Wirausaha Muda Didorong Lebih Produktif dan Inovatif
Tidak sekadar modal, literasi digital juga menjadi persoalan yang dihadapi wirausaha. Pendampingan pemerintah terhadap wirausaha muda produktif masih menghadapi banyak tantangan, terlebih pandemi tak kunjung berakhir.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendampingan pemerintah terhadap wirausaha muda produktif masih menghadapi banyak tantangan, terlebih saat ini kemampuan literasi digital mutlak diperlukan. Mereka tidak hanya memerlukan pendampingan dalam memulai usaha, tetapi juga lebih dituntut untuk menunjukkan produk inovatif yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Beberapa tantangan pengembangan kewirausahaan di Indonesia masih berkutat, antara lain, rendahnya pendidikan atau pengenalan kewirausaahan sejak dini, kurangnya ekosistem kewirausahaan yang membantu UMKM mengadopsi teknologi dari usaha yang lebih besar, serta basis data koperasi dan UMKM yang tersebar dan belum terstandardisasi.
Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Siti Azizah dalam konferensi pers ”Wirausaha Muda Produktif” di Kemenkop dan UKM, Jakarta, Jumat (3/12/12/2021), mengatakan, ”Masalah literasi digital masyarakat yang tergolong rendah juga menjadi kendala utama terutama di tengah berkembangnya ekonomi digital. Yang kita kembangkan bukan bisnis mikro lagi karena usaha mikro sudah semakin banyak. Kalau usaha mikro dikembangkan, mereka akan saling berkompetisi. Yang mesti dimasuki wirausaha muda produktif adalah wirausaha berbasis inovasi.”
Target rasio kewirausahaan Indonesia pada tahun 2021 sebesar 3,55 persen. Tahun 2024, target pemerintah sebesar 3,95 persen. Target total ini setara dengan 11,2 juta orang atau 17,45 persen dari seluruh pelaku UMKM. Namun, wirausaha produktif ditargetkan tumbuh 2,5 persen pada tahun 2021 dan kemudian 4 persen pada tahun 2024. Secara riil, tumbuh 50 usaha rintisan (start up) pada tahun 2021 dan sebanyak 500 usaha rintisan pada tahun 2024.
Hingga saat ini, kata Siti, jumlah wirausaha muda produktif yang telah dicapai masih dalam perhitungan. Pemerintah sedang membangun sistem informasi data tunggal. Tahun depan, semua pengumpulan data diharapkan sudah ada di dalam satu sistem yang terintegrasi. Ini menjadi basis pengukuran besarnya wirausaha di Indonesia.
Siti mengakui, tolok ukur pendampingan wirausaha semestinya tidak sekadar keberhasilan pemerintah dalam mengucurkan bantuan. Untuk meningkatkan kinerja, salah satunya ditempuh dengan memonitor melalui program inkubator yang dikerjasamakan dengan sejumlah perguruan tinggi.
Untuk mendorong inovasi para wirausaha muda, Kemenkop dan UKM bekerjasama dengan beberapa lokapasar dengan mengadakan road show ke beberapa daerah. Mereka diajarkan atau saling bertukar pikiran dalam pelatihan digitalisasi. Hal ini merupakan upaya meningkatkan literasi digital wirausaha.
”Dalam pelatihan ini, sebetulnya pelatihan ini menciptakan ekosistem karena kami melibatkan juga perusahaan finansial teknologi. Jadi, kalau pada saatnya wirausaha muda membutuhkan pendanaan, perusahaan finansial teknologi sudah siap membantu,” kata Siti.
Siti menambahkan, pelatihan juga akan melibatkan perusahaan insurance technology ke depannya. Sebab, insurtech ini sangat baik bagi para wirausaha muda. Salah satunya, saat bisnis wirausaha terdampak, seperti pandemi, wirausaha dapat mengajukan klaim atas premi yang selama ini dibayarkan.
Keterlibatan swasta
Siti mengatakan, pemerintah juga berupaya mendorong sektor swasta untuk terlibat dalam mengembangkan wirausaha muda produktif di daerah-daerah. Kemenkop dan UKM tidak bisa bekerja sendirian.
Secara terpisah, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Samsul Widodo saat peresmian Lembaga Pengembangan Bisnis (LBP) Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, swasta tidak hanya membantu dalam program pendampingan, tetapi juga dapat melatih UMKM dalam hal operasional bisnis. Bangun UMKM agar tidak hanya kompeten dalam produksi, tetapi juga dapat menjalankan bisnis sesuai dengan peta jalan bisnisnya. Kehadiran LPB YDBA di Kabupaten Manggarai Barat dapat mendukung tumbuhnya ekonomi di daerah tersebut.
Nusa Tenggara Timur memiliki destinasi wisata super premium yang menarik dan banyak diminati masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. Selain destinasi yang menghasilkan devisa bagi negara, NTT juga memiliki potensi komoditas pertanian, seperti vanila dan jambu mete, yang dapat dikembangkan masyarakat sekitar untuk meningkatkan taraf ekonominya.
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menjelaskan, 79 persen masyarakat Manggarai bekerja sebagai petani. Keterlibatan sektor swasta diharapkan dapat ikut membantu para petani dalam meningkatkan kesejahteraan.
Saat ini YDBA telah membina 53 UMKM komoditas vanili di Desa Loha, 20 UMKM komoditas jambu mete di Desa Repi, dan 33 UMKM komoditas kepiting di Desa Golo Sepang. Beberapa program pembinaan yang diberikan kepada UMKM berupa pelatihan dasar mentalitas wirausaha, pelatihan dan pendampingan pembukuan sederhana, serta program lainnya.
Sesuai dengan semangat YDBA untuk berkolaborasi, pembinaan UMKM di Manggarai Barat melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain, Koperasi 1.000 Desa Ekspor Indonesia sebagai ayah angkat bagi UMKM komoditas jambu mete dan vanili serta Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Flores Bajawa yang berperan sebagai tenaga ahli dalam program pembinaan ini.
Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala menuturkan, kolaborasi yang dilakukan YDBA dengan sejumlah pemangku kepentingan di daerah diharapkan dapat meningkatkan kompetensi UMKM. Kolaborasi tersebut dapat mendukung wirausaha naik kelas, mandiri dan dapat bersaing, baik di pasar nasional maupun global.