya semula khawatir OTA menggerus bisnis pemesanan layanan angkutan darat untuk penumpang yang dijalankan oleh agen luring ataupun sistem daring yang dikembangkan oleh internal PO.
Paket barang biasanya dibawa bersamaan dengan bus yang beroperasi. Penerima paket bisa mengambil barang di kantor atau agen perusahaan di daerah tujuan.
Baca juga: Rantai Pengiriman Kompleks, Teknologi Tekan Inefisiensi
Kekhawatiran itu tidak terbukti. Malahan, ketika bergabung ke sistem salah satu OTA, pemesanan layanan meningkat dan PO menjadi belajar memiliki basis data pemesanan yang akurat untuk dipakai saat evaluasi bisnis. Pengguna setia bus diuntungkan karena kanal pemesanan meluas.
”Pemesanan layanan angkutan darat untuk penumpang via OTA ataupun sistem daring kami tetap berjalan saat pandemi. Walaupun kami harus akui bisnis pengiriman barang malah berkontribusi lebih besar. Ketika pandemi usai, mungkin bisnis ini akan tetap menarik,” kata Anthony.
Anthony menambahkan, perusahaan juga mengembangkan cara-cara lain agar tetap bertahan. Misalnya, buka kursus mengemudi. Untuk kendaraan bus, mulai juga dipikirkan upaya mengadopsi bio smart dan safe bus. Konsep ini menerapkan protokol kesehatan di dalam bus, seperti tempat duduk berpola 1–1–1 dan memakai high-efficiency particulate air (HEPA) filter.
Perusahaan layanan angkutan darat yang mengangkut penumpang dari pul asal ke pul tujuan Cititrans Executive Shuttle juga melayani pengiriman barang. Bisnis ini sudah ada sebelum pandemi Covid-19, tetapi semakin moncer saat pandemi.
”Salah satu layanan kami ialah rute Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Selama pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, jastip (jasa titip daring) barang di Jakarta ataupun Bandung semakin diminati. Fenomena ini yang akhirnya menyokong bisnis pengiriman barang kami dan berdampak besar ke keseluruhan pendapatan,” ucap CEO Cititrans Executive Shuttle Andrew Arristianto.
Cititrans Executive Shuttle mencatatkan 70.000 penumpang per bulan sebelum pandemi. Saat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 berlaku, jumlah penumpang turun hingga 60 persen. Situasi ini memaksa perusahaan untuk beradaptasi.
Menurut Andrew, tantangan bisnis pengiriman barang yang dihadapi adalah perusahaannya belum memiliki layanan last mile barang. Padahal, keberadaan layanan last mile merupakan bagian penting dari hulu-hilir bisnis pengiriman barang.
Bisnis ini sudah ada sebelum pandemi Covid-19, tetapi semakin moncer saat pandemi.
Baca juga: Transportasi Penumpang di Lampung Terus Turun, Angkutan Barang Menggeliat
Kota kecil
Direktur Utama Paxel (perusahaan rintisan di bidang teknologi logistik) Zaldy Ilham Masita, saat dihubungi secara terpisah, menceritakan, Paxel telah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan angkutan darat untuk penumpang berbentuk travel dan PO untuk pengiriman paket barang antarkota. Kemitraan seperti ini melayani permintaan dari dan ke kota-kota kecil.
Hanya saja, berdasarkan pengalaman dia, tidak semua PO lancar menjalankan bisnis pengiriman paket barang, baik yang dilakukan sendiri maupun bermitra dengan perusahaan kurir dan logistik. Ada PO yang bertahun-tahun punya kendaraan terpisah, yakni buat kargo barang dan penumpang. Ada juga PO yang menggunakan kendaraan sama untuk penumpang sekaligus kargo alias hibrida. Zaldy menyebut sangat sedikit PO yang lancar menjalankan model hibrida tersebut.
Paxel juga telah bermitra dengan PT BlueBird Tbk (BlueBird). Tarif pengiriman paket barang ditentukan kedua belah perusahaan. Dia memastikan besaran tarif masih belum berbeda jauh dengan angkut penumpang.
”Sejak mulai pandemi Covid-19, kami bekerja sama dengan BlueBird. Jadi, taksi BlueBird berfungsi sebagai feeder (pengumpan) untuk menghubungkan hub-hub kami yang ada sekitar 200 di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya. Dengan kata lain, utilisasi taksi BlueBird untuk kebutuhan pengantaran paket dalam kota,” ujar Zaldy.
Kemitraan seperti itu membantu layanan taksi yang sempat sepi penumpang karena pembatasan sosial akibat pandemi. Pengemudi-pengemudi taksi BlueBird menjadi tetap punya penghasilan. Setelah bekerja sama dengan Paxel, BlueBird mengeluarkan produk Paxel Big untuk layanan pengiriman barang satu hari tiba (door-to-door sameday service) dengan berat 5 kilogram sampai 20 kilogram.
Selama pandemi Covid-19, volume pengiriman barang di Paxel naik 2,5 kali lipat. Kemitraan dengan perusahaan transportasi darat untuk penumpang tersebut membuat proses pengiriman barang semakin cepat dan punya jangkauan yang lebih luas.
Tidak semua PO lancar menjalankan bisnis pengiriman paket barang, baik yang dilakukan sendiri maupun bermitra dengan perusahaan kurir dan logistik.
Baca juga: Terdampak Larangan Mudik, Agen Bus Tak Dapat Penghasilan
Sekretaris Jenderal Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Trian Yuserma menjelaskan, pengiriman barang via bus bukanlah fenomena baru. Praktik ini sejak bertahun-tahun lalu menjadi usaha tambahan dari semua PO, di samping mengangkut penumpang. Beberapa PO bahkan membuat anak perusahaan pengiriman barang untuk diferensiasi usahanya, seperti Rosalia Express dan Pahala Express.
Menurut Trian, situasi pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan tidak menguntungkan semua pihak, termasuk bisnis penyelenggaraan pos yang mencakup pengiriman dokumen dan barang. Dia lantas menyebut tidak semua dari 350-an perusahaan anggota Asperindo bisa bertahan selama pandemi. Anggota yang punya segmen utama pelanggan korporasi mengalami dampak pandemi yang besar karena permintaan pengiriman dari segmen itu anjlok.
Sebelumnya, mengutip Kompas.com, Ketua Umum Asperindo M Feriadi mengatakan, volume pengiriman barang melalui jasa pengiriman ekspres sepanjang semester pertama 2021 telah tumbuh sekitar 30 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Hal ini salah satunya didorong oleh transaksi belanja daring.
Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) pernah menyebutkan, arus pengiriman barang tumbuh hingga 40 persen selama pandemi Covid-19. Pertumbuhan ini banyak dikontribusikan oleh permintaan pengiriman akhir (last mile delivery) dari sektor industri kesehatan dan barang-barang konsumsi. Last mile delivery merupakan pengiriman dari ritel atau toko langsung ke konsumen.