Permintaan Dollar AS Berkurang hingga 5,26 Miliar Dollar AS
Demi menjaga stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar, Bank Indonesia menerapkan kebijakan penggunaan mata uang lokal sejak 2018 sampai saat ini. Ketergantungan terhadap mata uang dollar AS pun turun.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak pemberlakuan kebijakan penggunaan mata uang lokal (local current settlement/LCS) pada 2018 sampai saat ini, permintaan atau ketergantungan terhadap mata uang dollar AS berkurang hingga 5,26 miliar dollar AS. Ini berasal dari perdagangan dan investasi empat mitra dagang utama Indonesia, yakni China, Jepang, Malaysia, dan Thailand.
Melalui kerja sama LCS, dunia usaha Indonesia dengan negara mitra dagang, seperti Malaysia, Jepang, Thailand, dan China, bisa menggunakan mata uang lokal masing-masing ketika bertransaksi perdagangan dan investasi. Sebelum ada kerja sama ini, transaksi dengan negara-negara tersebut menggunakan mata uang dollar AS.
Mengutip data Bank Indonesia (BI), LCS mulai diberlakukan pertama kali dengan gabungan mata uang rupiah baht Thailand dan ringgit Malaysia mencapai 348 juta dollar AS. Saat itu, ada transaksi senilai 348 juta dollar AS yang terkonversi dalam mata uang rupiah, baht Thailand, dan ringgit Malaysia.
Pada 2019, penggunaan LCS masih dari tiga mata uang tersebut (rupiah, baht, dan ringgit), mencapai 760 juta dollar AS atau meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan 2018. Adapun pada 2020, negara yang menjalin LCS bertambah satu lagi, yakni Jepang. Dengan demikian, nilai penggunaan LCS pada 2020 dari empat mata uang, yakni rupiah, baht, ringgit, dan yen mencapai 800 juta dollar AS.
Melalui kerja sama LCS, dunia usaha Indonesia dengan negara mitra dagang, seperti Malaysia, Jepang, Thailand, dan China, bisa menggunakan mata uang lokal masing-masing.
Adapun mulai September 2021, Indonesia menambah negara yang menjalin kerja sama LCS, yakni China. Hingga Oktober, total penggunaan LCS ke China setara dengan 15,1 juta dollar AS. Jika ditotal sejak 2018 hingga Oktober 2021, penggunaan LCS dengan keempat negara itu sudah berhasil mengumpulkan transaksi setara dengan 5,26 miliar dollar AS (Rp 74,69 triliun).
”LCS ini memiliki fungsi untuk menurunkan ketergantungan akan permintaan dollar AS. Hal ini untuk mendukung stabilitas nilai tukar serta mendorong perdagangan dan investasi Indonesia dengan negara mitra,” ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam acara Indonesia-Southern China Business Forum 2021 dengan topik ”Re-accessing Indonesia’s Trade & Investment Through LCS”, Kamis (23/12/2021).
Potensi China
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Indonesia untuk China merangkap Mongolia Djauhari Oratmangun mengatakan, China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, maka kebijakan ini bisa mengurangi ketergantungan akan dollar AS. Mengingat baru mulai September, saat ini nilai LCS dengan mata uang yuan masih kecil.
Sejak Januari hingga Oktober 2021, total neraca perdagangan Indonesia dengan China mencapai 86,70 miliar dollar, bertumbuh 54,70 persen. ”Potensi LCS antara Indonesia ini besar sekali,” ujar Djauhari.
China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, maka kebijakan ini bisa mengurangi ketergantungan akan dollar AS.
Vice President China Council for the Promotion of International Trade (CCPIT) Guangdong Fan Linxin menambahkan, LCS ini diharapkan memperkuat kerjasama di antara dua negara yang merupakan buah dari komunikasi Indonesia-China.
Ia mengatakan, selain potensi perdagangan yang besar, pihaknya juga berharap kerja sama ini bisa meningkatkan investasi ke Indonesia. Pihaknya meminati investasi di sektor seperti pertambangan, manufaktur, pengapalan, farmasi, dan energi terbarukan.
Chief Finance Officer Huawei Indonesia Han Ding mengatakan, Indonesia adalah negara yang sangat menarik untuk perdagangan dan investasi. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang besar, ditambah tingkat penetrasi internet yang tinggi.