Bisnis Sarang Walet NTB Dimasukkan Program Inkubator
Bisnis sarang burung walet Nusa Tenggara Barat diminta segera dimasukkan program inkubator Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Potensi sarang walet menjadi salah satu andalan NTB.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis sarang burung walet Nusa Tenggara Barat diminta segera dimasukkan program inkubator Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) agar mampu meningkatkan produksi peternak. Selain kapasitas produksi peternak, kemampuan koperasi juga perlu ditingkatkan supaya bisa menjadi offtaker produk ternak dan instalasi pengolahannya.
Saat ini, kemampuan peternak sarang walet NTB memang rata-rata masih berkisar 100 kilogram per bulan. Dari produksi tersebut, harga pembelian sarang walet dari anggota mencapai Rp 10 juta per kilogram. Harga jual sarang walet yang sudah dibersihkan dan dikemas mencapai sekitar Rp 20 juta per kilogram. Sementara upah membersihkan sarang walet mencapai Rp 2 juta per kilogram. Dalam proses membersihkan, setiap orang mampu mencuci sebanyak 1 ons per hari.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam kunjungan kerja ke Koperasi Ammar Sasambo di Kampung Walet, Desa Kateng Praya Barat, Lombok Tengah, NTB, Sabtu (20/11/2021), mengatakan, koperasi modern di banyak negara kini sudah mengambil peran sebagai offtaker. Dengan berbagi peran ini, peternak yang merupakan anggota koperasi dapat fokus memperbanyak produksi.
”Biarkan koperasi saja yang membantu pemasaran dan mencari pembeli. Model bisnis seperti inilah yang menjadi perhatian kami saat ini. Dengan demikian, keuntungan koperasi pada akhirnya juga bisa kembali kepada anggota koperasi,” kata Teten dalam keterangan tertulis.
Kunjungan kerja tersebut juga dihadiri Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah Kemenkop dan UKM Hanung Harimba Rachman, dan Direktur Utama PT Sarang Burung Walet Ading Buntaran.
Menurut Teten, nilai ekonomi dari sarang burung walet sangat luar biasa. Ini bisa menjadi sumber pendapatan warga NTB. Jika peternakan ini ingin lebih dikembangkan dari segi volume produksi, ekosistem usahanya perlu diperbaiki. Pengembangan produksi sarang walet bisa dilakukan dengan menjaga semua ekosistem, seperti sumber makanan, gedung, pengolahan, pencucian, dan pembersihan.
Teten meminta agar UKM sarang burung walet di NTB ini bisa dimasukkan dalam program inkubator LPDB-KUMKM. Nantinya, koperasi sebagai offtaker tentu membutuhkan tambahan modal untuk bisa membeli produk para peternak. Apabila pemasaran dilakukan melalui koperasi, akan tercipta harga yang menguntungkan peternak.
Ketua Koperasi Ammar Sasambo Lalu Saswadi mengatakan, ”Peternak walet di NTB, khususnya Lombok Tengah, memiliki potensi yang luar biasa. Mereka mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal. Selain itu, produksi yang melimpah juga bisa ikut membantu menyejahterakan masyarakat.”
Koperasi ini berharap bisa memperoleh dorongan dari pemerintah. Peternak perlu dibantu untuk meningkatkan produksi dari sarang walet tersebut, termasuk membuka pelatihan bagi masyarakat untuk bisa menghasilkan sarang walet yang berkualitas.
”Sumber daya manusia perlu dilatih untuk meningkatkan produktivitas dari ketersediaan burung walet ini,” kata Saswadi.
Pemerintah Provinsi NTB mendukung penuh produksi dari peternak burung walet. Pemprov meminta para peternak untuk menyediakan produk yang berkualitas dan dijual dalam bentuk olahan.
”Pemerintah Provinsi NTB meminta peternak walet menyediakan produk yang berkualitas dan olahannya sehingga jangan dijual dalam bentuk mentah. Oleh karena itu, tercipta minumannya serta sarang burung walet yang dibungkus rapi dan dimakan dengan madu,” ujar Saswadi.