Produk ”unit link” masih menimbulkan polemik, baik karena penjelasan yang disampaikan agen penjual kepada nasabah kurang jelas maupun juga pemahaman nasabah tentang produk ini masih kurang.
Oleh
joice tauris santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI siap berdiskusi dengan berbagai pihak dan terus mencermati usulan Komisi XI DPR RI untuk memoratorium produk unit link. AAJI akan berdiskusi, antara lain dengan perusahaan-perusahaan asuransi, juga dengan Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan, produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit link merupakan produk asuransi yang sudah lama ada. Produk ini juga dijual di berbagai negara. Unit link juga merupakan solusi bagi sebagian orang yang memerlukan produk asuransi.
”Aturan tentang produk ini paling ketat. Pemasarnya memerlukan sertifikasi level tertinggi. Kami percaya semua anggota amat sangat memperhatikan segala ketentuan yang terkait produk ini termasuk lisensi dan proses penjualannya,” kata Budi, Rabu (8/12/2021), di Jakarta.
Produk unit link masih menimbulkan polemik, baik karena penjelasan yang disampaikan agen penjual kepada nasabah kurang jelas maupun juga pemahaman nasabah tentang produk ini masih kurang. Unit link merupakan asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Nasabah membayar premi untuk mendapatkan perlindungan sekaligus untuk diinvestasikan.
Produk unit link masih menimbulkan polemik, baik karena penjelasan yang disampaikan agen penjual kepada nasabah kurang jelas maupun juga pemahaman nasabah tentang produk ini masih kurang.
Sejatinya, pada produk unit link dasar, hasil investasi ini akan digunakan untuk membiayai pembayaran premi sehingga nasabah tidak perlu membayar premi sepanjang masa proteksi. Cukup membayar premi pada awal-awal proteksi, lalu investasi akan dikembangkan dan dijadikan pembayaran premi.
Sebagian nasabah merasa memiliki investasi yang dapat diambil sewaktu-waktu. Padahal, ketika investasi ini diambil, bisa jadi hasil investasinya tidak cukup lagi untuk membiayai pembayaran premi sehingga pada suatu titik harus kembali top-up atau membayar premi.
Selain usulan moratorium, OJK juga mewacanakan agar ada alat bukti berupa rekaman ketika agen asuransi menawarkan produk unit link. Perekaman ini diharapkan nanti akan mempermudah penyelesaian masalah ketika terjadi perselisihan antara nasabah dan penjual produk asuransi.
”Pada saat proses penjualan, baik agen maupun tenaga pemasar, sudah mencoba upaya terbaik untuk menjelaskan. Jika ada salah paham, memang mungkin ada beberapa kejadian. Investasi pada produk unit link juga menghimpun investasi dalam jangka panjang yang berguna untuk Indonesia,” kata Budi.
Ketika investasi ini diambil, bisa jadi hasil investasinya tidak cukup lagi untuk membiayai pembayaran premi sehingga pada suatu titik harus kembali top-up atau membayar premi.
Simon Imanto, Ketua Bidang Keuangan, Pajak dan Investasi AAJI, menambahkan, produk unit link yang memiliki komponen investasi harus dipahami dan dipilih sesuai dengan profil risiko nasabah. ”Kalau kinerja investasi sedang tidak baik, dapat dialihkan, misalnya dari saham ke pasar uang,” ucap Simon.
Kinerja asuransi
Hingga triwulan III-2021 ini, pendapatan yang diperoleh industri asuransi jiwa mencapai Rp 171,36 triliun. Pendapatan itu dihimpun dari 58 perusahaan anggota AAJI. Dibandingkan tahun lalu, angka tersebut naik 38,7 persen dari Rp 123,55 triliun.
Pendapatan ini disumbang dari premi Rp 149,36 triliun atau tumbuh 11,5 persen dibanding Rp 133,99 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Pendapatan premi terdiri dari premi baru senilai Rp 94,2 triliun yang meningkat 17,6 persen dari Rp 80,13 triliun dan premi lanjutan senilai Rp 55,15 triliun, hanya tumbuh tipis 2,4 persen dari Rp 53,87 triliun pada periode sama tahun lalu.