Ruang kerja bersama atau ”coworking space” turut terdampak kebijakan pembatasan sosial selama pandemi Covid-19. Para pengelolanya bersiasat agar bisnis bertahan dan relevan dengan pasar.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
Indonesia Market Lead Precious Communications, Joyce Hutapea, saat dihubungi, Rabu (24/11/2021), mengatakan, sejak sebelum pandemi Covid-19, tim kerja Precious Communications di Indonesia berkantor di ruang kerja bersama. Efisiensi biaya operasional sekaligus fleksibilitas dalam bekerja menjadi alasan utama perusahaan.
”Tim Precious Communications di Indonesia masih kecil (dibandingkan di negara lain) sehingga pemakaian coworking space sangat menekan biaya operasional. Apalagi, di masa pandemi, kami sering bekerja dari rumah. Ongkos untuk menyewa tetap jalan, tetapi tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kepemilikan kantor sendiri,” ujar Joyce.
Perusahaan konsultan kehumasan itu memakai layanan salah satu operator ruang kerja bersama yang memiliki jaringan lokasi cukup banyak. Antarlokasi memiliki fasilitas yang sama, seperti peralatan yang mendukung rapat secara daring. Hal ini, kata Joyce, memudahkan tim menggelar pertemuan meskipun beda lokasi.
Wicak, karyawan swasta yang berprofesi sebagai penulis asal Depok, Jawa Barat, menceritakan, sebelum pandemi Covid-19, ia sering menyelesaikan tugas di ruang kerja bersama. Namun, ketika pemerintah mengetatkan pembatasan sosial, sejumlah ruang kerja bersama menutup layanannya. Ia beralih bekerja dari rumah.
”Sejumlah perusahaan mulai mengadopsi pola bekerja baru yang menekankan fleksibilitas. Hal itu sebenarnya sejalan dengan konsep coworking space. Mungkin, perusahaan bisa berkolaborasi dengan operator coworking space untuk menyediakan satellite office dengan koneksi internet stabil dan minim distraksi sehingga karyawan yang rumahnya jauh dari kantor utama tetap bisa produktif,” ujar Wicak.
Cerita pengguna coworking space seperti yang disampaikan oleh Joyce ataupun Wicak telah sampai ke telinga para operator coworking space. CEO CoHive Chris Angkasa mengatakan, pandemi menggeser pola bekerja menjadi fleksibel atau bisa dilakukan dari mana saja. Pergeseran seperti ini ia yakini akan berlanjut hingga pascapandemi.
Sebanyak 70-80 persen pekerja yang disurvei mengaku ingin kembali bekerja di kantor. Namun, ketika ditanya kesediaannya bekerja kembali di kantor selama lima hari berturut-turut, Chris menyebut hanya 20 persen pekerja yang menyatakan bersedia.
Dengan situasi itu, artinya operator ruang kerja bersama tidak perlu langsung banting setir. Opsi yang dilakukan adalah menutup beberapa jaringan lokasi coworking. Ini pun jika operator memiliki banyak jaringan, seperti yang dilakukan CoHive. Sebelum pandemi, CoHive mempunyai 30 lokasi yang tersebar di Jawa dan luar Jawa. Kini, CoHive tinggal memiliki sekitar 20 lokasi yang berada di Jakarta, Tangerang, Medan, dan Surabaya.
Mengenai strategi jangka panjang agar bisnis tetap berkelanjutan, Chris menyebut kemungkinan besar akan mengubah tata letak dalam coworkingspace. Misalnya, memperbanyak ruang yang mengakomodasi kebutuhan pertemuan atau rapat. Kepastian detail desain tata letak ataupun harga sewa, menurut dia, CoHive masih melihat kebutuhan pasar.
Pendiri Coworkinc, Dian Hasan dan Cynthia Satrya Hasan, saat dihubungi secara terpisah, mengaku tidak mudah memutar otak menyiasati agar tetap bertahan selama pandemi. Lini bisnis sewa ruang yang dimiliki Coworkinc paling terdampak. Lini bisnis ini harus tutup sebagai tanda patuh terhadap kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Lini bisnis lain, yakni program kegiatan (event) dan konsultasi bagi usaha rintisan, masih tetap berjalan dan bahkan menjadi andalan.
Dengan selalu mengikuti tren pasar, mereka lantas membuat terobosan kreatif agar ruang yang ada tetap terutilisasi. Misalnya, membuat ruang khusus siaran siniar (podcast), penyelenggaraan webinar, shooting konten, dan mengembangkan paket sewa ruang pertemuan mulai dari skema harian.
”Tidak semua orang bisa bekerja dari rumah dengan nyaman. Tren lain yang kami baca adalah siniar dan pembuatan konten semakin populer selama pandemi Covid-19,” ujar Cynthia.