Rantai Pengiriman Kompleks, Teknologi Tekan Inefisiensi
Pemanfaatan teknologi digital terbukti bisa menekan inefisiensi operasional perusahaan logistik. Namun, implementasinya menghadapi tantangan soal kapabilitas solusi, keamanan siber, dan pembengkakan belanja perusahaan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rantai pengiriman barang dinilai kompleks dan rumit. Inefisiensi operasional terjadi sehingga menyebabkan biaya logistik yang mahal dan harus ditanggung konsumen. Pemanfaatan solusi teknologi digital membantu mengurangi persoalan.
Demikian benang merah webinar Logistalk bertajuk ”Peran Teknologi IoT (internet of things) dalam Transformasi Industri Logistik Nasional” di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Eric Dharma, Group President Waresix—perusahaan rintisan di bidang teknologi logistik—yang hadir sebagai salah satu pembicara, menggambarkan kompleksitas rantai pengiriman barang dari vendor perusahaan jasa logistik. Mereka kerap mengeluhkan utilisasi truk yang rendah. Kalaupun ada truk menganggur, hal itu sering kali disebabkan oleh ketidaktepatan pesanan.
Pembayaran dari pengguna jasa cenderung memakan waktu yang lama. Permasalahan itu belum termasuk ketika perjalanan pengiriman ke konsumen. ”Masing-masing rantai/tahapan pengiriman barang itu kerap dikelola oleh sistem yang berbeda-beda. Belum terintegrasi,” ujarnya.
Eric menyebut sudah banyak solusi teknologi digital berkembang yang peruntukannya bagi sektor logistik. Sebelum pandemi Covid-19, belum banyak pelaku industri logistik tertarik mengadopsi. Namun, saat pandemi Covid-19, pemanfaatan solusi itu menemukan momentumnya.
Dia mencontohkan surat jalan digital. Surat jalan biasanya diberikan perusahaan logistik sebagai bukti pengiriman barang. Sebelum pandemi, surat jalan digital tidak diminati sehingga perusahaan logistik lebih suka memakai manual. Akibatnya, pencatatan barang dikirim-diterima tidak rapi dan malah memicu tambahan ongkos operasional.
Contoh lain ada di tahapan pemesanan dan pelacakan pengiriman barang. Sebelum pandemi Covid-19, adopsi sistem pemrosesan pesanan dan pelacakan pengiriman barang secara digital kurang diminati. Kini, saat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 terus berlangsung, ada kenaikan adopsi.
”Pemanfaatan sistem pemesanan digital berpotensi mengurangi inefisiensi 30 persen, sedangkan pelacakan pengiriman barang digital menghemat operasional 100 persen. Adopsi sistem pembayaran berbasis invoice dan surat jalan digital mampu menekan inefisiensi sampai 90 persen,” ujar Eric.
General Manager IoT Mobility and Supply Chain PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Arief Teguh Darmawan menyampaikan, berdasarkan riset International Data Corporation (IDC), terdapat kenaikan 52 persen perusahaan yang menaikkan anggaran belanja benda terhubung internet atau IoT selama pandemi Covid-19. Pada periode yang sama, 28 persen dari total perusahaan menurunkan dana pengeluaran IoT. IoT yang dimaksud dalam riset mencakup solusi bagi industri logistik.
Beberapa tantangan implementasi IoT logistik adalah kapabilitas solusi yang ditawarkan, kekhawatiran terhadap keamanan siber, belanja perusahaan membengkak, dan data pribadi. Dari riset IDC, Arief mengatakan, tantangan lainnya adalah tidak banyak perusahaan di Indonesia, termasuk berlatar belakang sektor industri logistik, berpengalaman mengadopsi IoT.
Padahal, solusi-solusi teknologi digital untuk logistik telah berkembang pesat dan bisa membantu mengurangi inefisiensi operasional. Telkomsel, misalnya, telah mengembangkan solusi logistic engine yang di dalamnya terdapat algoritma untuk memprediksi kedatangan barang tiba di konsumen.
Posisi daya saing infrastruktur Indonesia berada di peringkat 72 dari 140 negara. Inefisiensi operasional logistik menyebabkan biaya logistik Indonesia 23-24 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kondisi geografis
Chairman Supply Chain Indonesia dan CEO Ruang Logistik Setijadi menyampaikan, distribusi pengiriman barang di Indonesia tidak merata. Sebanyak 59 persen berada di Jawa, 21 persen di Sumatera, dan sisanya menyebar ke Indonesia bagian timur.
”Kemudian, ada ketidakseimbangan sarana transportasi yang mengangkut barang. Program pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi barang belum seutuhnya terintegrasi dengan kebijakan pengangkutan. Belum lagi masalah ketidaktransparanan pengurusan perizinan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Setijadi menilai, kemajuan teknologi digital bidang logistik perlu ditanggapi serius. Namun, masih ada permasalahan fundamental pengiriman barang yang harus diselesaikan dulu, seperti infrastruktur dasar, perizinan, dan kebijakan pemerintah lain yang memengaruhi produktivitas sektor industri lain pemakai jasa logistik.
Pelaksana Tugas Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) I Nyoman Ardhiana mengatakan, peran Kemenkominfo sesuai Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 adalah mendorong percepatan transformasi digital. Dalam Rencana Strategis Kemenkominfo 2020-2024, digitalisasi sektor logistik jadi satu dari enam fokus kebijakan. Kemenkominfo menggandeng, antara lain, universitas dan perusahaan rintisan bidang teknologi untuk mendorong penciptaan solusi-solusi teknologi digital untuk kebutuhan logistik.