Kemitraan Industri-Peternak Tingkatkan Produksi dan Kualitas Susu
Indonesia belum mencapai kedaulatan susu. Sebanyak 78 persen bahan baku industri pengolahan susu masih diimpor. Oleh karena itu, kemitraan peternak dengan industri menjadi kunci.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·6 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kemitraan dengan industri menjadi pintu masuk bagi peternak sapi perah dalam negeri menuju modernisasi cara beternak. Hal ini memungkinkan peternak bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Sampai saat ini Indonesia belum mencapai kedaulatan susu.
Koordinator Ruminansia Perah Kementerian Pertanian Cisilia Esti Sariasih menyampaikan hal itu saat pemberian penghargaan kepada mitra koperasi dan peternak sapi perah dalam acara bertajuk ”50 Tahun Nestle Indonesia: Kemitraan untuk Pengembangan Sapi Perah Berkelanjutan” secara virtual, Jumat (3/12/2021). Cisilia mewakili Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agus Sunanto.
Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi, Plt Sekretaris Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Aftabudin mewakili Gubernur Jawa Timur, Bupati Malang M Sanusi, dan Presiden Direktur Nestle Indonesia Ganesan Ampalavanar.
Cisilia mengatakan, hingga kini baru ada 14 dari 80 industri pengolahan susu dan turunannya yang telah bermitra dengan koperasi dan peternak sapi perah. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong kemitraan antara industri pengolahan susu dengan koperasi dan kelompok peternak.
Mengacu data statistik tahun 2020, populasi sapi perah di Indonesia masih 568.265 ekor dengan produksi 947.685 ton susu. Sementara kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu adalah 3,85 juta ton setara susu segar. Kebutuhan itu dipenuhi dari dalam negeri 0,85 juta ton (22 persen) dan 78 persen impor dalam bentuk skim milk, full milk, buttermilk, dan lainnya.
Oleh karena itu, perlu komitmen kuat dari pemangku kepentingan untuk mewujudkan kedaulatan susu. ”Saya berharap pengembangan sapi perah dan industri pengolahan susu tidak hanya terpusat di Jawa, tetapi juga berkembang ke luar Jawa karena sumber daya alam yang melimpah belum maksimal pemanfaatannya,” kata Cisilia.
Kementerian Pertanian sendiri mengapresiasi industri yang telah bermitra dengan petani. Ke depan, diharapkan makin bertambah jumlah industri yang membangun kemitraan sehingga pada akhirnya bisa mendorong peningkatan jumlah peternak, produktivitas, dan mutu susu nasional.
Artinya, masih ada kekurangan 600 ton susu setiap hari.
Aftabudin, saat membacakan sambutan Gubernur Jatim, mengatakan, produksi susu di Jatim juga belum bisa memenuhi kebutuhan. Kebutuhan susu di Jatim mencapai 2.000 ton per hari, sedangkan produksinya baru sekitar 1.400 ton. Artinya, masih ada kekurangan 600 ton susu setiap hari.
Jika dikonversi dengan jumlah ternak, 600 ton susu itu setara dengan 40.000 sapi (produksi susu rata-rata 15 liter per hari). Jika kekurangan populasi ini harus dipenuhi dari impor sapi, dibutuhkan biaya setidaknya Rp 1,8 triliun dengan hitungan harga sapi impor sampai Jatim Rp 45 juta per ekor.
Oleh karena itu, harus ada langkah nyata agar kebutuhan susu terpenuhi yang tidak tergantung impor. Salah satu caranya, menurut Aftabudin, adalah menjaga sapi agar tidak dibawa keluar daerah. Hal ini penting karena kebiasaan peternak dalam pembesaran pedet masih tertinggal akibat faktor biaya tinggi.
”Untuk itu, kami siap bersinegri dengan Nestle dan masyarakat agar tidak tergantung dengan sapi perah impor. Mudah-mudahan sinergi ini bisa dibangun bersama, bagaimana sapi lokal kita tidak keluar, rearing (pembesaran pedet) sendiri, dibagi untuk peternak sendiri,” ujarnya.
M Sanusi mengatakan, produksi susu di wilayahnya mencapai 150.000 liter per hari dan menjadi bagian dari 750.000 liter susu yang masuk ke Nestle. Dia pun berharap terjadi kemitraan berkelanjutan antara industri dan peternak sehingga kedua belah pihak sama-sama untung.
