Inisiasi dana gabungan yang dilakukan pemerintah sejak 2018 diklaim semakin matang untuk menanggulangi tingginya risiko bencana di Indonesia.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inisiasi dana gabungan yang dilakukan pemerintah sejak 2018 diklaim semakin matang untuk menanggulangi tingginya risiko bencana di Indonesia. Dengan adanya dana gabungan, alokasi dana penanggulangan bencana tidak akan membebani anggaran belanja negara yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Senin (22/11/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, tingginya potensi bencana alam di Indonesia menimbulkan konsekuensi risiko kerugian dengan nilai mencapai Rp 20 triliun setiap tahun.
Berlandaskan hal tersebut, pemerintah menginisiasi dana gabungan (pooling fund) bencana untuk menjawab kebutuhan daerah-daerah terhadap dana cepat, khususnya daerah dengan risiko tinggi terjadinya bencana.
Indonesia telah membangun sistem yang menciptakan kepastian untuk penarikan dananya dan untuk membantu masyarakat. Peluncuran pooling fund sudah dilakukan sejak 2018 dan sekarang semakin matang.
”Indonesia telah membangun sistem yang menciptakan kepastian untuk penarikan dananya dan untuk membantu masyarakat. Peluncuran pooling fund sudah dilakukan sejak 2018 dan sekarang semakin matang,” ujar Sri Mulyani.
Data Bank Dunia (2018) menunjukkan, Indonesia berada pada peringkat ke-12 dari 35 negara yang rentan terhadap bencana, Sebab, Indonesia berada di kawasan cincin api, diapit dua benua dan dua samudra, serta menjadi tempat bertemunya tiga lempeng besar dunia.
Karena Indonesia adalah negara yang berada di kawasan cincin api, lanjut Sri Mulyani, 90 persen bencana Indonesia berasal dari hidrometeorologi, seperti puting beliung, longsor, banjir, serta kebakaran hutan dan lahan. Bencana ini rentan menimbulkan gangguan terhadap kondisi sosial dan ekonomi.
Selain alokasi rutin untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta kementerian/lembaga, pemerintah mengeluarkan dana cadangan bencana berkisar Rp 5 triliun-Rp 10 triliun setiap tahun sejak 2004. Namun, dana itu tidak seimbang dengan rata-rata nilai kerusakan langsung akibat bencana alam.
Pooling fund dikelola bersama Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan. ”Ketika suatu daerah mengalami bencana dan membutuhkan dana segera, pooling fund dapat ditarik untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Sri Mulyani.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Kristiyanto menjelaskan bahwa tahap awal pembentukan pooling fund bencana adalah penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana.
Beleid itu mengatur bahwa penanggulangan bencana dapat dilakukan tidak hanya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi dari berbagai sumber, seperti dana pemerintah daerah, hasil investasi dana yang dikelola, hibah, hingga penerimaan klaim asuransi.
Sebelumnya, dana penanggulangan bencana berasal dari dua sumber, yakni anggaran yang disalurkan secara rutin ke BNPB dan dana cadangan bencana yang dialokasikan di APBN. Jumlah dana itu berubah setiap tahun sesuai keperluan saat terjadi bencana.
Dia menilai bahwa keberadaan pooling fund dapat membuat pengeluaran APBN untuk penanggulangan bencana lebih terjaga. Hal tersebut karena pengembangan dana memungkinkan peningkatan kebutuhan biaya penanggulangan bencana dapat dipenuhi tanpa membawa beban tambahan bagi APBN.
”Pooling fund telah menambah kapasitas pendanaan penanggulangan bencana pemerintah, baik yang rutin, seperti kegiatan mitigasi dan pembelian premi asuransi, atau yang tidak terduga akibat bencana,” ujar Kristiyanto.
Di samping telah memiliki pooling fund, pemerintah juga membentuk SDG Indonesia One untuk membantu membiayai perubahan iklim. SDG Indonesia One merupakan platform kerja sama pendanaan terintegrasi yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur dengan mengombinasikan dana publik dan dana swasta untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).