Populasi sapi perah di Malang, menurut Sanusi, mencapai 150.000 ekor. Adapun sapi pedaging sebanyak 200.000 ekor. Sementara, rata-rata produksi susu di Kecamatan Pujon, salah satu sentra sapi perah di Malang, mencapai 15-20 liter per ekor per hari.
Sanusi juga menyinggung, di luar sapi milik peternak, ada juga sapi yang produksi susunya 35 liter per hari. Sapi itu dikembangkan salah satu industri pengolahan susu di wilayahnya. Teknologi yang mereka gunakan dalam meningkatkan produksi susu semestinya bisa direplikasi di tempat lain.
Dia pun berharap Nestle membagikan teknologi seperti itu kepada peternak. Sanusi menambahkan, yang perlu dibenahi untuk meningkatkan produksi susu tidak hanya soal pakan, tetapi juga bibit. Bibit ternak yang bagus akan menghasilkan susu yang banyak.
”Kalau mau sejahterakan peternak, ya, mesti cari cara bagaimana meningkatkan produksi susu sampai 35 liter per hari. Ganti bibit, caranya dengan kredit dari Kementerian Koperasi dan UKM dengan bunga tiga persen diangsur selama lima tahun,” katanya.
Ahmad Zabadi mengatakan, upaya memperkuat produktivitas dan daya saing peternak sapi perah dan susu dikonsolidasi melalui koperasi. Saat ini sedang disiapkan peraturan presiden tentang korporatisasi pertanian di sektor pangan melalui koperasi, salah satunya menyangkut peternakan dan susu.
Menurut Zabadi, konsep model bisnisnya sederhana. Untuk yang berbasis teknologi, diharapkan bisa didampingi Kementerian Perindustrian, sedangkan pengembangan budidayanya berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian.
”Model bisnis berikutnya kita perkuat dari sisi koperasinya untuk konsolidasi seluruh petani peternakan. Di mana koperasi kita perankan sebagai off taker (penyerap produksi). Koperasi yang sekarang sudah berjalan baik ada di Malang, Batu, dan daerah lain di Jawa Timur,” ujarnya.
Kementerian Koperasi dan UKM juga siap memberikan pendampingan, bukan saja di sisi kelembagaan koperasi, melainkan juga pembiayaan yang relatif murah. Contohnya, Koperasi Sinau Andhandani Ekonomi (SAE) Pujon yang sudah mendapatkan kucuran pembiayaan Rp 12 miliar untuk meningkatkan produksi susu anggotanya dengan bunga 3 persen sliding.
Mudah-mudahan ini bisa didorong sehingga suplai susu dari petani dan koperasi bisa ditingkatkan.
Putu Juli Ardika mengatakan, pakan masih menjadi kendala yang perlu diselesaikan. Harga pakan masih cukup tinggi, lebih dari separuh harga jual susu. Pihaknya akan berdiskusi dengan ahli bagaimana mendorong pakan semurah-murahnya bagi peternak.
”Bagaimana kami dari Kementerian Perindustrian bisa melakukan intervensi, terutama di mesin peralatan untuk pengolahan pakan yang terintegrasi dengan bahan pakan. Mudah-mudahan ini bisa didorong sehingga suplai susu dari petani dan koperasi bisa ditingkatkan,” ucapnya.
Sementara itu, Ganesan Ampalavanar mengatakan, setiap hari pihaknya membeli 750.000 liter susu segar dari 27.000 peternah sapi perah di Jawa Timur. Mereka tergabung dalam 40 koperasi dan kelompok ternak di 16 kabupaten. ”Setiap tahun ada Rp 1,6 triliun yang dibayarkan untuk pembelian susu di perdesaan yang bisa mendukung pembangunan ekonomi di perdesaan,” ujarnya.
Menurut Ganesan, Nestle telah bermitra dengan peternak sapi perah di Jawa Timur sejak tahun 1975 dengan komitmen investasi, menciptakan lapangan kerja, dan menggunakan sebanyak mungkin bahan baku setempat. ”Untuk menciptakan susu berkualitas dan bergizi, sebagai bagian dari komitmen untuk menggunakan bahan baku, Nestle bermitra dengan koperasi susu dan peternak dengan memberikan pendampingan teknis dan keuangan,” katanya.
Sebagai tanda apresiasi dan perayaan 50 tahun Nestle, menurut Ganesan, pihaknya memberikan penghargaan kepada koperasi dan kelompok peternak sapi perah yang telah bekerja sama dalam memasok susu berkualitas. Dia pun berharap kemitraan bisa diteruskan dalam jangka panjang.